Ragam
Simak inilah Hukum Mengeluarkan Zakat Mal dalam Bentuk Barang
Zakat merupakan salah satu kewajiban setiap umat muslim, yang termasuk dalam lima rukun Islam.
Zakat sendiri ada dua, yakni zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap orang muslim yang menemui akhir bulan Ramadhan. Sedangkan zakat mal adalah zakat yang diwajibkan bagi orang muslim yang mempunyai aset yang harus dizakati.
Aset Zakat Aset yang harus dizakati menurut Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain ada delapan:
وَزَكَاة مَال وَهِي وَاجِبَة فِي ثَمَانِيَة أَصْنَاف من أَجنَاس المَال وَهِي الذَّهَب وَالْفِضَّة والزروع وَالنَّخْل وَالْعِنَب وَالْإِبِل وَالْبَقر وَالْغنم وَيجب صرف الزَّكَاة لثمانية أَصْنَاف من طَبَقَات النَّاس وَأما عرُوض التِّجَارَة فَهِيَ ترجع لِلذَّهَبِ وَالْفِضَّة لِأَن زَكَاتهَا تتَعَلَّق بِقِيمَتِهَا
Artinya, “Zakat mal wajib di dalam delapan jenis harta. Yaitu, emas, perak, hasil pertanian, kurma, anggur, unta, sapi, kambing dan wajib disalurkan kepada delapan golongan yang menerima zakat. Adapun barang dagangan (hukumnya) dikembalikan (disamakan) dengan emas dan perak karena zakatnya terkait dengan kalkulasinya.” (Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr], halaman 168).
Alokasi Zakat Mal dan Zakat Fitrah Dua macam zakat di atas mempunyai objek yang sama. Muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) bisa menyalurkan zakatnya kepada badan amil zakat resmi yang telah dibentuk oleh imam (pemimpin negara), atau menyalurkan sendiri kepada mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat) yang telah disebutkan dalam Al-Quran:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya, “Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (para mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana,” (QS At-Taubah: 60).
Dari delapan golongan, mustahiq yang mudah dan paling sering dijumpai di tengah masyarakat adalah para fakir miskin, sehingga tak ayal banyak orang awam yang mengira bahwa zakat itu hanya diberikan kepada fakir miskin.
Mengenai bentuk penyalurannya, bolehkah zakat mal di atas disalurkan kepada mustahiq dalam bentuk barang? Mayoritas ulama Syafi’iyah berpendapat tidak boleh dengan alasan bahwa syariat telah menjelaskan secara jelas (nash) dan spesifik terkait harta zakat yg wajib ditunaikan. Karena itu, tidak boleh mengeluarkan selain yang disebutkan dalam nash syariat.
Pendapat ini juga selaras dengan pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad. Dalam kitab Al-Majmu' Imam An-Nawawi menjelaskan:
فَرْعٌ قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ إخْرَاجُ القيمة في شئ مِنْ الزَّكَوَاتِ. وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَدَاوُد، إلَّا أَنَّ مَالِكًا جَوَّزَ الدَّرَاهِمَ عَنْ الدَّنَانِيرِ وعكسه، وقال أبو حنيفة يجوز. فإذا لَزِمَهُ شَاةٌ فَأَخْرَجَ عَنْهَا دَرَاهِمَ بِقِيمَتِهَا أَوْ اخرج عنها ما له قيمة عنده كالكلب والثياب
Artinya,
“Cabang masalah: Telah kami sebutkan pendapat mazhab kita bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat berupa barang yang seharga dengan kewajiban zakatnya. Pendapat ini selaras dengan pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Dawud. Kecuali Imam Malik yang memperbolehkan mengeluarkan zakat berupa uang dirham dari zakat uang dinar dan sebaliknya.
Sementara Imam Abu Hanifah memperbolehkan mengeluarkan zakat berupa barang yang seharga dengan kewajiban zakat. Karena itu, apabila orang berkewajiban mengeluarkan zakat berupa kambing, maka boleh (menggantinya dengan) mengeluarkan uang dirham yang senilai dengan harga kambing tersebut, atau (menggantinya dengan) mengeluarkan barang yang sesuai dengan harga kambing tersebut seperti anjing atau baju.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Kairo, Al-Muniriyyah: 1344 H], jilid V, halaman 429).
Berbeda dengan tiga mazhab lain, mazhab Hanafi memperbolehkan menunaikan zakat mal dalam bentuk barang. Karena menurut ulama Hanafiyah, penyebutan bentuk harta yang wajib dikeluarkan sebagai zakat dalam nash hadits bertujuan untuk memberi kemudahan kepada para pemilik harta, bukan keharusan untuk mengeluarkan harta-harta tersebut.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mengeluarkan zakat berupa barang tidak diperbolehkan menurut jumhur ulama. Sementara Imam Abu Hanifah memperbolehkannya.(NUOnline)