Transformasi Digital
Selasa, 27 Mei 2025 15:34 WIB
Penulis:Nila Ertina
Oleh: Adriansyah, Nanta Saputra, Rani Agustina, Einge Olinvia, Indah Lestari *
Dilema Etika di Era Digital
LAJU perkembangan teknologi digital telah mentransformasi lanskap interaksi sosial manusia secara fundamental.
Jagat maya kini menjelma menjadi arena utama dalam merajut relasi, melangsungkan transaksi ekonomi, hingga membentuk entitas komunitas.
Kendati demikian, kemudahan dan keluasan yang ditawarkan dunia digital acapkali menghadirkan serangkaian tantangan moral yang kompleks.
Gelombang hoaks yang menyesatkan, praktik penipuan daring yang merugikan, retorika ujaran kebencian yang memecah belah, hingga praktik eksploitasi ekonomi berbasis digital menjadi noda dalam gemerlap kemajuan teknologi.
Di tengah pusaran disrupsi digital ini, nilai-nilai luhur muamalah—sebagai fondasi etika interaksi sosial dan ekonomi dalam khazanah ajaran agama—memperoleh urgensi yang semakin signifikan untuk direvitalisasi.
Baca Juga:
Muamalah menekankan esensi kejujuran, keadilan yang imparsial, tanggung jawab yang diemban dengan penuh kesadaran, serta penghargaan timbal balik dalam setiap interaksi. (Surya, 2024) Meskipun berakar kuat dalam tradisi Islam, spirit universalitas nilai-nilai ini melampaui batas-batas agama, resonan dengan prinsip-prinsip etika yang dianut oleh berbagai kepercayaan dan budaya.
Paradoks Digital dan Urgensi Muamalah
Era digital menghadirkan paradoks interaksi yang unik: kedekatan virtual namun seringkali tanpa pertanggungjawaban tatap muka. Anonimitas dan kecepatan interaksi daring memperburuk kerentanan terhadap pelanggaran etika.
Oleh karena itu, imperatif untuk merefleksikan kembali bagaimana kearifan nilai-nilai religius dalam muamalah dapat diimplementasikan secara kontekstual dalam realitas digital saat ini menjadi semakin mendesak.
Lebih jauh lagi, prinsip-prinsip mulia ini berpotensi menjadi kompas moral lintas agama, menuntun umat manusia menuju terciptanya ruang digital yang lebih beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.(Sumber: Internet)
Dalam labirin interaksi digital yang kini kita huni, batas-batas geografis dan temporal seolah sirna.
Komunikasi tidak lagi terikat pada ruang dan waktu; media sosial yang omnipresent, forum daring yang beragam, hingga platform niaga elektronik telah terintegrasi dalam ritme kehidupan kontemporer.
Namun, akselerasi teknologi ini seringkali tidak diimbangi dengan kematangan etika dalam berinteraksi. Di sinilah, relevansi nilai-nilai muamalah kembali mengemuka sebagai solusi etis yang mendasar.
Muamalah, sebagai kerangka konseptual yang menata relasi antar sesama dalam dimensi sosial dan ekonomi, mengedepankan prinsip-prinsip fundamental seperti kejujuran (șidq) yang tak tergoyahkan, keadilan (‘adl) yang merata, amanah (tanggung jawab dan kepercayaan) yang diemban dengan integritas, ihsan (berbuat baik melampaui kewajiban) yang tulus, serta adab (etika dan kesopanan) dalam berucap dan bertindak. (Sitoresmi, 2025).
Meskipun bersumber dari ajaran Islam, resonansi nilai-nilai ini bersifat universal, terpatri dalam berbagai tradisi agama dan kearifan budaya di seluruh penjuru dunia.
Dalam konteks digital, kejujuran menjelma menjadi fondasi krusial dalam setiap transaksi daring. Maraknya kasus penipuan dan manipulasi informasi menjadi bukti nyata betapa rapuhnya interaksi tanpa landasan kejujuran (Kurnawan, 2025). Demikian pula, amanah menemukan relevansinya dalam perlindungan data pribadi dan penyebaran informasi yang akurat dan bertanggung jawab.
Sementara itu, adab dalam berkomunikasi menjadi garda terdepan dalam menjaga kesehatan ruang digital, membentengi dari infiltrasi ujaran kebencian, dan menstimulasi dialog yang konstruktif.
Lebih dari sekadar mentransplantasikan konsep usang ke era modern, muamalah justru menawarkan kerangka etika yang adaptif dan responsif terhadap dinamika unik dunia digital.
