KAI
Jumat, 05 September 2025 14:16 WIB
Penulis:Nila Ertina
PALEMBANG, WongKito.co - Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) menggelar Live Talkshow bertema "Jurnalisme Warga Menangkap Suara Rentan dalam Isu Transisi Energi yang Berkeadilan" di Radio Sonora Palembang, Rabu (27/8/2025).
Talkshow dipandu host, Achmad Aulia dengan narasumber: Nila Ertina, Koordinator Jurnalis Warga (KJW) PPMN, Sahwan, Ketua Yayasan Anak Padi dan Reza Yuliana, salah seorang jurnalis warga dari wilayah terdampak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Nila menjelaskan bahwa PPMN berdiri sejak tahun 2006 dengan fokus pada isu peningkatan kapasitas jurnalisme warga, kebebasan pers, dan penguatan demokrasi di Indonesia.
Baca Juga:
Keterlibatan PPMN dalam isu PLTU batu bara menurutnya sangat penting karena energi fosil masih mendominasi kebutuhan listrik masyarakat, sementara dampaknya sangat dirasakan langsung oleh warga di tapak, termasuk di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
"Melalui program jurnalisme warga, suara-suara rentan dari masyarakat terdampak bisa tersampaikan ke ruang public," kata dia mengawali talkshow.
Dampak Buruk PLTU
Sedang Sahwan, Ketua Yayasan Anak Padi, memaparkan situasi di sekitar PLTU Keban Agung, Merapi Barat, Kabupaten Lahat.
"PLTU ini mulai dibangun pada 2007 dan beroperasi penuh sejak 2014. Kehadiran PLTU dan lebih dari 12 izin usaha pertambangan (IUP) batu bara telah membawa perubahan besar bagi masyarakat," kata dia.
Ia mengungkapkan warga mengalami masalah kesehatan, lingkungan, hingga penghasilan. Misalnya, para petani di Desa Telatang yang dulu mampu panen hingga 7 kwintal gabah, kini hanya memperoleh sekitar 3 kwintal akibat rusaknya lahan dan sumber air.
Hingga kini menurut Sahwan, pihaknya terus menginventarisir berbagai masalah yang timbul akibat beroperasinya PLTU batu bara, ungkap dia.
Secara khusus dia menjelaskan kehadiran PLTU tentunya tak lepas dari eksploitasi besar-besaran batu bara di wilayah tersebut.
Akibat eksploitasi batu bara, ia menjelaskan kini sebanyak 19 desa di Kecamatan Merapi Barat yang terdampak langsung, dengan total sekitar ribuan kepala keluarga, tambah dia.
Menurut dia, warga yang semula menggantungkan hidup dari bertani, kini banyak yang terpaksa menjadi buruh, sopir angkutan batu bara, hingga pekerja kasar lainnya.
Sementara itu, Sungai Lematang yang dulu menjadi sumber kehidupan, kini tercemar akibat aktivitas tambang dan PLTU.
Perempuan Rentan
Nila menambahkan bahwa perempuan menjadi kelompok paling rentan. Mereka harus menghadapi beban ganda, kehilangan akses air bersih untuk konsumsi dan mencuci serta kebutuhan rumah tangga.
Kondisi ini mempersempit ruang hidup perempuan di tapak dan meningkatkan kerentanan ekonomi rumah tangga, tambah dia.
Sedangkan Reza Yuliana, salah seorang jurnalis warga, bercerita tentang pengalamannya menulis isu lingkungan.
"Kalau lingkungannya kotor, pasti kesehatan juga terganggu. Itu bukan informasi bohong, tapi juga kenyataan yang kami alami sehari-hari," ujarnya.
Baca Juga:
Ia juga menyampaikan rasa bangga karena melalui jurnalisme warga, suara hati masyarakat dapat terdengar luas.
"Program jurnalisme warga mengajarkan kami menulis berita dengan kaidah jurnalistik, 5W+1H dan fakta," kata dia.
Selain itu, program jurnalisme mendorong kesadaran jurnalis warga, lebih peka dan mengetahui masalah yang selama ini dialami masyarakat.
"Kami makin sadar kalua apa yang dialami, seperti anak-anak yang selalu mengalami batuk dan pilek bukan alami, tetapi karena udara dan air tercemar," kata dia lagi.
Masalah Listrik dan Harapan ke Depan
Ironisnya, meskipun PLTU berdiri di Merapi Barat, warga sekitar dan bahkan masyarakat Palembang masih sering mengalami pemadaman listrik tanpa kompensasi. Hal ini merugikan usaha kecil, seperti laundry atau fotokopi yang bergantung pada listrik. Bagi Sahwan, kondisi ini menunjukkan bahwa kehadiran PLTU tidak otomatis membawa kesejahteraan, justru memperdalam ketergantungan dan kerentanan ekonomi.
Jurnalisme warga memainkan peran penting dalam mengangkat suara-suara rentan yang sering terpinggirkan dari wacana besar tentang energi. Harapan masyarakat sederhana: hidup layak, lingkungan sehat, dan energi bersih yang berkeadilan.(*)
2 bulan yang lalu