Ragam
Simak Cara Gen Z Tetap Bahagia di Tengah Rutinitas
JAKARTA – Tidak ada yang sehandal Generasi Z (Gen Z) dalam memanjakan diri dengan hadiah kecil.
Istilah little treads mereka ciptakan untuk menggambarkan kesenangan sederhana, entah itu seperti segelas matcha latte favorit, cake vegan, manikure mingguan, hingga gantungan Labubu, dan pernak-pernik yang selalu ingin mereka miliki.
Bagi Gen Z, hal ini lebih dari sekadar suntikan dopamin sementara, ini juga merupakan cara merayakan diri sendiri di tengah kesibukan. Hadiah kecil menjadi self-care yang terasa nyata, terjangkau, menyenangkan, dan membuat hari lebih berwarna.
Baca juga:
- Industri Energi Hijau Hadapi Amukan Cuaca Ekstrem
- Perdagangan Orangutan Ilegal Masih Marak
- Begini Cara Bangun Dana Darurat Biar Hidup Aman
Ini bisa menjadi sumber kebahagiaan sesaat sekaligus cara untuk melatih cinta diri dan merawat diri sendiri.
Apa Itu Budaya Little Treats?
Budaya little treats adalah gaya hidup kekinian di mana Generasi Z memanfaatkan kesenangan kecil dan pengalaman menyenangkan. Bisa berupa camilan favorit, pernak-pernik lucu, atau sekadar istirahat 10 menit di sela-sela kerja. Yang terpenting adalah momen kecil yang membuat hati senag.
Media sosial jelas sebagai pendorong tren ini. Begitu artis atau influencer memamerkan kesukaan mereka, Gen Z mudah relate dan menjadikannya inspirasi diri sendiri demi semangat menjalani rutinitas.
Pendapat Para Ahli
Psikiater Anak, Remaja, & Forensik dari New Delhi Dr. Astik Joshi, yang mendukung gagasan budaya little treats.
“Ini adalah bentuk pengakuan diri yang membantu orang merasa didukung secara emosional, bahkan lewat hal-hal kecil,” katanya, dikutip dari NDTV.
“Sebagai cara menghadapi stres, meningkatkan suasana hati, atau menghargai usaha sehari-hari. Ini adalah bentuk pengakuan diri yang membantu seseorang merasa didukung secara emosional, meski dalam skala kecil,” sambung dia.
Dr. Gorav Gupta, CEO sekaligus Psikiater Senior di Tulasi Healthcare, Gurugram, sependapat. Traktian kecil bisa menjadi “pelipur lara” saat stres mulai menumpuk. Menurutnya, kebahagiaan sederhana memberi rasa pengendalian diri.
“Budaya little treats populer karena sederhana, menenangkan, dan memberikan kestabilan emosional. Di masa ketika stres tinggi dan pencapaian besar terasa jauh, little treats memberikan rasa kendali, lega, dan dorongan. Mereka mengingatkan kita kebahagiaan kecil tetap berarti, dan itu adalah pesan yang kuat untuk generasi sekarang,” katanya.
Apa Saja Bentuk Little Treats Ini?
“Sekotak cokelat sudah cukup jika memberi rasa nyaman atau senang. Sebenarnya, ‘treat’ bisa berupa apa saja, seperti berjalan-jalan, mendengarkan musik, menulis jurnal, atau bahkan berkata ‘tidak’ pada hal yang membebani. Yang penting adalah dampak emosionalnya, bukan ukuran atau harganya,” kata Dr. Astik.
Mengapa Budaya Little Treats Efektif
Pertama, karena terjangkau, budaya little treats menjadi sangat menarik bagi Generasi Z. Sebagian besar Gen Z sadar akan keuangan mereka, sehingga ide camilan atau kesenangan kecil yang ramah di kantong sangat sesuai dengan gaya hidup mereka.
Hal ini membuat budaya ini inklusif dan berkelanjutan, sekaligus memberi mereka rasa dihargai tanpa merasa bersalah secara finansial.
Little treats ini juga bisa memberikan dorongan dopamin secara berkala yang membantu tetap semangat menjalani rutinitas. Hal ini terjadi di tengah kesibukan mingguan, pertengkaran sengit, atau pemicu stres lainnya dalam kehidupan nyata. Selain itu, budaya ini membantu kehidupan terasa lebih terkendali.
Dr. Astik Joshi mengatakan, “Kebiasaan ini bisa memberikan kelegaan emosional seketika, meningkatkan motivasi, dan mendorong rasa kasih pada diri sendiri. Namun, penting untuk memahami batasannya.”
Little treats tidak bisa menggantikan terapi, penyembuhan emosional yang mendalam, atau dukungan kesehatan mental yang konsisten bagi mereka yang menghadapi kecemasan, depresi, burnout, dan masalah serupa.
Jadi, meskipun budaya ini memberikan kenyamanan, ada keterbatasannya ketika berurusan dengan masalah kesehatan mental.
“Little treats bisa berdampak positif bagi kesehatan mental dengan memberikan hadiah kecil yang terjangkau untuk diri sendiri sekaligus memberi rasa pencapaian saat menghadapi tekanan hidup sehari-hari,” kata Dr. Astik Joshi kepada NDTV.
Pada dasarnya, little treats berfungsi sebagai “umpan” berupa hadiah yang kita berikan pada diri sendiri untuk membantu menghadapi hal-hal atau pengalaman yang membuat kita lebih mampu menangani stres sehari-hari.
Dr. Astik menambahkan, “Memberi penghargaan pada diri sendiri membangun ketahanan emosional. Tindakan kecil ini memberi sinyal pada otak bahwa ‘usaha itu berarti,’ sehingga memperkuat perilaku positif dan menumbuhkan rasa harga diri.”
“Budaya ini mendukung pemenuhan emosional dengan membantu Gen Z mengambil jeda sejenak demi kesenangan murni.”
Plus-minus Traktir Diri Sendiri
Sesuai namanya, little treats disebut “kecil” karena tidak akan terlalu membebani keuangan.
Dalam wawancara dengan SELF, terapis keuangan dan pembicara Lindsay Bryan-Podvin mengatakan, “Generasi Milenial dan Gen Z menolak motivasi berupa ‘bahasa keras’ atau ketakutan akan hukuman. Sebaliknya, mereka merespons janji kepuasan dan hadiah untuk diri sendiri.”
Tim Better Money Habits Bank of America merilis survei terbaru pada 30 Juli 2025 yang melibatkan 915 responden Gen Z. Hasilnya menunjukkan 57% dari mereka membeli “hadiah” kecil untuk diri sendiri setidaknya seminggu sekali, meski dengan pendapatan terbatas.
Meskipun hubungan emosional seseorang dengan pembelian kenyamanan diri penting untuk mengejar kebahagiaan, kebahagiaan yang sifatnya sementara ini seharusnya tidak menjadi satu-satunya pertimbangan. Little treats yang dianggap Gen Z sebagai pengeluaran kecil, tentu saja akan bertambah seiring waktu.
Lindsay mengatakan, “Jika hadiah kecil yang manis ini mulai memengaruhi keuangan, maka penting untuk bijak menentukan batasnya.”
Kuncinya adalah tahu kapan harus menahan diri. Seseorang memang pantas memanjakan diri sesekali dan menikmati setiap kebahagiaan yang datang bersamanya, tetapi hanya selama hal itu tidak menimbulkan dampak negatif jangka panjang.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 21 Aug 2025