Simak 3 Tahapan Strategi Finansial Saat Terjadi Bencana

(iStock)

JAKARTA  – Posisi Indonesia yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik, secara inheren lebih rentan terhadap bencana alam. Banjir bandang, gempa bumi, dan letusan gunung berapi tidak hanya menghancurkan infrastruktur dan merenggut nyawa, tetapi juga mampu melumpuhkan stabilitas finansial sebuah keluarga dalam sekejap. 

Mengatur keuangan secara strategis saat menghadapi bencana bukan hanya menyimpan uang, melainkan upaya proaktif untuk meminimalisasi kerugian dan memastikan jalur pemulihan ekonomi berjalan efektif. Mari dari itu, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan agar finansial Anda tetap aman dan terkendali saat terjadi bencana.

Baca juga:

Berikut Tahapan Mengatur Finansial Saat Terjadi Bencana:

1. Tahap 1 Sebelum Bencana 

Kesiapan finansial harus dimulai dari jauh sebelum bencana muncul. Fase ini merupakan waktu untuk membangun pondasi yang kokoh dan mengubah potensi kerugian, sehingga krisis darurat tersebut tidak akan menjerumuskan keluarga ke dalam tumpukan utang.

Prioritas utama setiap rumah tangga adalah memiliki dana darurat yang mudah dicairkan. Artinya, dana tersebut dapat dikumpulkan setara dengan 3-6 bulan pengeluaran rutin. Dana ini wajib disimpan di rekening bank terpisah, dan berfungsi sebagai pertolongan pertama untuk menutupi kebutuhan mendesak. 

Langkah taktis berikutnya adalah mengamankan aset terbesar yang dimiliki. Memiliki asuransi properti dan asuransi kendaraan, menjadi keuntungan yang berguna bagi jangka panjang. Dalam hal ini, Anda harus secara berkala meninjau asuransi tersebut, memahami detail ketentuan klaim terkait bencana, dan memastikan bahwa status premi selalu aktif.

Untuk mengantisipasi kehilangan atau kerusakan dokumen fisik, digitalisasi menjadi kunci yang paling utama. Lakukan scan dan simpan salinan digital dari semua dokumen penting, mulai dari asuransi, surat tanah, rumah, kartu identitas, hingga buku rekening melalui fitur online Google Drive dan sejenisnya.

Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin bahwa Anda memiliki akses ke data krusial tersebut, bahkan ketika semua benda fisik di rumah tidak terselamatkan.

2. Tahap 2 Saat Bencana Terjadi 

Saat bencana benar-benar terjadi dan perintah evakuasi dikeluarkan, masyarakat akan fokus pada kecepatan akses dana tunai dan fokus pada pengeluaran. Hal ini terjadi sebagai bentuk kepanikan dan daya tahan awal untuk bertahan hidup.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa infrastruktur perbankan, seperti ATM dan mesin EDC, sering kali tidak berfungsi saat listrik padam atau jaringan terputus. Maka dari itu, setiap keluarga wajib menyiapkan dana tunai fisik dalam jumlah kecil, yang dapat ditempatkan secara permanen di tas khusus siaga bencana. Penggunaan uang tunai ini, akan mutlak dibutuhkan untuk pembelian mendesak di tempat pengungsian yang belum menerima transaksi digital. 

Melansir dari RTE pada Kamis, 4 Desember 2025, di tahun 2024 Badan Kontinjensi Sipil Swedia mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk menyimpan uang tunai. Selain itu, imbauan juga diberikan untuk menjaga tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri dengan penggunaan uang tunai saat masa darurat.

Di negara tersebut, sistem pembayaran tunai akan didukung melalui kebijakan, peraturan, dan perundang-undangan, yang berfungsi selama keadaan darurat. Hal ini semakin diakui di tingkat Eropa dan masing-masing negara. 

Pada fase ini, disiplin finansial harus dilakukan secara berhati-hati. Seluruh dana yang tersisa harus difokuskan hanya untuk kebutuhan darurat. Setelah kondisi memungkinkan, segera hubungi pihak bank dan aktifkan layanan darurat. 

3. Tahap 3 Pasca Bencana

Fase pemulihan adalah waktu krusial untuk menyusun kembali kerugian dan memulai proses klaim yang akan menjadi sumber dana utama untuk rehabilitasi jangka panjang. Jika kondisi sudah mulai aman, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menghubungi perusahaan asuransi. 

Anda dapat menggunakan salinan digital yang telah diamankan sebelumnya. Salah satu hal terpenting yang perlu dilakukan adalah mendokumentasikan seluruh kerugian dengan foto dan video sebelum proses pembersihan dimulai. Semua bukti kerusakan tersebut akan digunakan untuk keperluan klaim asuransi.

Bagi keluarga yang masih memiliki cicilan KPR atau utang produktif, permohonan restrukturisasi utang harus segera diajukan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara rutin mengeluarkan regulasi yang mewajibkan lembaga keuangan memberikan keringanan bagi korban bencana. Hal tersebut sesuai dengan  Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk LJK pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana. 

Melalui penerapan manajemen finansial yang disiplin dan proaktif tersebut, keluarga dapat membangun benteng pertahanan ekonomi yang kuat, mengubah krisis bencana menjadi fase pemulihan yang terencana dan meminimalkan ketergantungan pasca kejadian.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Maharani Dwi Puspita Sari pada 05 Dec 2025 

Bagikan

Related Stories