Selasa, 09 Januari 2024 06:47 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA, WongKito.co - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah berkolabarasi secara lintas sektor sebagai upaya mempercepat penurunan angka pekerja anak yang kini menjadi salah satu isu global.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengungkapkan isu pekerja anak harus ditanggulangi secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Di Indonesia, isu tersebut menjadi bagian integral dari 5 (lima) Arahan Presiden Republik Indonesia kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang keempat, yakni penurunan pekerja anak.
“Penanggulangan permasalahan pekerja anak dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Komitmen yang menjadi cita-cita bersama ini merupakan upaya global yang dibangun sebagai respons atas realitas pekerja anak di dunia yang masih begitu memprihatinkan atas pengaruh dari beragam faktor yang melatarbelakangi. Dibutuhkan suatu gerakan dan komitmen yang terus diakselerasikan dengan melibatkan seluruh pemangu kepentingan untuk penghapusan pekerja anak, khususnya di Indonesia,” kata Nahar dalam siaran pers yang dikutip dari laman resmi Kemen PPPA, Selasa (9/1/2023).
Baca Juga:
Ia menjelaskan pemerintah telah berkomitmen untuk menanggulangi pekerja anak dan menjadi bagian dari negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 138 mengenai Batas Usia Minimum Anak Dibolehkan Bekerja melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 dan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000.
Guna memperkuat komitmen nasional, pemerintah pun mengadopsi substansi dari kedua Konvensi ILO tersebut mengenai Pekerja Anak (PA) dan BPTA ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 trentang Ketenagakerjaan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.
“Upaya penghapusan dan penurunan pekerja anak telah diselenggarakan dan dikembangkan melalui berbagai program dan kegiatan dari mulai advokasi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, penyadaran masyarakat, hingga pengembangan uji coba di berbagai sektor yang kerap didapati adanya pekerja anak, seperti sektor perikanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, trafficking untuk eksploitasi seksual, hingga domestik berupa pekerja rumah tangga anak (PRTA). Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masih tercatat adanya kenaikan jumlah angka pekerja anak dari tahun ke tahun dan sempat menurun pascapandemi COVID-19,” ujar dia.
Nahar menegaskan peningkatan angka pekerja anak dari tahun ke tahun yang termasuk di dalamnya berupa kasus eksploitasi dan BPTA merupakan indikasi bahwa sistem perlindungan terhadap anak masih harus terus diperkuat agar penyadaran, pencegahan, dan penanganan pekerja anak dapat semakin ditingkatkan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statisik (BPS), Indonesia mencatat jumlah pekerja anak pada 2019 sebesar 0,92 juta, 2020 sebesar 1,33 juta, 2021 sebesar 1,05 juta, dan pada 2022 sebesar 1,01 juta. Data tersebut menunjukkan adanya tren kenaikan pada rentang waktu 2020 dampak pandemi COVID-19 dan kembali mengalami penurunan pada 2021. Sepanjang 2019 hingga 2021, proporsi pekerja anak pun lebih banyak terjadi di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan dan sebanyak 22 dari 34 Provinsi di Indonesia memiliki proporsi pekerja anak di atas angka nasional.
“Angka pekerja anak kembali mengalami kenaikan yang cukup drastis saat pandemi dikarenakan guncangan ekonomi pada masyarakat sehingga tidak sedikit anak terpaksa turut membantu orang tua dalam menjalankan usahanya atau bekerja untuk menambah penghasilannya. Hal ini patut menjadi perhatian bersama karena permasalahan pekerja anak, eksploitasi, dan kekerasan terhadap anak ini kerap terjadi pada lapisan masyarakat yang sebagian besar dipengaruhi oleh kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan ekosistem layanan pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, dan kesejahteraan sosial yang belum memadai,” kata Nahar.
Lebih lanjut, Nahar menekankan upaya pencegahan dan penanganan pekerja anak tidak hanya bisa ditangani dari satu sektor semata, tetapi harus menyeluruh pada sektor lainnya yang berkaitan dengan ekosistem pemenuhan hak anak seperti hak pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan perlindungan sosial termasuk hak mendapat perlindungan keamanan jika berkaitan dengan perdagangan orang. Diperlukan pendekatan dari berbagai sisi untuk menanggulangi dan mengintervensi isu tersebut, dan menjadikan Anak Tidak Sekolah (ATS) menjadi prioritas utama untuk dilakukan asesmen terkait kerentanan eksploitasi sebagai pekerja anak.
Sepanjang 2023, Kemen PPPA terus melanjutkan kolaborasi multipihak dan menggandeng lebih banyak kemitraan untuk bersama-sama melakukan intervensi terhadap isu pekerja anak, diantaranya melalui:
1. Program Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA);
2. Penguatan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA);
3. Bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Save The Children, serta berbagai jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dunia usaha pada program Co-Creation merancang program peningkatan status kesejahteraan pada masyarakat kakao di Indonesia;
4. Bekerja sama dengan Kemenko PMK, Bappenas, Kemenaker, dan Jaringan LSM Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK) dalam pelaksanaan Accelerating Collective Child Labour Actions for Impact (ACCLAIM Program) atau Proyek Percepatan Aksi Kolektif Untuk Memperkuat Dampak Penanggulangan Pekerja Anak di sektor pertanian bersama Jaringan PAACLA (Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture);
5. Asesmen kesejahteraan dan pekerja anak pada sektor pertambangan nikel di Kabupaten Morowali bersama Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Indonesia;
6. Bekerja sama dengan beberapa Pemerintah Daerah untuk membuat komitmen dan rencana aksi penurunan pekerja anak
Baca Juga:
7. Melakukan uji coba Panduan Nasional Perlindungan Anak dalam Penanggulangan pekerja Anak Berbasis Masyarakat di Kabupaten Bandung, Kabupaten Serang, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Wonosobo bersama JARAK.
“Di tahun mendatang, kami akan terus berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengentaskan isu pekerja anak, khususnya di sektor pertanian, seperti sawit, kakao, dan tembakau, serta pertambangan yang memiliki dominasi pekerja anak yang cukup besar. Kami pun akan memperkuat implementasi Panduan Nasional Perlindungan Anak dalam Penanggulangan Pekerja Anak Berbasis Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia sehingga dapat segera mewujudkan percepatan Indonesia Bebas Pekerja Anak,” kata dia.(ril)