Tahun Depan, Jokowi Setop Ekspor Bauksit dan Tembaga Mentah

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat peresmian Jalan Tol Serang-Panimbang Seksi I pada Selasa, 16 November 2021. (Tangkapan Layar YouTube/TrenAsia.)

JAKARTA – Kembali Presiden Joko Widodo menegaskan akan memberhentikan ekspor bahan mentah produk bauksit dan tembaga mulai tahun depan.

“Ekspor bahan mentah bauksit secara bertahap akan diberhentikan tahun 2022 sedangkan tembaga mentah mulai 2023 seiring kemajuan pembangunan smelter milik PT Freeport Indonesia (PTFI),” kata Presiden pada acara Kompas 100 CEO Forum, Kamis, 18 November 2021.

Dia mengungkapkan nikel pertama sudah, tahun depan mungkin bisa setop bauksit, smelter kita siap, sehingga bisa membuka lapangan kerja. 

Bauksit sudah, tahun depannya lagi kita setop tembaga. Kita ingin nilai tambah, kita ingin ciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, " ujar dia. 

Kepala Negara menegaskan bahwa akan mendorong kebijakan hilirisasi industri mineral dengan membangun smelter. Salah satunya yang sedang didorong adalah pembangunan smelter oleh PTFI di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated  Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur.

Saat pertemuan KTT G20 di Roma Oktober lalu, banyak negara yang menyampaikan opininya mengenai kebijakan pemerintah untuk mengurangi ekspor nikel.

Jokowi kemudian menawarkan opsi untuk melakukan kerja sama barang setengah jadi atau barang jadi dengan negara-negara.

"Mereka mau tidak mau, harus invest di Indonesia atau mau berpartner dengan Indonesia. Pilihannya itu saja," katanya.

Jokowi menjelaskan memperkirakan dengan memberhentikan ekspor nikel, Indonesia bisa mencatat pendapatan hingga US$20 miliar setara Rp284 triliiun pada akhir tahun ini (asumsi Rp14.200 per dolar AsS).

Hingga Oktober 2021, pendapatan dari ekspor produk turunan nikel telah mencapai US$16,5 miliar setara Rp234,3 triliun. Tahun depan, Jokowi menargetkan pendapatan hingga US$35 miliar.

"Akhir tahun saya perkirakan bisa mencapai US$20 miliar, hanya dari kita setop nikel. Perkiraan saya, kalau dia jadi barang-barang yang lain, dia bisa US$35 miliar, hanya dari satu barang. Begitu bauksit juga sama, begitu tembaga juga sama," katanya.

Jokowi menerangkan bahwa dengan memberhentikan ekspor bahan mentah maka neraca perdagangan lebih baik dan defisit transaksi berjalan (CAD) bisa menyusut.

Dengan China, misalnya, ekspor bahan mentah nikel telah membuat defisit perdagangan dengan demikian lebar, meski dalam setahun terakhir telah diperkecil.

Pada tahun 2018, defisit perdagangan mencapai US$4,18 miliar, kemudian pada tahun 2020 menjadi US$7,85 miliar. Tahun ini, defisit perdagangan dengan China berhasil ditekan menjadi US$1,5 miliar.

"Nanti tahun depan, 2022, saya yakin kita sudah plus terhadap surplus perdagangan kita dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok)," papar Jokowi.

Di hadapan para pemimpin perusahaan, Jokowi berharap kerja sama dan dukungan agar bisa menyukseskan program hilirisasi yang dimulai pemerintah.

"Yang penting adalah melakukan hilirisasi, tapi yang lebih penting lagi memang integrasikan ini, nikel terintegrasi dengan tembaga, terintegrasi dengan timah, dengan bauksit," ungkap Jokowi.*

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 19 Nov 2021 

Bagikan

Related Stories