Dalam masyarakat global yang semakin terhubung dan plural, muamalah berpotensi menjadi titik temu lintas keyakinan dalam meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil, beradab, dan saling menghormati.
Implementasi Muamalah dalam Setiap Klik dan Interaksi
Dengan demikian, nilai-nilai muamalah tidak kehilangan signifikansinya di era digital; sebaliknya, nilai-nilai ini justru semakin mendesak untuk diinternalisasi sebagai kompas etika dalam membentuk peradaban digital yang berintegritas dan berkeadilan.
Penerapan Prinsip Muamalah dalam Interaksi Sosial Digital:
1. Kejujuran (Şidq) dalam Berkomunikasi: Kejujuran adalah pilar utama muamalah yang menemukan relevansi mendalam dalam lanskap digital.
Di ranah media sosial, komunikasi seringkali terdistorsi oleh ketidaktransparanan atau bahkan diselimuti oleh disinformasi.
Integritas dalam menyampaikan informasi—baik berupa berita, opini, maupun deskripsi produk—harus dijunjung tinggi. Ini berarti menjauhi praktik penyebaran hoaks, menghindari penipuan dengan klaim palsu, serta menjaga validitas konten yang dibagikan.
Sebaliknya, praktik pemasaran digital dan e-commerce yang berlandaskan kejujuran tidak hanya memperkuat kepercayaan konsumen, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya ekosistem pasar yang lebih adil dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, prinsip șidq mengajarkan untuk bertutur kata dan bertindak dengan jujur dalam setiap aspek interaksi sosial digital, baik di platform media sosial maupun dalam transaksi daring.
2. Amanah dalam Pengelolaan Data dan Privasi: Di era digital, pengguna secara rutin mempercayakan data pribadi dan informasi sensitif kepada berbagai platform.
Prinsip amanah, yang menekankan tanggung jawab dalam menjaga kepercayaan, menjadi krusial dalam konteks ini.
Pengelola platform digital dan pemroses data harus menjamin privasi pengguna dengan penuh tanggung jawab, menghindarkan diri dari penyalahgunaan data untuk kepentingan pribadi atau korporasi.
Sebagai contoh, aplikasi atau situs web yang mengumpulkan informasi personal harus transparan mengenai mekanisme penggunaan data tersebut dan memberikan jaminan bahwa data tidak akan dibagikan tanpa persetujuan eksplisit.
Pengguna juga memiliki kewajiban untuk menjaga amanah dalam berbagi informasi, dengan tidak melakukan penipuan atau mengungkapkan informasi pribadi pihak lain tanpa izin yang sah.
3. Keadilan ('Adl) dalam Moderasi Konten: Prinsip keadilan memegang peranan vital dalam dunia digital yang kaya akan keragaman pandangan dan perspektif.
Ketidakadilan dalam pengelolaan konten—seperti diskriminasi terhadap kelompok tertentu, penghapusan konten secara sepihak, atau bias algoritma yang menguntungkan pihak tertentu—seringkali terjadi di dunia maya.
Oleh karena itu, implementasi prinsip ‘adl dalam moderasi konten harus dilakukan dengan seksama dan tanpa diskriminasi. Hal ini tercermin dalam kebijakan platform yang menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan perlindungan hak-hak individu dan kelompok. Misalnya, moderasi harus dilakukan tanpa memandang ras, agama, atau afiliasi politik.
Prinsip ini menyerukan kepada pengelola platform untuk memastikan bahwa setiap suara memiliki kesempatan yang setara untuk didengar, sekaligus mencegah penyebaran ujaran kebencian atau ketidakadilan.
4. Ihsan dalam Etika Komunikasi: Ihsan, yang bermakna melakukan kebaikan yang melampaui kewajiban formal, berfokus pada kualitas relasi sosial yang menghasilkan dampak positif.
Dalam konteks digital, ini diterjemahkan dalam bentuk komunikasi yang empatik dan penuh penghormatan terhadap sesama—meskipun interaksi tidak terjadi secara tatap muka.
Interaksi yang santun, seperti menghindari bahasa kasar, menghargai perbedaan pendapat, serta membangun dialog yang konstruktif, menjadi esensial di era media sosial ini.
Contoh konkret penerapan ihsan adalah dalam forum diskusi atau kolom komentar di media sosial. Menghormati pandangan orang lain, menyampaikan kritik dengan sopan, dan menghindari perdebatan destruktif adalah manifestasi dari berbuat baik di dunia maya.
