KabarKito
UU Minerba Disahkan Hari Ini, Simak Kontroversinya!
JAKARTA, WongKito.co - DPR RI telah mengesahkan Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau Minerba menjadi undang-undang (UU) pada Selasa, 18 Februari 2025.
Adapun pengambilan keputusan dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan II tahun sidang 2024-2025 di gedung DPR, Jakarta Pusat. Rapat paripurna ini dipimpin Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir didampingi wakil yang lain, Saan Mustopa dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Rapat juga dihadiri oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, hingga Mensesneg RI Prasetyo Hadi.
"Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU Minerba. Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Adies pada para peserta rapat.
"Setuju," sahut peserta rapat.
Dalam perjalanannya pengesahan ini tidak lepas dari berbagai kontroversi yang menyertainya. Berikut adalah beberapa poin utama yang menjadi sorotan:
Proses Kilat
Awalnya revisi undang-undang ini pertama kali diusulkan oleh Baleg pada 20 Januari 2025, keesokan harinya RUU ini langsung ditetapkan menjadi usulan inisiatif DPR melalui rapat panitia kerja atau panja yang dilaksanakan secara tertutup.
Satu hari berselang tepatnya di 23 Januari 2025 DPR secara resmi menyetujui RUU Minerba dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh wakil ketua DPR Sufmi Dasko Ahmad. Pada Rabu, 12 Februari 2025 Baleg membentuk panitia kerja untuk membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam RUU Minerba yang diserahkan oleh pemerintah dan DPD RI.
Isi DIM RUU Minerba tersebut terdiri dari 256 poin, dengan 104 DIM RUU bersifat tetap, 12 DIM bersifat redaksional, 1 DIM bersifat reposisi, 34 DIM bersifat substansi, 97 DIM bersifat substansi barum dan 8 DIM RUU dihapus.
Kemudian, Panja melakukan pembahasan DIM secara intensif pada 12 hingga 15 Februari 2025 untuk menyempurnakan redaksional pada isi RUU Minerba. Pada 15 Februari 2025, Panja membentuk Tim Perumus atau Tim Sinkronisasi. Kemudian, RUU ini pun disepakati dibawa ke rapat paripurna pada Senin kemarin.
Prioritas Izin Tambang untuk Ormas dan UMKM
Selama perjalanannya RUU Minerba yang menarik atensi publik adalah salah satu poin yang disepakati terkait skema pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Dengan revisi ini, pemberian izin tambang tak hanya berbentuk lelang, melainkan bisa pula diberikan dengan cara prioritas. Lewat perubahan skema tersebut, organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan, pengusaha usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), termasuk koperasi, bisa mendapatkan izin usaha tambang dengan membentuk badan usaha.
Namun menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menegaskan, izin tersebut tidak serta-merta dibalikkan kepada seluruh UMKM. Pemerintah akan memprioritaskan UMKM lokal daerah penghasil tambang.
Padahal di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Hermawati Setyorini mengatakan Revisi Undang-undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), alias revisi UU Minerba hanya menguntungkan perusahaan besar.
"Kami belum pernah dimintai pendapat dan sebenarnya pemberian izin tambang tidak masuk akal untuk kami," katanya pada Jumat, 24 Januari 2025.
Kampus Gagal Kelola Tambang
Sebelumnya dalam pembahasan revisi RUU Minerba, salah satu poinnya memperbolehkan perguruan tinggi atau kampus untuk mengelola tambang. Hal ini langsung membuat heboh masyarakat karena dianggap merusak independensi perguruan tinggi tersebut.
Perguruan tinggi dan UKM mungkin tidak memiliki pengalaman atau keahlian yang memadai dalam sektor ini, yang dapat berdampak negatif pada efisiensi operasional dan keselamatan kerja.
“Bagaimana pemerintah bisa memilih memberikan suatu kewenangan kepada universitas, perguruan tinggi, yang mana harus diberikan kepada ribuan universitas di Indonesia? Ini menimbulkan masalah baru,” jelas Anggota Badan Legislasi DPR RI Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga beberapa waktu lalu.
Namun sebelum disahkan menjadi undang-undang DPR dan pemerintah menyepakati bahwa perguruan tinggi atau kampus hanya sebagai penerima manfaat saja.
Pada implementasinya, kata Bahlil, perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai kewajiban untuk memberikan semacam dana penelitian atau riset kepada kampus. Bahkan, bisa juga memberikan manfaat berupa beasiswa.
Serta kebijakan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) batu bara secara prioritas hanya untuk kepada usaha kecil dan menengah (UKM) di daerah pertambangan itu sendiri.
Tulisan ini telah tayang di Trenasia.com oleh Redaksi pada 18 Feb 2025