Wujudkan 3 Zero Aids, Sriwijaya Forum Care TB-HIV Perkuat Sinergi

Wujudkan 3 Zero Aids, Sriwijaya Forum Care TB-HIV Perkuat Sinergi (Ist)

PALEMBANG, WongKito.co - Para perwakilan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil di Kota Palembang semangat mengacungkan jari tanda “three zero” ke kamera di akhir pertemuan kelompok kerja Sriwijaya Forum Care TB-HIV di Gardenta Palembang, Selasa (07/05/2024).

“Three Zero adalah slogan dari program penanggulangan HIV/Aids, antara lain zero infeksi baru, zero kematian yang berkaitan dengan HIV/Aids, dan zero stigma dan diskriminasi. Targetnya tercapai di tahun 2030,” jelas Agus Ramdani, tim Sriwijaya Forum Care TB-HIV dari Perhimpunan Konselor VCT HIV (PKVHI) Palembang dibincangi usai pertemuan.

Guna mengejar target tersebut, maka Sriwijaya Forum Care TB-HIV terbentuk di Kota Palembang. Anggotanya terdiri dari 15 komunitas dan organisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu HIV, napza, dan lainnya, serta media.

Baca Juga:

Diakuinya, dengan adanya sinergi dalam forum ini maka kerja-kerja penanggulangan HIV/Aids sangat terbantu dan cakupannya menjadi lebih luas. Mengingat, populasi kunci yang menjadi target capaian cukup banyak dan tersebar.

PKVHI Palembang sendiri selama ini bekerja sama dengan Dinas Kesehatan menggelar pelatihan konselor HIV/Aids bagi tenaga kesehatan di unit layanan kesehatan. “Di sini kami saling bertukar pikiran untuk program penanggulangan HIV/Aids,” ujarnya.

Tim Sriwijaya Forum Care TB-HIV lainnya, Ica mengatakan, kehadiran Kelompok kerja “Districk Task Force” (DTF) atau satuan tugas SFC TB-HIV hari ini menunjukkan bahwa semua organisasi masyarakat sipil yang telibat semakin merapatkan barisan guna memperkuat sinergi dan solidaritas. Mengingat, isu HIV akan menyangkut isu-isu lainnya terutama yang berkaitan dengan anak dan perempuan.

“Dengan semakin erat barisan antar lembaga lintas sektoral ini, tentu kami bisa bersama-sama melaksanakan program penanggulangan HIV/Aids melalui kapasitas dan keahlian di bidang dan lembaga masing-masing,” ungkapnya kepada WongKito.co.

Sriwijaya Forum Care TB-HIV juga mendorong pemerintah daerah ke depannya bisa mandiri dan optimal dalam melaksanakan penanggulangan HIV/Aids, khususnya di jajaran organisasi perangkat daerah (OPD). Hal itu sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah daerah atas ketentuan yang ada. Hanya saja, selama ini kerja penanggulangan HIV/Aids masih tergantung pada dana hibah dari luar negeri atau “global funding”.

“Dalam pemetaan kami, hanya Kecamatan Jakabaring yang sudah memiliki program kerja penanggulangan Aids. Program itu juga menyangkut TB dan Malaria dengan sebutan Satgas ATM,” sebutnya.

Adapun hasil pembahasan kelompok kerja DTF ini, tim masih akan melakukan pemetaan dana, peningkatan kapasitas, hingga memperkuat penjangkauan dan pendampingan populasi kunci ataupun penyintas. Apalagi sejak 1 Maret 2023 telah berlaku terbitnya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor  1 Tahun 2023 tentang Tarif Layanan Kesehatan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Pusat Kesehatan Masyarakat  Palembang.

Dari Perwali tersebut, setiap Puskesmas yang telah berstatus BLUD bisa menerapkan tarif baru kepada pasien, termasuk populasi kunci dan penyintas HIV. Hal ini menjadi catatan tim untuk mengedukasi mereka untuk memiliki KTP dan BPJS Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya.

Dalam pertemuan Kelompok Kerja DTF, Sekretaris Presidium Sriwijaya Forum Care TB-HIV, Tamsil mengatakan, keseriusan kerja penanggulangan HIV/Aids ini ditandai dengan telah terbentuknya presidium. Ketua Yayasan Intan Maharani (YIM), Syahri, terpilih sebagai ketua presidium, lalu dirinya selaku Ketua Indonesia Paralegal Network (IPN) terpilih sebagai sekretaris.

Adapun presidium Sriwijaya Forum Care TB-HV diantaranya adalah Yayasan Intan Maharani, Indonesia Paralegal Network, Sriwijaya Plus, Persatuan Konselor Voluntary HIV Indonesia, Himpunan Waria MKGR Kota Palembang, Yayasan Kharisma, Masyarakat Sehat Sriwijaya, WongKito.co, dan Dompet Dhuafa.

“Forum ini nantinya akan mengeluarkan produk penanggulangan HIV/Aids, salah satunya menghidupkan kembali Komisi Penanggulangan Aids atau KPA. Hal itu berdasarkan pada banyaknya kasus diskriminasi yang terdata,” kata Tamsil.

Baca Juga:

Diberitakan sebelumnya, keberadaan  Komisi Penanggulangan AIDS atau KPA menjadi satu-satunya wakil negara yang seharusnya hadir untuk melakukan penanganan dan penanggulangan HIV /AIDS. Namun, peran strategis KPA harus berakhir, pasca terbitnya Peraturan Presiden (Perpres No 124 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Perpres No 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan Aids Nasional.

Bubarnya KPA nasional diakui berdampak langsung pada KPA di daerah, termasuk Kota Palembang. Dampaknya, program-program yang telah diselenggarakan sejak tahun 2005 untuk mengefektifkan penanggulangan HIV/AIDS  tidak lagi berlangsung optimal.

Di sisi lain, peran KPA terpaksa diambil alih oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil. Tetapi tidak terlibatnya pemerintah membuat penggiat HIV hanya mengantungkan pada kebaikan lembaga donor. (yulia savitri)


Related Stories