Kerugian Akibat Kerusakan Lingkungan PT Timah Ditaksir Rp 271,06 Triliun

Selasa, 20 Februari 2024 19:27 WIB

Penulis:admin

Editor:admin

Kerugian Akibat Kerusakan Lingkungan PT Timbah Ditaksir Rp 271,06 Triliun
Kerugian Akibat Kerusakan Lingkungan PT Timbah Ditaksir Rp 271,06 Triliun (Ist)

Jakarta, Wongkito.co - PT Timah Tbk melaporkan kerugian akibat kerusakan lingkungan, dan dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dugaan korupsi berlangsung dari tahun 2015-2022 mencapai Rp271,06 triliun. Angka itu diperoleh dari verifikasi lapangan dan pengamatan menggunakan citra satelit mulai 2015 sampai 2022. 

Temuan tersebut diungkap ahli lingkungan hidup Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo. “Kalau semua kawasan hutan dan nonkawasan hutan digabungkan, total kerugian akibat kerusakan yang harus ditanggung negara adalah Rp271.069.688.018.700,” ujar Bambang di Jakarta, dikutip Selasa, 20 Februari 2024. 

Dia membeberkan ada sejumlah tindak pidana yang berujung kerusakan lingkungan merujuk verifikasi dan pengamatan citra satelit. Aktivitas tambang timah oleh PT Timah diketahui dilakukan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.

Bambang mengatakan ada penambahan luas wilayah dalam aktivitas tambang terhitung sejak 2016-2022. "Yang merah-merah ini adalah wilayah IUP dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, warna merah makin besar. Ini contoh saja,” kata dia. 

Baca juga

Menurut Bambang, terdapat IUP di darat seluas 349.653,574 hektare (ha) dari tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung. Adapun total luas galian tambang di tujuh kabupaten tersebut mencapai 170.363,064 ha. Untuk Kabupaten Belitung Timur, luas galian tambang mencapai 43.175,372 ha. Padahal, luas IUP di sana hanya 37.535,452 ha.

Lebih lanjut, Bambang menerangkan dari total 170.363,064 ha luas galian tambang di tujuh kabupaten di Bangka Belitung, sekitar 75.345,751 ha berada di dalam kawasan hutan dan 95.017,313 ha berada di luar kawasan hutan.

Kemudian dari 75.345,751 ha luas galian di dalam kawasan hutan, ada 13.875,295 ha yang berada di hutan lindung; 59.847,252 ha di hutan produksi tetap; 77,830 ha di hutan produksi yang dapat dikonversi; 1.238,917 ha di taman hutan raya, serta 306,456 ha di taman nasional.

Bambang menjelaskan dari 170.363,064 ha luas galian tambang tersebut, hanya 88.900,462 ha yang memiliki IUP tambang. Sebanyak 81.462,602 ha tidak memiliki IUP. Dia mengatakan total luas IUP tambang darat dan laut mencapai 915.854,625 ha. Jumlah tersebut terdiri atas 349.653,574 ha luas IUP tambang darat dan 566.201,08 ha luas IUP tambang laut.

Dari luas IUP tambang di darat tersebut, 123.012,010 ha berada di kawasan hutan. Adapun total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan mencapai Rp157,83 triliun; biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp60,27 triliun; dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 triliun sehingga totalnya Rp 223,36 triliun.

Sementara kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL), yaitu biaya kerugian lingkungan Rp25,87 triliun; biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp6,62 triliun sehingga totalnya Rp47,70 triliun. Artinya, total kerugian akibat kerusakan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun.

Direksi Terjerat Korupsi

Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia baru-baru ini telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan mega korupsi di PT Timah Tbk (TINS). Di antara para tersangka itu ada dua orang direksi yang menjabat selama periode 2016-2021. MRPT alias RZ merupakan Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016 s/d 2021, sementara EE alias EML menjabat Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017 s/d 2018.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengungkapkan potensi kerugian negara akibat kasus ini lebih besar daripada kerugian negara yang timbul dari perkara korupsi lain seperti kasus PT Asabri dan PT Duta Palma. “Kasus ini bukan cuma merugikan keuangan negara, namun juga kerugian perekonomian negara,” ungkap Kuntadi di Kejagung, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024. 

Dalam kasus korupsi PT Asabri, putusan inkrah memunculkan nilai kerugian negara mencapai Rp22,78 triliun. Sedangkan dalam penyidikan korupsi alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma, inkrah dengan nilai kerugian negara mencapai Rp42 triliun.

Sejauh ini Kejagung belum mengungkap secara detail nilai mega korupsi yang melibatkan BUMN pertambangan ini.  Kuntadi menyebut penyidik Kejagung sudah mengantongi dua besaran jumlah uang yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk pada pembukuan 2019 dan 2022 senilai Rp975,5 miliar, dan Rp1,72 triliun. 

“Dua besaran uang tersebut merupakan angka potensi kerugian negara sementara yang sudah ditemukan tim penyidikannya,” katanya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 20 Feb 2024