Rabu, 14 Oktober 2020 02:12 WIB
Penulis:Nila Ertina
"Menulislah apa yang engkau lihat di lingkunganmu karena dengan tulisan itu, orang lain akan tahu lingkunganmu, itu kalimat penyemangatku," kata
Attarhya Rusdi, pemuda Desa Muaramaung Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
Rusdi, pemuda berusia 29 tahun ini biasa dipanggil, sejak tahun 2014 telah terlibat aktif dalam organisasi buruh, setelah berhenti kerja di tambang batubara sampai kini fokus ke lingkungan.
"Saya belajar berorganisasi saat merantau ke Bengkulu dan akhirnya disuruh emak pulang setelah bapak meninggal," tutur dia.
Pemuda yang mengaku belajar menulis dari seorang kawannya, yang berprofesi sebagai jurnalis sesungguhnya seperti kebanyakan pemuda desa di tengah hamparan kekayaan sumber daya alam yang dikeruk atau dieksploitasi perusahaan hanya mengenyam pendidikan formal hingga SMP saja.
Namun, meskipun hanya berpendidikan formal sampai SMP tidak menyurutkan Rusdi untuk belajar dan berorganisasi bahkan agar tetap diakui negara dia mengikuti paket C dan berhasil mendapatkan ijasah setara SMA.
Karena itu, tidak heran di tengah belenggu eksploitasi besar-besaran terhadap kekayaan alam di desa dan kawasan lain yang berdekatan dengan pemukiman mereka, pemuda desa seperti Rusdi ini tetap berupaya mengadvokasi sanak dan saudaranya yang juga terkena imbas penambangan batubara dan operasional PLTU.
Sempat tidak yakin, bisa menang dalam lomba puisi, cerpen dan essay ekologi, Bertema Daya Rusak Pertambangan Batubara dam PLTU bagi Kehidupan di Sumatera Selatan, yang diselenggarakan Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) dan Teater Potlot, tetapi akhirnya diumumkan tulisan berjudul Lumbung Energi Membawa Bencana berhasil menang pada posisi kedua, hasil penjurian editor senior Mongabay.co.id, Sapariah Saturi.
Sedangkan pemenang satunya Ahmad Supardi, "Batubara Mengubur Lahat yang Indah" dan pemenang tiga Maspril Aries "Setelah Satu Abad Batubara di Sumsel" kedua-duanya berprofesi sebagai jurnalis, berbeda dengan Rusdi yang merupakan aktivis lingkungan.
Dalam tulisannya, Rusdi sangat kaya akan data dan fakta mengambarkan bagaimana kondisi Sungai Kungkilan sebagai sumber mata air utama warga di desanya yang sejak 2014 terpaksa ditinggalkan akibat tidak lagi dapat digunakan untuk mandi apalagi di minum.
Penggalan esai tersebut menceritakan tahun 2011 warga yang memanfaat air sungai untuk mandi mengalami penyakit gatal-gatal (penyakit kulit). Namun masih ada sebagian kecil warga yang memanfaat air sungai untuk mandi dengan alasan terpaksa. Tahun 2014 warga desa tidak lagi memanfaatkan Sungai Kungkilan sebagai sumber air bersih, mandi dan mencuci.
Rusaknya Sungai Kungkilan membuat warga mulai berpindah ke Sungai Lematang untuk mandi, mencuci, sedangkan untuk sumber air bersih warga memanfaatkan sumur dan membeli air galon karena sumur sering kekeringan.
Sebelumnya Sungai Kungkilan banyak memberikan manfaat untuk warga Desa Muara Maung dan warga desa lainnya, rusaknya fungsi sungai sebagai sumber air bersih membuat warga yang memanfaatkan sungai tersebut menjadi semakin menderita pasalnya mereka harus membeli air galon untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya.
Bentang Sungai Kungkilan Kini
Adanya aktivitas penambangan batubara di hulu Sungai Kungkilan membuat bentang sungai menjadi rusak serta vegetasi kiri kanan sungai pun ikut rusak akibat dari aktivitas eksploitasi batubara yang dilakukan oleh beberapa perusahanan di hulu sungai.
Berdasarkan hasil ekspedisi Sungai Kungkilan, yang dilakukan oleh tim Gerakkan Pemuda Peduli Ayik Kungkilan (GPPAK), yang dilaksanakan pada tanggal 22, 25 September 2019 dan 20, 21 Oktober 2019.
Mulai dari hulu sungai, tepatnya di pertalangan petani “Macang Manis” yang berjarak sekitar 3 kilometer dari sumber mata air Sungai Kungkilan. Dari ekspedisi ini tim masih menemukan Sungai Kungkilan dalam keadaan bersih dan belum tercemar.
Akan tetapi setelah tim melanjutkan ekspedisi ke hilir sungai, sekitar 2 kilometer tim menemukan Sungai Kungkilan dalam keadaan dangkal dan berlumpur karena tepat di atas bibir sungai terdapat tumpukkan tanah galian (overburden), Di lokasi PT. Karya Kasih Agung (KKA) sepanjang 500 meter.
Tim terus menyusuri sungai dan menemukan Sungai Kungkilan masuk dalam lahan eksploitasi batubara di lokasi PT. Bara Alam Utama (BAU) sepanjang tidak kurang 2 kilometer di titik pertama dan 600 meter di titik kedua. Disini tim juga menemukan badan sungai di pindahkan, tim menduga pemindahan badan sungai untuk kepentingan eksploitasi batubara sepanjang tidak kurang 500 meter, selain itu ada sebuah saluran air dari kolam pengendapan lumpur yang langsung di buang ke sungai. PT. Bara Alam Utama (BAU), memiliki iup seluas 799,6 hektare.
Ekspedisi pun berlanjut dan tim menemukan beberapa parit besar, yang tim duga adalah patahan atau longsornya disposal yang ketika hujan tanah tersebut masuk ke sungai sehingga membuat aliran sungai mendangkal dan berlumpur, serta tidak kurang sepanjang 3km bibir sungai di jadikan tempat menumpuk tanah galian(overburden) oleh PT. Muara Alam Sejahtera ( MAS). PT.MAS sendiri telah beberapa kali memindahkan badan Sungai Kungkilan akibat dari longsornya disposal yang menutupi aliran sungai.
Tim juga menemukan beberapa kolam pengendapan lumpur yang langsung ke sungai. PT. Muara Alam Sejahtera (MAS), memiliki iup seluas 2.821 hektare.
Secara spesifik ekspedisi ini menemukan penyebab rusaknya sungai kungkilan sebagai berikut:
1. Terjadinya perubahan warna air ketika musim kemarau air berwarna hitam kecoklatan berbau dan debit airnya menjadi tidak stabil. Ketika musim hujan debit air lebih besar dan banyak membawa lumpur.
2. Terjadinya pendangkalan sungai Kungkilan akibat lumpur yang terbawa arus pembuangan air Kolam Pengendapan Lumpur (KPL).Serta beberapa patahan disposal perusahaan tambang batu bara yang langsung diatas bibir Sungai Kungkilan.
3. Terjadinya pemindahan badan Sungai Kungkilan yang masuk dalam area eksploitasi perusahaan tambang batubara, serta pemindahan badan sungai Kungkilan akibat pelebaran area disposal perusahaan tambang batubara.
4. Terjadinya penambangan batubara di badan sungai kungkilan.
5. Menurunnya kuantitas biota sungai Kungkilan dan rusaknya vegetasi sungai Kungkilan.(Nila Ertina)