Senin, 18 Oktober 2021 19:56 WIB
Penulis:Nila Ertina
Editor:Nila Ertina
KISAH Azhari (72) sang pembuat kaki dan tangan palsu di Palembang sudah langganan menjadi cerita inspiratif di media massa Sumatera Selatan. Kaki dan tangan palsu diproduksinya untuk menolong sesama penyandang disabilitas diusia senja saat ini dirimu pun tetap memroduksi barang yang tentunya sangat dibutuhkan tersebut.
Namun, tak banyak yang tahu perjuangan Azhari kala menjadi atlet Indonesia peraih medali perak di Paralimpiade Toronto, Kanada tahun 1976.
Azhari menjadi atlet disabilitas bukan karena impiannya.Bisa dibilang sebuah kebetulan yang menjadi takdir. Mimpinya hanya ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Duduk di kursi ruang tengah rumahnya, Azhari mulai menceritakan perjuangan menjadi atlet.
Dahulu, saat masih duduk di bangku sekolah dasar, Azhari rutin mengembala sapi milik tetangganya.
Baca Juga: Karyawan XL Axiata Gelar Aksi Sosial Bedah Rumah, Bangun Jembatan dan Fasilitas Air Bersih
Ia terbiasa berlari ketika menggiring sapi ke kandang. Aktivitas itu, selalu dilakukannya setiap sore hari.
Sebagai penyitas disabilitas sejak lahir, tidak menyurutkan semangat Azhari menjalankan hidup. Diusia 12 tahun, Azhari membulatkan tekad untuk merantau.
Ia meminta izin kepada sang ibunda untuk pergi ke Solo, Jawa Tengah. Sebagai seorang janda, ibunda Azhari berat hati mengizinkan anaknya pergi merantau.
“Mak, aku mau merantau mencari rezeki lebih,” ujar Azhari saat mengingat momen dengan ibunya, Rabu (09/10/2021).
Selepas mendapat restu Ibunda, Azhari berangkat ke Solo dari Surabaya menumpangn kereta Api. Dalam perjalanan, dirinya bertemu seorang ibu yang mengajaknya ngobrol dan akhirnya menawarkan diri untuk mengajak Azhari ikut bersamanya.
Namun ternyata, Azhari diantarkan ke rumah Ketua RT Ibu tersebut. Si ibu berpikir kalau Azhari adalah anak yang terlantar.
Tak banyak bertingkah, Azhari menuruti apa yang dikatakan ketua RT. Dirinya diserahkan ke organisasi orang cacat di Solo.
“Aku gabung di sana, lalu dapat tugas jaga parkir dan jual koran,” kata lelaki kelahiran Sumenep, Madura pada 2 Februari 1949.
Jadi Atlet Lari
Hari-hari ia jalani di hunian itu, hingga akhirnya ada seorang kawan yang mengetahui kalau Azhari memiliki potensi menjadi atlet lari.
Kemudian menawarkan Azhari untuk ikut latihan bersamanya. Tak hanya lari, latihan lembing dan lempar jauh juga dilakukan.
Tahun 1969 Azhari sempat mengikuti Pekan Olahraga (POR) Pentjan dari tanggal 19 – 26 Juli 1969.
Dalam ajang pertandingan tersebut, Ia memperoleh medali emas pertamanya.
Tahun 1973, Azhari pindah ke Palembang Sumatera Selatan, bertepatan dengan pengangkatan dirinya menjadi PNS di salah satu panti sosial.
Kemudian, di tahun 1975 Azhari kembali melakukan aksi atletiknya dalam ajang Pekan Olahraga Penderita Cacat (POR PERCA) yang didirikan oleh Yayasan Pembina Olahraga Penderita Cacat (YPOC) berlangsung di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.
Paralimpiade Toronto, Kanada
Peluang prestasi kembali menyambangi Azhari melalui tawaran dari seorang kawan untuk mengikuti seleksi Paralimpiade Toronto, Kanada.
Keberangkatan Azhari ke Toronto mendapat dukungan dari Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Asnawi Mangku Alam.
“Aku menemui Pak Asnawi dan bilang kalau mau ikut seleksi olimpiade. Akhirnya aku dikasih uang saku sekitar Rp50 ribu seingat aku,” sampainya.
Azhari melakukan proses seleksi ke Jakarta terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan ke Jepang dan diteruskan ke Toronto, Kanada. Paralimpiade Toronto berlangsung pada tahun 1976.
Pada saat itu, Indonesia mengirimkan tujuh atlet untuk berjuang mengharumkan nama bangsa.
Tekanan mental sempat dirasakan Azhari ketika pertandingan lari sprint 100 meter. Sebab tinggi badannya 160 cm. Sementara para peserta lain mempunyai tinggi lebih darinya.
Namun, Ia berusaha menguatkan mental supaya tidak tersungkur lebih dalam.
“Lawan aku itu berat, level dunia. Namun, selagi berusaha dan berdoa, insya Allah. Kalau kata orang Palembang itu, jangan kecik kundu (ciut nyali). Harus percaya diri dan berpikir kalau aku harus menang. Saat waktu start lari jangan sampai mental ciut. Harus siap mental dan fokus ke garis finish,” ucapnya.
Baca Juga:"Lawang Borotan" Dulu Terlupakan kini Jadi Lokasi Swafoto Paling Hit
Usahanya berbuah manis dan menghantarkan pada garis finish melawan Israel, tetapi medali emas belum bisa Azhari dapatkan. Walaupun kalah tipis dari pelari Isarel, dia tetap bangga pada dirinya yang sudah berhasil membawakan medali perak untuk Indonesia.
“Aku bangga waktu itu, olimpiade dunia aku bisa ikut dan juara perak,” kata dia.
Pertandingan berikutnya di tahun 1977 pada ajang Fesfic Games di Australia.
Azhari berhasil meraih dua emas, dua perak dan satu perunggu. Namun, Setelah itu tidak ada lagi pertandingan yang Azhari lakukan, karena dirinya harus dipensiunkan untuk meremajakan atlet-atlet muda Sumsel.
Setelah tidak lagi bertanding, Azhari kembali melakukan aktivitas sebagai PNS di Panti Sosial Bina Daksa Wudi Perkasa di Kota Palembang, serta tetap membuat alat bantu kaki dan tangan palsu untuk para disabilitas.
Kini, di usia senja sebagai pensiunan, Azhari masih memberikan keringatnya untuk para disabilitas yang membutuhkan kaki dan tangan palsu.
Walau tak ada papan nama di depan rumah, tidak sulit untuk menemukan rumah Azhari yang berlokasi di Jalan Jompo, Lorong Gunawan, Sukabangun, Kota Palembang.(Melati)