Bahkan, berbagi informasi yang bermanfaat, menyebarkan pesan positif, atau memberikan dukungan virtual kepada mereka yang membutuhkan merupakan wujud ihsan yang dapat memperbaiki iklim sosial digital.
5. Menjaga Adab dalam Berinteraksi: Prinsip adab, yang mencakup tata krama dan etika dalam berkomunikasi, sangat relevan dalam ruang digital yang seringkali terasa lebih kasar dan impulsif.
Interaksi sosial digital rentan terhadap komunikasi yang tidak terkontrol, seperti ujaran kebencian (hate speech), perilaku trolling, atau komentar negatif yang merusak.
Prinsip adab mendorong kita untuk mempertahankan kesopanan dalam berucap dan bertindak, bahkan ketika kita tidak sepakat atau merasa marah terhadap suatu hal.
Di dunia maya, adab juga berarti menjaga kesantunan dalam menulis pesan, menghindari penggunaan bahasa yang ofensif, serta menghargai waktu dan perspektif orang lain. Dengan memelihara adab, kita turut berkontribusi dalam menciptakan ruang digital yang lebih ramah dan harmonis, yang mengedepankan saling menghargai di tengah perbedaan pandangan.
Implementasi prinsip-prinsip muamalah dalam interaksi sosial digital menjadi semakin krusial seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Kejujuran, amanah, keadilan, ihsan, dan adab bukan hanya relevan dalam hubungan sosial secara umum, tetapi juga memegang peranan penting dalam menjaga keharmonisan dan kualitas interaksi di dunia maya.
Dengan menginternalisasi nilai-nilai tersebut, baik individu maupun platform digital dapat berkontribusi dalam mewujudkan dunia maya yang lebih etis, adil, dan penuh dengan penghargaan terhadap sesama.
Sebagai pengguna dan pembuat kebijakan dalam ekosistem digital, kita memikul tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa dunia maya tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga luhur dalam etika.
Dalam era digital yang serba cepat ini, interaksi sosial telah bertransformasi menjadi ruang yang lebih luas, namun seringkali kurang terkontrol secara etis (Dr. H. Tirtayasa, 2025). Meskipun kemajuan teknologi telah menghadirkan kemudahan dalam berkomunikasi dan bertransaksi, tantangan terkait etika dan nilai-nilai kemanusiaan justru semakin mengemuka.
Baca Juga:
Muamalah, dengan nilai-nilai inti seperti kejujuran, amanah, keadilan, dan adab, menawarkan kerangka etika yang relevan untuk merespons kebutuhan moral dalam kehidupan digital kontemporer.
Mari kita rajut bersama peradaban digital yang lebih berintegritas dan berkeadilan dengan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur muamalah dalam setiap interaksi daring kita. Meskipun tantangan etika di ruang maya tampak kompleks, kearifan universal dari prinsip-prinsip kejujuran, amanah, keadilan, dan adab menawarkan kompas yang jelas.
Saatnya kita melampaui sekadar kemajuan teknologi dan menanamkan kesadaran etika digital, menjadikan setiap klik dan interaksi sebagai kontribusi nyata menuju ruang virtual yang lebih sehat, beradab, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, melintasi batas agama dan budaya.
*Mahasiswa/i Fakultas Ekonomi, Prodi Ilmu Manajemen, Universitas IBA
Referensi
Dr. H. Tirtayasa, S. M. (2025, Mei 26). Pengaruh Algoritma Media Sosial terhadap Pola Keagamaan Digital.
Retrieved from kepripos.id: https://kepripos.id/pengaruh-algoritma-media-sosial-terhadap-pola-keagamaan-digital/
Kurnawan, S. (2025, Februari 16). Kejujuran dalam Era
Digital: Lebih dari Sekadar Tidak Berbohong. Retrieved from Kumparan.com: https://kumparan.com/syamsul-kurniawan-1722434023818908032
Sitoresmi, A. R. (2025, Maret 03). Memahami Tujuan Muamalah dalam Islam: Panduan Lengkapnya. Retrieved from
Liputan 6.com: https://www.liputan6.com/feeds/read/5903796
Surya, A. (2024, November 26). Teladan Kejujuran Rasulullah SAW dalam Transaksi Bisnis: Membangun Kepercayaan dan Meghindari Eksploitasi. Retrieved from Kompasiana: https://www.kompasiana.com/alyshasurya7925/
7 hari yang lalu