Aturan Kebijakan Penghapusan Kredit Macet Petani dan Nelayan Digodok Erick Thohir

Selasa, 05 November 2024 08:34 WIB

Penulis:Nila Ertina

Ilustrasi
Ilustrasi (ist)

JAKARTA - Kementerian BUMN tengah menggodok  kebijakan untuk mengakomodir tantangan sektor pertanian dan nelayan lewat penghapusan tagihan kredit macet. Saat ini sedang mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi dasar hukum bagi program hapus tagih kredit bagi pelaku UMKM, khususnya di bank-bank Himpunan Bank Negara (Himbara). 

"Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait hal ini sedang disusun sebagai payung hukum dan yang pasti semangatnya sejalan dengan tujuan untuk memberikan dukungan penuh," kata Menteri BUMN, Erick Thohir,  Senin (4/11/ 2024).

Menurut dia, keputusan ini akan membantu bank-bank BUMN untuk lebih fleksibel dalam mendukung swasembada pangan, program yang menjadi andalan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Sementara Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Sunarso, mengungkap bank-bank BUMN selama ini belum berani melakukan kebijakan hapus tagih kredit UMKM karena adanya aturan yang menganggap langkah tersebut bisa dikategorikan sebagai kerugian negara.

Baca Juga:

Dari sisi perbankan, kebijakan hapus tagih sangat dinantikan, terutama bagi Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), karena dapat memberikan keringanan bagi pelaku UMKM. Keputusan pemerintah yang memberikan izin hapus tagih dianggap penting dalam mendukung sektor UMKM yang masih membutuhkan dukungan untuk bertahan dan tumbuh.

“Sebenarnya kebijakan bahwa bank-bank BUMN boleh melakukan hapus tagih itu sudah ditunggu-tunggu (mengingat) selama ini tidak berani melakukan itu karena masih ada berbagai aturan yang bisa mengkategorikan itu sebagai kerugian negara." terang Sunarso kala Konferensi Pers Kinerja Keuangan BRI Triwulan III-2024, Rabu (30/10/2024).

Persyaratan Hapus Kredit

Hapus tagih kredit ini diharapkan bisa meringankan beban pelaku UMKM yang terdampak kredit macet. Berdasarkan data Kementerian BUMN, nilai kredit macet yang harus diatasi sektor UMKM mencapai Rp 8,7 triliun. Banyak pelaku usaha kecil, terutama petani dan nelayan, yang terkendala oleh kredit macet sehingga sulit kembali menggerakkan usahanya.

Baca Juga:

Penghapusan kredit, bukan berarti jalan instan bagi semua kredit macet. Erick mengusulkan jangka waktu lima tahun sebagai batas waktu kredit yang bisa diputihkan. Pertimbangan ini diambil agar para petani atau pelaku usaha mikro yang benar-benar membutuhkan bantuan dapat terakomodasi.

"Selanjutnya, usulannya, apakah dua tahun atau lima tahun atau sepuluh tahun. Kami mengusulkan, kurang lebih dengan track record lima tahun kalau bisa bukan dua tahun karena kalau dua tahun terlalu cepat," tambah Erick.

Performa Kredit di Indonesia

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,8% secara tahunan (year-on-year) pada akhir 2024. Proyeksi ini didukung oleh peningkatan penyaluran kredit baru yang terlihat pada kuartal III/2024, dengan saldo bersih tertimbang (SBT) mencapai 93,6%, naik dari 89,1% pada kuartal sebelumnya. 

Di sisi lain, rasio kredit bermasalah atau Nonperforming Loan (NPL) gross perbankan tercatat mengalami kenaikan, dari yang tadinya 2,19% pada bulan Desember 2023 menjadi 2,33% pada bulan April 2024, sementara rasio NPL net naik dari 0,71% menjadi 0,81% pada periode yang sama. Kendati demikian, BI menilai rasio NPL ini masih tergolong aman karena tetap berada di bawah batas maksimum NPL sebesar 5%.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 05 Nov 2024