KatoKito
Studi Epidemiologi: Jejak Polusi PLTU Batu Bara dan Ancaman bagi Kesehatan
Oleh: Tarisha Kahla*, Wulandari Dwi Safitri**, Sahwan***
Editor: Najmah, Nila Ertina
AMBISI besar Indonesia untuk mencapai target listrik 35 Gigawatt pada 2019 berujung pada pilihan batu bara sebagai sumber energi utama. Namun, di balik jutaan watt yang dihasilkan, tersembunyi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Emisi beracun dari PLTU batu bara menjadi biang keladi berbagai penyakit, dari ISPA yang menyerang pernapasan hingga kanker yang mematikan. Dalam sisi epidemiologi, dampak kesehatan akibat polusi udara dari PLTU dapat dianalisis melalui beberapa faktor, seperti bahaya tingkat paparan polutan, kelompok rentan, serta pola penyakit yang muncul pada masyarakat yang berada di sekitar PLTU.
Polusi Udara PLTU: Pembunuh Senyap di sekitar Kita
Emisi dari PLTU batu bara melepaskan polutan berbahaya ke udara, termasuk partikel-partikel kecil (PM2.5), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen oksida (NOx). Polutan ini dapat memicu penyakit serius seperti kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, penyakit pernapasan kronis, dan ISPA.
Menurut data dari tahun 2008, pembakaran batu bara menyumbang sekitar 50% emisi SO2, 30% emisi PM10, dan 28% emisi NOx dari sektor energi di Indonesia. Sebuah penelitian memperkirakan bahwa rencana proyek PLTU batu bara sebesar 45.365 MW dapat menyebabkan hingga 20.687 kematian dini per tahun di Indonesia. Jumlah ini tiga kali lebih tinggi dari perkiraan kematian dini saat ini, yaitu 6.500 jiwa per tahun, akibat stroke, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru-paru, serta penyakit jantung dan pernapasan pada anak-anak.
Baca Juga:
- BRI Menanam - Grow & Green: Serap Karbon dan Ciptakan Peluang Ekonomi di Berau
- Trending DeepSeek: ini 6 Negara yang Larang hingga Waspadai Gunakan AI asal China
- Untuk Pelaku Usaha Kuliner, Simak ini Tren Makanan Terbaru dari GoFood
Penelitian dari Universitas Harvard juga menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan 1 μg/m3 PM2.5 dari batu bara, maka angka kematian akan meningkat sebesar 1,12%. Angka ini diketahui lebih dari dua kali lipat risiko yang sebelumnya dikaitkan dengan paparan umum PM2.5 dari semua sumber polusi udara.
Jika rencana penambahan PLTU batu bara baru terus dilakukan secara berlanjut, maka angka kematian dini yang dapat terjadi diperkirakan akan meningkat menjadi 15.700 jiwa per tahun di Indonesia, dan 21.200 jiwa per tahun jika dihitung hingga wilayah di luar Indonesia. Maka, butuh berapa banyak nyawa lagi yang harus dikorbankan sebelum kita sadar bahwa ini bukan solusi, tapi bencana?
Dampak Akut: ISPA dan Masalah Pernapasan
Salah satu dampak kesehatan yang paling umum dan cepat dirasakan dari polusi PLTU batu bara adalah peningkatan kasus ISPA, terutama pada anak-anak. ISPA adalah infeksi yang menyerang saluran pernapasan, mulai dari hidung hingga paru-paru, dan dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Anak-anak lebih rentan terhadap ISPA karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya berkembang dan mereka cenderung bernapas lebih cepat, sehingga menghirup lebih banyak polutan per unit waktu.
Penelitian di sekitar PLTU Ombilin, Sumatera Barat, menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal dekat dengan PLTU memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan paru-paru. Pemeriksaan kesehatan pada murid SD 19 Sijantang Koto menunjukkan bahwa lebih dari 50% murid kelas III dan IV mengalami gangguan paru-paru, dengan 76% mengalami obstruksi ringan dan 24% mengalami bronkitis kronis dan TB paru. Hubungan antara jarak tempat tinggal ke PLTU dan penurunan fungsi paru serta kelainan pada foto toraks anak juga ditemukan dalam penelitian ini.
Selain ISPA, paparan polusi udara dari PLTU batu bara juga dapat memperburuk kondisi asma. PM2.5 dan gas-gas iritan seperti SO2 dan NOx dapat memicu serangan asma pada individu yang rentan. Data dari kompleks PLTU Suralaya, Banten, menunjukkan bahwa polusi udara dari PLTU menyebabkan sekitar 1.790 kunjungan ke unit gawat darurat akibat asma setiap tahunnya.
Dampak Kronis: Penyakit Kardiovaskular dan Kanker
Selain dampak akut, paparan jangka panjang terhadap polusi udara dari PLTU batu bara juga dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis yang serius. Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung iskemik dan stroke, adalah beberapa dampak kesehatan yang paling signifikan. Salah satu polutan paling berbahaya yang dihasilkan oleh PLTU batu bara adalah partikulat halus (PM2.5), yang berukuran sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap PM2.5 meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik dan stroke. PM2.5 dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan peradangan sistemik, penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis), serta peningkatan tekanan darah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Harvard menemukan bahwa polusi udara dari PLTU batu bara di Indonesia menyebabkan sekitar 2.700 kematian akibat stroke dan 2.300 kematian akibat penyakit jantung iskemik setiap tahunnya.
