Tembus ATH Sebesar Rp14.150 per Saham, Dalang di Balik Lonjakan Saham Amman Mineral (AMMN)

Kegiatan produksi di tambang PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN). (Dok/AMMN)

JAKARTA – Saham pertambangan emas dan tembaga PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) melaju cukup kencang dengan penguatan 100% secara year-to-date. Situasi puncaknya terjadi pada perdagangan Selasa, 29 Mei 2024, di mana nilai emiten menembus all time high (ATH) sebesar Rp14.150 per saham. 

Senior Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama, mengatakan penguatan saham Amman Mineral telah diproyeksikan sejak akhir April 2024, yang dorong beberapa sentimen salah satunya kenaikan harga tembaga yang disebabkan oleh permintaan yang tinggi dari sektor bangunan dan konstruksi di Tiongkok.

“Sejak akhir April 2024, selain dari aspek fundamental, nilai emiten AMMN berada di level Rp8.350 per saham, yang menunjukkan tren bullish (harga saham naik berkelanjutan) dengan target profit di atas 20%,” ungkap Nafan saat dihubungi TrenAsia jejaring WongKito.co, pada Kamis, 30 Mei 2024.  

Baca juga:

Di tengah permintaan tembaga yang berfluktuasi, kata Nafan, sektor bangunan dan konstruksi di Tiongkok mewakili 30% dari total permintaan. Di sisi lain, barang tambang itu juga digunakan dalam produksi kendaraan listrik dan pembangkitan energi terbarukan. 

Nafan mengakui harga tembaga memang masih menghadapi ketidakpastian di tengah beberapa sentimen yang mempengaruhi pasar. Namun, ia meyakini pasca 2024, harga tembaga mungkin mulai naik lebih tinggi dibanding situasi saat ini. 

Kapitalisasi Pasar Loncat

Mirae Asset Sekuritas Indonesia mencatat bahwa pada 23 April 2024, market cap atau kapitalisasi pasar AMMN masih berada di level Rp676,23 triliun. Berkat kenaikan saham yang signifikan, market cap perseroan sempat menembus level psikologis Rp1.000 triliun tatkala harga saham menembus ATH. 

Artinya, dalam kurun waktu kurang dari dua bulan, market cap AMMN melonjak sebesar 47,88%, menjadikannya perusahaan dengan market cap terbesar ketiga di Bursa Efek Indonesia, berada di bawah PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Senada dengan Nafan, analis saham dari Reliance Sekuritas dan Stocknow.id juga mengungkapkan lonjakan saham AMMN didorong oleh permintaan tembaga dan komoditas lain dari Tiongkok, yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga.

Tiongkok sendiri dikabarkan akan meningkatkan industri semi konduktor. Bahkan, dana senilai US$47,5 miliar juga telah disiapkan untuk memuluskan rencana tersebut. Alhasil, ini bisa memberikan keuntungan bagi AMMN. Terlebih, harga acuan tembaga sejak Maret 2024 telah mengalami kenaikan.

Selain itu, aksi beli bersih investor asing yang signifikan sepanjang Mei 2024 terhadap saham AMMN juga mendorong kenaikan nilai emiten tersebut. Dari data perdagangan 20 hari terakhir saja, total investor asing yang memburu saham ini mencapai Rp427,8 miliar. 

Cadangan Tambang AMMN

Data Australasian Joint Ore Reserves Committee, emiten bersandikan AMMN melalui anak usahanya PT Amman Mineral Nusa Tenggara menyimpan cadangan tembaga 17,12 miliar pon dan 23,3 juta ons pada 2022. 

Cadangan barang tambang itu terkandung di tambang Batu Hijau dan proyek eksplorasi tambang Elang di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Tambang Elang sendiri ditargetkan akan beroperasi pada 2031 mendatang. 

Asal tahu saja, tambang Batu Hijau sebetulnya sudah dianggap tidak lagi ekonomis, namun, sejak diambil alih oleh Amman Mineral pada 2016, tambang ini berhasil menerapkan langkah strategis melalui efisiensi operasional.

Sepanjang 2023, emiten yang masih merupakan bagian dari Grup Salim ini mencatatkan produksi tembaga sebesar 312 juta pon, dengan volume penjualan mencapai 304 juta pon. Sementara itu, produksi emas mencapai 463.000 ons, dengan penjualan mencapai 455.000 ons.

Proyeksi Produksi Tahun Ini

Presiden Direktur AMMN, Alexander Ramlie dalam paparan publik perseroan pada 27 Maret 2024, mengungkapkan bahwa Amman Mineral berambisi untuk mencapai target produksi emas sebanyak 1.009.000 ons, tembaga sejumlah 456 juta pon, serta konsentrat seberat 833.000 metrik ton kering

Alex menjelaskan kinerja diarahkan pada volume logam dibandingkan volume konsentrat, lantaran pendapatan AMMN didorong oleh kandungan logam dalam konsentrat. “Target produksi ini akan didorong oleh bijih segar berkadar tinggi dari Fase 7 yang akan ditambang dan diproses,” tuturnya. 

Sebagai informasi, sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, AMMN membukukan laba bersih sebesar US$131 juta di kuartal I 2024. Laba bersih ini turun 27% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$179 juta.

Penurunan laba bersih AMMN tersebut disebabkan oleh peningkatan biaya keuangan dan kewajiban bagi hasil atau IUPK PNBP, yaitu penerimaan negara bukan pajak untuk izin usaha pertambangan khusus. Hal itu juga memicu penurunan margin menjadi 22% di kuartal I-2024 dari tahun sebelumnya 30%.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 30 May 2024 

Bagikan

Related Stories