Ragam
Start Up Disarankan Pangkas Biaya Operasional, Kuartal I Tahun 2022 Pendanaan Ventura Kian Seret
JAKARTA - Berdasarkan data dari CB Insight, pendanaan ventura secara global pada kuartal I-2022 susut 19% dari kuartal sebelumnya. Perusahaan-perusahaan start up pun disarankan untuk memangkas biaya operasional demi menyelamatkan diri dan meminimalisasi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak terjadi baru-baru ini.
Y Combinator, salah satu investor terkemuka di Silicon Valley, menyarankan agar para pelaku start up memangkas pengeluaran dan fokus kepada pemasukan dalam 30 hari ke depan.
"Ingatlah bahwa peluang sukses Anda sangat rendah, bahkan jika perusahaan Anda baik-baik saja. Kami menyarankan Anda mengubah rencana," tulis Y Combinator dikutip dari surat Economic Downturn, Rabu, 8 Juni 2022.
Baca Juga :
- LPG 3 Kg dan Pertalite Dijamin Tak Naik, Pertamina Terima Tambahan Anggaran Rp235 Miliar
- Saham BBRI Paling Banyak Dikoleksi, IHSG Dibuka Melemah ke Level 7.186
- Laba Pertamina Naik Hampir 2 Kali Lipat, Capai Rp 29,3 Triliun
Y Combinator menyarankan hal tersebut karena kondisi makroekonomi saat ini yang tengah diterjang tekanan inflasi. Perusahaan-perusahaan start up yang masih menggunakan konsep "bakar uang" dalam menjalankan bisnisnya terpaksa harus menghadapi kondisi ini dengan jerih payah.
Oleh karena itulah sangat penting bagi start up untuk mengubah strategi bisnisnya di saat perusahaan-perusahaan ventura sedang mengubah haluannya.
Dalam laporan e-Conomy SEA 2020, disebutkan bahwa investor saat ini memang semakin selektif dalam menyuntikkan dana.
Ketimbang memprioritaskan pencapaian skala masif dalam waktu cepat seperti yang lumrah dilakukan sebelumnya, dewasa ini kebanyakan investor lebih memilih untuk menyimpan dananya di lokasi yang menjamin pertumbuhan berkelanjutan.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda pun sempat mengatakan bahwa surutnya pendanaan berimbas kepada badai PHK yang terjadi dalam beberapa waktu ke belakang.
"Ketika gagal mendapatkan pendanaan, biasanya mereka akan kelimpungan hingga tidak bisa beroperasi secara normal, makanya mereka biasanya melakukan lay-off kepada karyawannya untuk menghemat budget," ujar Nailul kepada TrenAsia beberapa waktu lalu.
Start up yang masih mengandalkan strategi bakar uang dinilai Nailul akan semakin mungkin untuk melakukan PHK massal karena mereka masih bergantung kepada pendanaan dari perusahaan ventura untuk keberlangsungan perusahaan.
Seperti diketahui, badai PHK start up tidak hanya terjadi di Indonesia. Fenomena ini bahkan lebih dulu terjadi di Silicon Valley, Amerika Serikat.
Perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley menyebut bahwa saat ini adalah masa-masa "zombie unicorn", yakni istilah yang merujuk kepada perusahaan start up bernilai tinggi tetapi goyah dan masih membutuhkan investor untuk keberlangsungan bisnis.
Perusahaan Silicon Valley yang melakukan PHK sebagai dampak surutnya pendanaan di antaranya start up olahraga Peloton yang mem-PHK ribuan karyawannya pada Februari 2022.
Kemudian, start up video Cameo pun dilaporkan telah mem-PHK 87 orang atau sekitar 25% dari total karyawannya pada akhir Mei 2022. Platform investasi saham dan kripto Robinhood juga telah memberhentikan 9% dari total karyawan tetapnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 09 Jun 2022