Telusuri Sejarah Perubahan Fungsi Benteng Kuto Besak Palembang

Tembok Benteng Kuto Besak Palembang yang berada di tepian Sungai Musi. (ist/palembang.go.id)

PALEMBANG, WongKito.co - Kawasan Benteng Kuto Besak menjadi destinasi wisata unggulan kota pempek sampai hari ini. Kondisi benteng batu yang berada di tepian Sungai Musi tersebut masih berdiri kokoh dan menjadi landmark Kota Palembang.

Dari catatan Direktori Pariwisata Kemenparekraf, Benteng Kuto Besak mempunyai ukuran panjang 288,75 meter, tinggi 9,99 meter (30 kaki), serta tebal 1,99 meter (60 kaki). Di setiap sudutnya terdapat bastion yang menjadi ciri khas Benteng Kuto Besak.

Di sisi timur, selatan, dan barat terdapat pintu masuk. Gerbang utama yang menghadap ke Sungai Musi disebut lawang kuto dan pintu masuk lainnya disebut lawang buritan.

Awal Mula Sebagai Bangunan Keraton
Menilik dari masa lalunya, Benteng Kuto Besak termasuk bangunan keraton yang bersejarah. Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Palembang palembang.go.id, Benteng Kuto Besak adalah bangunan keraton dari abad ke-18 yang menjadi pusat Kesultanan Palembang.

Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya, yaitu Sultan Muhammad Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.

Sultan Mahmud Bahauddin adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan, ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak.

Perubahan Fungsi Sejak Masa Belanda 
Keraton Kesultanan Palembang mengalami perubahan saat Belanda mendudukinya. Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute, HG Sutan Adil menuliskan di blog kompasiana pada 16 Februari 2023, bahwa fungsi keraton diganti menjadi benteng dengan merubah namanya menjadi Benteng Kuto Besak karena pada saat itu Belanda tidak punya dana untuk membangun sendiri benteng baru mereka.

Dia menjelaskan, isi bangunan keraton dahulunya merupakan bangunan-bangunan khas Palembang yang terdiri dari; Istana Sulatan, Kepuntren beserta kolam pemandian untuk mereka, Gerbang Utama ke Istana, Pasebahan, dan Ruang Menerima Tamu.

“Sayangnya, pada saat Belanda menjadikannya sebagai benteng, semua bangunan yang disebutkan di atas dibakar habis dan diruntuhkan semuanya. Selanjutnya diganti dengan bangunan-bangunan baru dengan gaya art deco untuk kepentingan pemerintahan kolonial, sebagaimana yang dapat dilihat dan tersisa sekarang ini.”

Destinasi Wisata Masih Terbatas
Masyarakat umum belum bisa leluasa untuk masuk ke area dalam benteng. Hak pengelolaan Benteng Kuto Besak diserahkan kepada Kementerian Pertahanan. Benteng saat ini ditempati oleh Kodam II/Sriwijaya sebagai pusat Kesehatan Daerah Militer (Kesdam).

Dilansir dari Antara, legislator Mustafa Kamal menyebut, bahwa hal itu tidak lepas dari sejarah pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, Benteng Kuto Besak difungsikan sebagai benteng pertahanan TNI saat menghadapi penjajahan kolonial. Dengan demikian, pemanfaatannya sebagai destinasi wisata masih terbatas.

Namun demikian, kawasan seputar Benteng Kuto Besak terdapat beberapa destinasi wisata yang bisa dikunjungi. Apalagi penataan kawasan Benteng Kuto Besak mulai dilakukan Pemerintah Kota Palembang dengan membuat turap atau semacam alun-alun tepat di bagian depan benteng, yang kini akrab disebut pelataran BKB.

Awalnya, pembangunan pelataran BKB dimaksudkan untuk mengakomodir aktivitas warga di tepian Sungai Musi. Kini dari pelataran BKB, pengunjung bisa berwisata dan berfoto dengan latar belakang Jembatan Ampera.

Selain pelataran BKB, terdapat Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Museum Monpera, Masjid Agung Palembang, hingga Kantor Ledeng yang kini menjadi kantor Wali Kota. Sejumlah tempat kuliner juga mudah ditemui di seputaran Benteng Kuto Besak Palembang, termasuk kuliner pindang di warung terapung. (*)

Editor: Redaksi Wongkito

Related Stories