Waspadai Monkeypox, Kemenkes minta Lakukan ini

Kemenkes RI Mulai Minta Sektor Kesehatan Mewaspadai Monkeypox, Inilah Hal-hal yang Harus Dilakukan (Freepik.com)

JAKARTA - Monkeypox atau cacar monyet yang kini merebak di dunia, merupakan penyakit virus zoonosis (virus yang ditularkan dari hewan ke manusia) dan dapat sembuh sendiri. Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox yang sering terjadi di Afrika Tengah dan Afrika Barat.

Meskipun demikian,, guna mewaspadai penyeberan cacar monyet (monkeypox), Kemenkes RI telah menerbitkan surat edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit nomor HK.02.02/C/2752/2022 tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Monkeypox di Negara non Endemis.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS mengatakan bahwa penyakit ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 sampai 4 minggu, namun bisa berkembang menjadi berat dan bahkan kematian (tingkat kematian 3–6 %).

“Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut,” katanya di Jakarta, Jumat (27/5), seperti yang dikutip dari laman Sehat Negeriku pada 27 Mei 2022.

Baca Juga:

Sejak tanggal 13 Mei 2022, WHO telah menerima laporan kasus-kasus monkeypox yang berasal dari negara non endemis, dan saat ini telah meluas ke 3 regional WHO yaitu regional Eropa, Amerika dan Western Pacific. Negara non endemis yang telah melaporkan kasus berdasarkan laporan WHO per tanggal 21 Mei 2022 meliputi Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris dan Amerika.

Sejumlah negara endemis monkeypox antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone. Di luar negara itu menjadi negara non endemis.

Oleh karena itu, Kementerian kesehatan RI meminta seluruh jajaran kesehatan dari pusat sampai daerah untuk mewaspadai penyakit tersebut. 

Baca Juga:

Selain itu, kini juga Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan definisi kasus pasien monkeypox yaitu sebagai berikut. 

1. Suspek merupakan orang dengan ruam akut (papula, vesikel dan/atau pustula) yang tidak bisa dijelaskan pada negara non endemis. Orang dalam kategori suspek memiliki satu atau lebih gejala seperti sakit kepala, demam akut di atas 38,5 derajat Celcius, limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening), nyeri otot/myalgia, sakit punggung, dan asthenia (kelemahan tubuh).

2. Probable merupakan seseorang yang memenuhi kriteria suspek dengan kriteria antara lain:

a. Memiliki hubungan epidemiologis (paparan tatap muka, termasuk petugas kesehatan tanpa APD); kontak fisik langsung dengan kulit atau lesi kulit, termasuk kontak seksual; atau kontak dengan benda yang terkontaminasi seperti pakaian, tempat tidur atau peralatan pada kasus probable atau konfirmasi pada 21 hari sebelum timbulnya gejala.

b. Riwayat perjalanan ke negara endemis Monkeypox pada 21 hari sebelum timbulnya gejala.

c. Hasil uji serologis orthopoxvirus menunjukkan positif namun tidak mempunyai riwayat vaksinasi smallpox ataupun infeksi orthopoxvirus.

d. Dirawat di rumah sakit karena penyakitnya.

3. Konfirmasi adalah Kasus suspek dan probable yang dinyatakan positif terinfeksi virus Monkeypox yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium real-time polymerase chain reaction (PCR) dan/atau sekuensing.

4. Discarded merupakan kasus suspek atau probable dengan hasil negatif PCR dan/atau sekuensing Monkeypox.

5. Kontak Erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probabel atau kasus terkonfirmasi monkeypox (sejak mulai gejala sampai dengan keropeng mengelupas/hilang) dan memenuhi salah satu kriteria berikut:

a. Kontak tatap muka (termasuk tenaga kesehatan tanpa menggunakan APD yang sesuai).

b. Kontak fisik langsung termasuk kontak seksual.

c. Kontak dengan barang yang terkontaminasi seperti pakaian, tempat tidur.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Justina Nur Landhiani pada 27 May 2022 

Bagikan

Related Stories