Bagaimana K-Pop Menjadi Pusat Kekuatan Budaya di Kancah Internasional

Minggu, 22 Juni 2025 10:35 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

TXT
Boy Group Korea Selatan TXT. (ist/instagram @txt_bighit)

JAKARTA – K-Pop telah berkembang jauh dari sekadar genre musik yang dulu hanya populer di Korea Selatan, dan kini berhasil menarik perhatian jutaan orang di seluruh dunia. Tak hanya dari segi musik, pengaruhnya juga merambah ke ranah fesyen global, media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X, serta tren, dan diskusi geopolitik.

K-Pop bahkan telah menjadi daya tarik pariwisata, dengan banyak penggemar internasional yang datang ke Korea Selatan untuk menonton konser dan merasakan langsung budaya setempat.

Lonjakan minat global ini telah mengubah K-Pop dari sekadar genre musik menjadi salah satu pendorong utama citra Korea Selatan di kancah internasional.

Gelombang Korea

Pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an, grup seperti TVXQ, H.O.T, dan BoA berhasil meraih popularitas di China dan Jepang berkat citra idol yang dibentuk secara cermat dan koreografi yang terlatih dengan baik. 

Mereka memainkan peran penting dalam membangun fondasi awal dari apa yang kini dikenal sebagai Gelombang Hallyu. Namun, jangkauan mereka masih terbatas secara regional karena kendala bahasa dan belum adanya media sosial yang mendukung penyebaran lebih luas.

Dilansir dari The Teen Mag, gerbang global K-Pop benar-benar terbuka lebar berkat BTS, yang mendefinisikan ulang makna menjadi artis “Asia” di industri musik Barat. Yang membedakan mereka dari idol lainnya adalah kemampuan mereka dalam menyampaikan cerita.

BTS membangun kedekatan dengan penggemar melalui konten langsung di media sosial, serta menyampaikan narasi mereka lewat video dan lirik lagu yang penuh makna. Pada tahun 2018, BTS menjadi grup K-Pop pertama yang berbicara di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam kampanye Love Myself bersama UNICEF.

Kemudian pada 2020, mereka mencatat sejarah sebagai artis Korea pertama yang menempati posisi puncak Billboard Hot 100 lewat lagu Dynamite.

Popularitas global mereka mendorong gelombang awal pariwisata budaya, dengan para ARMY berkunjung ke Korea Selatan untuk melihat langsung lokasi ikonik yang muncul dalam video musik seperti Spring Day, mengunjungi toko pop-up di berbagai pusat perbelanjaan, hingga menjelajahi kampung halaman para member seperti Busan dan Daegu.

Pariwisata dan Budaya

Berdasarkan data dari Korea Foundation for International Cultural Exchange, lebih dari 70% turis asing yang datang ke Korea menyebut K-Pop sebagai salah satu alasan utama kunjungan mereka.

Pemerintah Korea pun memanfaatkan pengaruh yang terus berkembang ini dengan serius, melalui investasi dalam pengalaman budaya berskala global, mendukung festival bertema Hallyu, serta menjalin kerja sama dengan agensi hiburan untuk mempromosikan Korea sebagai destinasi budaya dunia.

Acara seperti KCON, konvensi K-Pop global yang digelar di berbagai kota seperti Abu Dhabi, Los Angeles, Tokyo, Paris, dan kota lainnya memiliki dua tujuan utama. Selain merayakan musik pop khas Korea, ajang ini juga berperan sebagai alat diplomasi budaya (soft power) yang memperkuat citra Korea Selatan sebagai negara yang penuh tren dan kaya akan dinamika budaya.

Selain sektor pariwisata, industri K-Pop juga telah merambah ke berbagai bidang lain seperti kosmetik, fesyen, bahasa, hingga wisata kuliner. Masakan Korea, yang dulunya tergolong niche di dunia Barat, kini semakin populer di kalangan masyarakat umum.

Para penggemar K-Pop kerap mencari makanan yang muncul dalam drama Korea, mukbang para idol, dan acara varietas, yang secara langsung maupun tidak langsung mendorong pertumbuhan restoran Korea di berbagai belahan dunia.

Budaya Fandom dan Kontribusinya

Tentu saja, membahas pengaruh K-Pop akan terasa kurang lengkap tanpa mengakui peran besar para penggemarnya.

Fandom, terutama dalam dunia K-Pop—melampaui hubungan biasa antara konsumen dan produsen. Para penggemar menjalankan berbagai peran, mulai dari menerjemahkan konten, mengkurasi, mempromosikan, hingga mengorganisasi berbagai kegiatan komunitas.

Para penggemar juga berperan sebagai penerjemah, grup seperti BTS, EXO, dan TXT memiliki akun penerjemah khusus di platform seperti X, di mana fanbase mereka menyampaikan pembaruan secara real time.

Mereka sering kali menerjemahkan saat idol K-Pop melakukan siaran langsung di Weverse atau Instagram, maupun selama acara showcase. Pembaruan yang terjadi dari menit ke menit ini memperkuat rasa keterhubungan, dan sering kali hubungan parasosial, yang menjadi ciri khas dalam dunia K-Pop.

Penggemar juga berperan sebagai promotor, mereka memotong cuplikan dari acara realitas yang diikuti oleh idol untuk dijadikan tren viral. Mereka membagikan meme dan menyebarkan lirik lagu, yang kerap menarik perhatian pengguna media sosial yang sebelumnya tidak akrab dengan K-Pop.

Aktivitas ini membantu memperluas jangkauan genre tersebut dan mengubah penonton kasual menjadi pendengar setia.

Sebagai kurator dan penyelenggara, para penggemar mengadakan listening party dan menetapkan target streaming untuk mendorong grup kesayangan mereka meraih pengakuan global. Mereka juga kerap menggalang dana untuk kegiatan amal atas nama idol, serta terlibat dalam berbagai aksi sosial dan gerakan keadilan.

Pada 2020, komunitas penggemar K-Pop di seluruh dunia mengambil alih tagar bernada rasis dengan membanjirinya menggunakan fancam. Peristiwa semacam ini menunjukkan bahwa fandom K-Pop tidak hanya memiliki kekuatan secara komersial, tetapi juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi dan kepedulian terhadap isu-isu politik.

Secara keseluruhan, perkembangan K-Pop mencerminkan dinamika kekuasaan yang terus berubah dalam industri hiburan.

Saat ini, narasi, identitas, makna, dan rasa kebersamaan menjadi sama pentingnya, bahkan mungkin lebih penting, daripada sekadar nilai produksi. Seiring munculnya generasi baru idol K-Pop dan komunitas penggemarnya, pola pertumbuhan budaya pun terus mengalami transformasi.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Distika Safara Setianda pada 21 Juni 2025.