Kamis, 30 Mei 2024 20:49 WIB
Penulis:Susilawati
PALEMBANG, WongKito.co, - Pemanfaatan energi terbarukan menjadi jalan untuk menurunkan emisi dari sektor energi. Langkah ini akan mencegah kenaikan suhu bumi sehingga dapat mengurangi dampak krisis iklim di masa depan. Namun, penggunaan energi fosil masih mendominasi di Indonesia. Untuk itu, memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang untuk memastikan proses peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan atau transisi energi berjalan lancar dan adil.
Tidak hanya itu, Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai tren transisi energi di berbagai belahan dunia akan memicu penurunan permintaan terhadap batubara Indonesia. Hal ini akan berdampak pada perekonomian daerah yang pendapatannya berasal dari batubara, salah satunya Sumatera Selatan.
IESR mendorong pemerintah Sumatera Selatan untuk mempersiapkan transisi energi berkeadilan melalui transisi energi dan transformasi ekonomi. Upaya ini dilakukan untuk mencegah penurunan pendapatan daerah seiring terjadinya pengurangan permintaan batubara di berbagai belahan dunia.
Baca juga:
Bekerja sama dengan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), IESR menggagas Forum Transisi Energi Provinsi Sumsel (29/5/2024). Acara ini melibatkan perwakilan dari 17 kabupaten dan kota di Sumsel, perguruan tinggi, industri, dan media massa. Melalui forum ini berlangsung dialog dan diskusi demi menyatukan visi dan misi dalam menghadapi transisi energi.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumsel, Hendriansyah, mengungkapkan forum ini menuju langkah penting bagi Sumatera Selatan untuk beralih dari penggunaan energi fosil menuju energi terbarukan. Pihaknya berkomitmen untuk mendukung berbagai inisiatif yang akan mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penggunaan energi bersih.
"Kami mengajak keterlibatan pemerintah kabupaten dan kota dalam menyongsong transisi energi yang tak terelakkan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan dan mengantisipasi dampak transisi energi dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan,' ujarnya.
Berdasarkan data Dinas ESDM Provinsi Sumsel, kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan di Sumsel, hingga 2023, mencapai 989,12 megawatt (MW). Menurut Hendriansyah, Sumatera Selatan mampu mengembangkan dan memanfaatkan energi terbarukan meski wilayahnya sebagai penghasil batubara terbesar di Indonesia.
"Transisi energi bukan hanya tentang perubahan teknologi, tetapi juga tentang perubahan perilaku dan pola pikir. Melalui forum ini, kami berharap dapat menciptakan kesadaran dan komitmen bersama untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan," ujarnya.
Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR, Marlistya Citraningrum memaparkan, transformasi menuju sistem energi dan ekonomi berkelanjutan memerlukan inovasi kebijakan yang berlandas pada kajian ilmiah berbasis data.
"Keberadaan IESR di Sumatera Selatan adalah untuk bekerja secara strategis dengan beragam pemangku kepentingan, melakukan pendampingan teknis dan pengembangan kapasitas, serta membangun jaringan dengan pemerintah maupun non-pemerintah. Kami juga telah melakukan sejumlah penelitian yang dilakukan secara kolaboratif dengan akademisi Universitas Sriwijaya untuk mengkaji tantangan dan peluang transformasi ekonomi di Sumsel, serta membangun Jejaring Jurnalis Transisi Energi (JTE) Sumsel bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang dan Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ)," ungkap Marlistya.
Marlistya juga menekankan bahwa proses transisi energi harus pula dilakukan secara berkeadilan. Menurutnya, mengedepankan kewajiban moral dalam transisi energi, akan dapat memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak yang sama dalam perubahan ini.
“Ada tiga prinsip untuk mewujudkan prinsip keadilan dalam transisi energi. Pertama, keadilan di tingkat lokal, mempertimbangkan pihak yang terdampak dari transisi energi. Kedua, keadilan dari perspektif kewenangan, tentang membangun partisipasi pengambil kebijakan di tingkat yang berbeda sehingga tercipta sinergi dan perencanaan transisi energi yang kontekstual.Ketiga, keadilan dalam jangka panjang yang memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan mengantisipasi dampak perubahan struktur perekonomian pada masyarakat,” tutup Marlistya.