Sumsel Berhasil Kendalikan Inflasi, Catat Deflasi di Juni 2024     

Kantor Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan di Palembang (Istimewa )

PALEMBANG, WongKito.co, - Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada bulan Juni 2024 mengalami deflasi sebesar 0,03% (mtm), menurun dibandingkan bulan Mei 2024 yang mengalami inflasi sebesar 0,06% (mtm). 

Secara tahunan, realisasi inflasi Sumsel tercatat menurun menjadi sebesar 2,48% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 2,98% (yoy). Perkembangan tersebut juga sejalan dengan inflasi nasional yang menurun menjadi sebesar 2,51% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,84% (yoy). 

Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, Ricky P. Gozali, adapun 4 (empat) komoditas utama penyumbang deflasi pada bulan ini adalah bawang merah, tomat, bawang putih, dan daging ayam ras dengan andil pada masing-masing komoditas adalah sebesar -0,20%, -0,08%, -0,05%, dan -0,03% secara berturut-turut (BPS, 2024). 

Baca juga:

Penurunan harga bawang merah terjadi seiring dengan panen dini di daerah sentra yang dilakukan untuk menghindari kerugian lebih lanjut akibat banjir yang melanda beberapa waktu terakhir. Selain itu, penurunan harga tomat didorong oleh dimulainya musim panen yang meningkatkan pasokan di pasar. Adapun perbaikan realisasi impor bawang putih turut menyebabkan penurunan harga komoditas tersebut. Penurunan harga daging ayam ras berlanjut seiring dengan turunnya harga jagung dan Day Old Chicks (DOC).

Ia mengatakan, inflasi Provinsi Sumatera Selatan yang terkendali tidak terlepas dari upaya dan peran aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumsel dalam mengendalikan inflasi melalui strategi 4K; yaitu Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif. TPID Provinsi Sumatera Selatan secara aktif melaksanakan sidak pasar di berbagai daerah di Sumatera Selatan untuk memastikan ketersediaan pasokan di Sumatera Selatan, terutama menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Adha pada 17 Juni 2024. Keterjangkauan harga dan kelancaran distribusi komoditas dilakukan dengan mensinergikan dan mengkoordinasikan berbagai instansi dalam subsidi harga, subsidi angkutan, maupun subsidi operasional lain dalam rangka pelaksanaan pasar murah. 

Pengendalian inflasi juga didukung dengan komunikasi yang efektif melalui publikasi kegiatan pengendalian inflasi, High Level Meeting TPID se-Sumatera Selatan menjelang HBKN Idul Adha 1445 H pada 12 Juni 2024, dan rapat koordinasi TPID dan instansi terkait secara rutin.

Lebih lanjut, pada 14 Juni 2024, telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2024 yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo. Fokus pengendalian inflasi ke depan adalah pada peningkatan pengamanan produksi dan efisiensi rantai pasok dengan strategi sebagai berikut:

Memperkuat produksi pangan melalui optimalisasi pemanfaatan infrastruktur pengairan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, Mengakselerasi penerapan teknologi berbasis riset dalam mendukung digitalisasi pertanian (smart agriculture);

Mendorong investasi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian (hilirasi pangan); Memutakhirkan sistem dan infrastruktur logistik yang terintegrasi guna mendukung kelancaran distribusi dan efisiensi rantai pasok antarderah; dan Memperkuat sinergi dan koordinasi antarlembaga, di tingkat Pusat dan Daerah, untuk mendukung upaya pengendalian inflasi.

Sebagai langkah lanjutan untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi ke depan, ​ Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%. Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, termasuk dalam menjaga aliran modal asing. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran. 

Bagikan

Related Stories