Ragam
Uji Kesiapsiagaan Hadapi Situasi Genting, Kilang Pertamina Plaju Gelar Simulasi Ancaman Teroris di Dermaga
PALEMBANG, WongKito.co - Suasana mendadak mencekam ketika sirene darurat meraung, menandai dimulainya Table Top Exercise (TTX) International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code di Gedung Aneka Komperta Kilang Pertamina Plaju, Rabu (18/6/2025).
Dalam skenario simulasi keadaan darurat di jetty (dermaga) operasional perusahaan itu, sekelompok penyusup disimulasikan berhasil menyusup dan membawa potensi ancaman terhadap kelangsungan operasional Kilang Pertamina Plaju sebagai salah satu jantung ketahanan energi di Indonesia.
Simulasi ini juga berkolaborasi dengan PT Pertamina Trans Kontinental, Subholding Integrated Marine Logistic (IML) Pertamina yang juga beroperasi di area Plaju, dan menjadi ajang uji coba kesiapsiagaan seluruh elemen keamanan dan operasional di kawasan pelabuhan, termasuk tim tanggap darurat, pengendali komando, dan fungsi komunikasi krisis.
Baca juga:
- Perjalanan Yovie Widianto: Dari Kahitna Kini Jadi Komisaris Pupuk Indonesia
- Lewat Pembiayaan BRI, UMKM Penyuplai MBG Ini Mampu Berdayakan Warga Sekitar
- Harga Emas Antam Hari Ini Turun Lagi Rp6.000 Segram
Dalam simulasi, seolah-olah terjadi situasi menegangkan pada pukul 03.30 WIB, dimana personel keamanan menerima laporan mencurigakan: sebuah kapal kayu tanpa identitas merapat ke MT Belido yang tengah melakukan bongkar muat di Jetty 8.
Dalam hitungan menit, perahu tersebut ternyata membawa komplotan perompak bersenjata api dan tajam yang berhasil naik ke kapal, menyandera seluruh kru, termasuk Nakhoda dan SSO, serta menuntut tebusan sebesar Rp1 miliar.
Situasi memanas ketika para perompak melakukan sabotase dengan menembak selang pemuatan minyak, menyebabkan tumpahan besar di laut, dan melempar bom molotov yang memicu kebakaran hebat di geladak kapal.
Para sandera dalam kepanikan melompat ke laut, beberapa mengalami luka. Di tengah kekacauan, tim tanggap darurat berupaya menenangkan situasi, mengevakuasi korban, dan mengaktifkan seluruh sistem keamanan Level 3.
Klimaks terjadi saat tim gabungan TNI AL dan POLAIRUD melakukan penyergapan di laut, menyelamatkan sandera, dan melumpuhkan perompak dalam kontak tembak. Skenario ini menghadirkan suasana mencekam yang sangat realistis—memastikan bahwa setiap personel siap menghadapi ancaman nyata di fasilitas vital negara.
General Manager PT Kilang Pertamina Internasional RU III Plaju, Hermawan Budiantoro, menyatakan bahwa simulasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk nyata kesiapan menghadapi kemungkinan darurat.
“Ancaman tidak datang dengan pemberitahuan. Karena itu, kesiapsiagaan harus menjadi kebiasaan, bukan reaksi. Lewat latihan ini, Kilang Pertamina Plaju berupaya membangun refleks kolektif dalam menghadapi krisis,” kata Hermawan.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan simulasi ini tidak hanya bergantung pada kesiapan internal, tetapi juga membutuhkan sinergi lintas sektor secara berkelanjutan.
“Untuk itu, kami juga memohon dukungan penuh dari seluruh stakeholder, baik dari pemerintah, TNI Polri, maupun stakeholder lainnya, agar bersama-sama menjaga keamanan dan keberlangsungan operasional Kilang Plaju sebagai bagian dari tulang punggung energi nasional,” lanjutnya.
Kegiatan TTX ISPS Code ini menjadi ajang evaluasi komprehensif atas keandalan sistem keamanan yang diterapkan di pelabuhan kilang—salah satu Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang strategis. Alur komando diuji, koordinasi antar fungsi disimulasikan, dan protokol keamanan diaktivasi dengan presisi tinggi.
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Palembang, Laksamana Pertama TNI Idham Faca, S.T., M.M., M.Tr.Opsla, menegaskan pentingnya menjadikan budaya keamanan sebagai bagian dari karakter kerja di sektor energi dan pelabuhan.
“Ancaman pada pelabuhan Pertamina adalah ancaman pada stabilitas energi nasional. Kita harus membudayakan kesadaran keamanan dalam setiap gerak langkah operasional,” jelasnya.
Sementara Komandan Lanal Palembang, Kolonel Laut (P) Faisal, M.Tr.Hanla., menekankan bahwa ISPS Code merupakan regulasi internasional yang lahir dari kebutuhan mendesak akan sistem keamanan maritim yang solid pasca tragedi 11 September.
“Ancaman terhadap kapal dan pelabuhan adalah ancaman terhadap jantung distribusi negara. Kita tak bisa hanya bergantung pada prosedur kertas—kita harus hidup di dalam kesadaran itu,” ujarnya.
Simulasi ini memperkuat aspek situational awareness dan pengambilan keputusan cepat dalam tekanan tinggi. Seluruh peserta diuji bukan hanya secara teknis, tetapi juga mental dan koordinatif dalam merespons insiden dengan akurasi dan disiplin tinggi.
Selama simulasi, peserta menjalankan skenario darurat dengan penuh konsentrasi: sistem alarm diaktifkan, area sterilisasi ditentukan, komunikasi radio dipenuhi kode perintah cepat, dan personel bergerak sigap menuju titik pengamanan. Setiap detik sangat menentukan.
“Simulasi ini mengajarkan kita bahwa keamanan tidak boleh menunggu. Kecepatan respons dan ketepatan eksekusi adalah kunci utama menjaga aset bangsa,” kata Hermawan.