Simak Cara Lindungi Investasi di Tengah Proyeksi Defisit Pajak 2025

JAKARTA - Penerimaan pajak, nadi utama APBN, diproyeksikan akan meleset dari target tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan adanya defisit penerimaan pajak sebesar Rp82,1 triliun pada akhir 2025. 

Dari target Rp2.789 triliun setoran pajak, Kemenkeu memprediksi realisasi hanya akan mencapai Rp2.706,9 triliun, atau sekitar 94,9%. Kondisi tidak berhenti begitu, melainkan memberikan efek shortfall terhadap dunia pasar modal dan investasi reksa dana. 

Perkiraan tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR pada Selasa, 1 Juli 2025. Ini menjadi sinyal penting bagi kondisi keuangan negara. “Kalau kita lihat penerimaan pajak (hanya) akan mencapai Rp 2.706,9 triliun atau 94,9% dari target APBN Rp 2.789 triliun,” ucapnya.

Baca juga:

Hingga pertengahan tahun, tepatnya semester I-2025, realisasi penerimaan pajak baru menyentuh angka Rp 831,26 triliun. Jumlah ini baru 38% dari target APBN, bahkan menunjukkan kontraksi 7% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Menteri menjelaskan, salah satu tantangan adalah batalnya kenaikan tarif PPN menjadi 12%, kembali ke 11%. Kondisi ini juga diperparah oleh pelemahan penerimaan dari sektor komoditas. "Kalau kita lihat karena PPN yang tidak jadi tentu (realisasi penerimaan pajak) menjadi lebih rendah. Penerimaan dari sisi komoditas juga mengalami pelemahan,” tuturnya.

Secara rinci, PPh terkontraksi 11.3%, sedangkan PPN dan PPnBM terpangkas 19.7% karena peningkatan restitusi. Meski demikian, PBB dan pajak lainnya tumbuh signifikan. Sri Mulyani berharap, akselerasi pendapatan di kuartal kedua akan berlanjut di kuartal berikutnya.

Imbas "Shortfall" Pajak ke Pasar Modal dan Reksa Dana

Secara teoretis, perlambatan penerimaan pajak ini bukan hanya urusan pemerintah, melainkan dapat merembet ke pasar modal. Jika belanja negara terhambat, sektor yang bergantung pada anggaran, seperti konstruksi dan BUMN, berpotensi mengerem ekspansi. Kondisi ini punya dampak langsung pada investasi Anda.

Investor reksa dana saham perlu lebih waspada. Penurunan kinerja perusahaan di sektor-sektor terkait bisa menekan harga saham, secara langsung memengaruhi nilai unit reksa dana. Sementara itu, kinerja reksa dana campuran akan sangat bergantung pada seberapa besar porsi saham dalam portofolio mereka.

Bagi reksa dana pendapatan tetap (RDPT), ada risiko harga obligasi lama turun jika pemerintah menerbitkan SBN baru dengan yield tinggi untuk menutup defisit. Sebaliknya, reksa dana pasar uang (RDPU) cenderung lebih stabil di tengah gejolak ini, meskipun dengan imbal hasil yang lebih moderat.

Strategi Melindungi Investasi di Tengah Ketidakpastian

Kondisi shortfall pajak ini bukan alarm untuk panik, namun justru menjadi kode untuk mereviu dan menyesuaikan strategi investasi Anda. Langkah awal yang penting adalah memeriksa kembali komposisi reksa dana Anda agar sesuai dengan profil risiko pribadi.

Di tengah pasar yang fluktuatif, diversifikasi portofolio sangat krusial. Pasalnya dengan, menyebarkan investasi di berbagai jenis aset membantu mengelola risiko, mencegahnya terkonsentrasi pada satu instrumen saja.

Banyak platform investasi kini menawarkan fitur-fitur yang mendukung diversifikasi dan aktivitas investasi sehat, bahkan saat pasar cenderung wait and see seperti NAVI aplikasi reksa dana milik PT Mirae Sekuritas Indonesia. Fitur ini dapat berupa insentif atau program yang mendorong Anda untuk tetap aktif dan mendiversifikasi aset agar risiko tidak terfokus. 

Head of Retail Business Support Mirae Asset Sekuritas, Prisa Ngadianto mengatakan "Nasabah juga dapat belajar mendiversifikasikan portofolio dan risiko investasinya, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi,” jelasnya dalam keterangannya. 

Nah, jika reksa dana saham Anda menunjukkan penurunan, hindari keputusan impulsif. Evaluasi kembali prospek jangka panjangnya. Pertimbangkan pula sektor-sektor yang cenderung lebih tahan banting terhadap gejolak ekonomi, seperti konsumer dan perbankan.

Terakhir, penting untuk selalu update dengan perkembangan ekonomi fiskal setiap kuartal. Bagi Anda, investor pemula sekalipun, ini bukan sinyal untuk menarik diri dari pasar, melainkan dorongan untuk menjadi investor yang lebih cerdas dan adaptif.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Alvin Bagaskara pada 03 Jul 2025 

Bagikan

Related Stories