Paparan PM2.5 dalam jangka panjang juga dapat menyebabkan mutasi sel yang berujung pada pertumbuhan kanker, terutama kanker paru-paru. Bahkan, World Health Organization (WHO) telah mengklasifikasikan polusi udara, terutama PM2.5, sebagai karsinogen (penyebab kanker) kategori 1, yang berarti terbukti secara ilmiah dapat menyebabkan kanker pada manusia.
Dampak pada Kelompok Rentan: Anak-anak dan Wanita Hamil
Kelompok yang paling rentan terhadap dampak buruk polusi udara ini adalah bayi, ibu hamil, lansia, serta masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU. Anak-anak yang terpapar sejak dini berisiko mengalami gangguan pertumbuhan paru-paru, sementara ibu hamil berisiko mengalami komplikasi kehamilan, termasuk kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.
Sistem pernapasan anak-anak yang masih berkembang dan mereka cenderung menghirup lebih banyak udara per unit berat badan dibandingkan orang dewasa, sehingga mereka lebih terpapar polutan. Selain itu, paparan polusi udara selama kehamilan dapat memengaruhi perkembangan janin dan meningkatkan risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan masalah kesehatan lainnya.
Data dari kompleks PLTU Suralaya, Banten, menunjukkan bahwa polusi udara dari PLTU menyebabkan sekitar 936 kelahiran prematur dan 612 bayi lahir dengan berat badan lahir rendah setiap tahunnya. Paparan PM2.5 dan NO2 juga merusak sistem pernapasan, menyebabkan 1.790 kunjungan ke unit gawat darurat asma dan 1.010 kasus asma baru.
Baca Juga:
- Update Harga Sembako Palembang: Harga Bawang Merah Bertahan Rp 35 Ribu/Kg
- Valentine Day, Wyndham Opi Hotel Palembang Hadirkan Dinner Romantis "LÁmour De Ma Vie"
- Begini Cara Daftar Jadi Pangkalan Resmi, Pengecer LPG 3 Kg Dihapus
Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang tinggal di dekat PLTU batu bara memiliki risiko lebih tinggi terkena serangan jantung dan stroke dibandingkan mereka yang tinggal di lingkungan dengan udara bersih. Bahkan, paparan polusi udara yang terus-menerus dapat mempercepat kerusakan jantung, meningkatkan risiko gagal jantung, dan memperburuk kondisi kesehatan penderita hipertensi atau diabetes.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dampak kesehatan PLTU batu bara dari sisi epidemiologi sangat mencemaskan, mulai dari peningkatan kasus ISPA hingga penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular dan kanker. Anak-anak dan wanita hamil adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak negatif polusi udara dari PLTU. Masa depan mereka terancam.
Untuk mengatasi dampak kesehatan dan ekonomi dari PLTU batu bara, langkah-langkah penting perlu diambil. Pertama, pemerintah perlu memastikan bahwa semua PLTU batu bara mematuhi standar emisi yang telah ditetapkan. Teknologi pengendalian polusi seperti desulfurisasi dan de-NOx harus diimplementasikan untuk mengurangi emisi SO2 dan NOx secara signifikan. Kedua, transisi menuju energi bersih harus dipercepat. Pemerintah perlu mendorong investasi dalam sumber energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan hidro, serta menghentikan pengembangan PLTU batu bara baru. Dengan tindakan tegas dan terarah, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif PLTU batu bara dan menciptakan masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Jangan biarkan masa depan anak cucu kita suram! Bersama-sama, kita bisa menuntut perubahan. Suarakan kepedulianmu, dukung energi bersih, dan setiap kita bisa memiliki kontribusi untuk Indonesia yang lebih baik.
*Tarisha Kahla, S.KM Alumni Prodi Kesehatan Masyarakat (Epidemiologi), FKM UNSRI
**Wulandari Dwi Safitri, S.KL Alumni Prodi Kesehatan Lingkungan, FKM UNSRI
***Sahwan, Yayasan Anak Padi
Referensi:
Greenpeace. (2019). Kita, Batubara dan Polusi Udara. https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2019/02/605d05ed-605d05ed-kita-batubara-dan-polusi-udara.pdf.
Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA). (2023). Dampak Kualitas Udara Kompleks PLTU Suralaya. https://energyandcleanair.org/wp/wp-content/uploads/2023/09/CREA_Banten-Suralaya_HIA_ID_FINAL_09_2023.pdf.
Bahri, S. (2018). Dampak kesehatan dan lingkungan emisi debu dari aktivitas PLTU Karangkandri Cilacap. Ratih: Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau, 3(1), 9.
https://iesr.or.id/kompas-daftar-pltu-batu-bara-dengan-dampak-biaya-kesehatan-tertinggi/