Oshikatsu Tahun 2025 Meningkat: Ketika Konsumsi Berbasis Fandom Melonjak

Minggu, 08 Juni 2025 17:31 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

itabaggu
Seorang penggemar yang menghadiri “KCON Japan 2025” memamerkan tas "itabaggu" miliknya yang dihiasi boneka karakter anggota ZEROBASEONE. (ist/Korea Times/Ryu Ho)

JAKARTA, WongKito.co – Meningkatnya pendapatan dan perubahan perilaku sosial di kalangan konsumen muda Jepang memicu lonjakan konsumsi berbasis fandom, yang dikenal dengan istilah oshikatsu. Fenomena ini kini telah menjadi kekuatan besar baik secara budaya maupun ekonomi.

“Saya akhirnya bisa lebih banyak mengeluarkan uang untuk idola favorit saya sekarang karena saya sudah bukan mahasiswa lagi,” ujar Moriyama Yua (nama samaran), seorang pekerja kantoran berusia 23 tahun yang tinggal di Tokyo.

Saat ditemui di pusat konvensi Makuhari Messe di Prefektur Chiba pada 11 Mei dalam acara “CJ KCON Japan 2025,” Moriyama mengungkapkan antusiasmenya untuk memborong berbagai barang dagangan dari grup K-Pop favoritnya, TWS.

Dalam waktu kurang dari satu jam setelah tiba, Moriyama menghabiskan lebih dari 10.000 yen untuk membeli barang-barang bergambar anggota grup idola favoritnya, dan ia melakukannya dengan senang hati tanpa tekanan finansial.

“Berkat TWS, saya senang bekerja. Mereka memberi saya motivasi untuk terus maju,” katanya.

Dilansir dari The Korea Times, di Jepang, jenis pengeluaran ini dikenal dengan istilah oshikatsu, gabungan dari kata “oshi” yang berarti idola atau hal favorit, dan “katsudo” yang berarti aktivitas.

Dulu dianggap sebagai hobi khusus atau bahkan hobi obsesif yang mirip dengan budaya otaku, oshikatsu kini telah menjelma menjadi kekuatan konsumsi utama di kalangan anak muda, terutama generasi Milenial, Gen Z, dan awal generasi Alpha.

Fandom Transparan, Tas Transparan

Para penggemar sering membawa ita-bag—tas jinjing bening yang dipenuhi pin, gantungan kunci, dan foto idola mereka. Istilah ita-bag berasal dari gabungan kata “itai” (menyakitkan) dan “baggu” (tas), yang awalnya menyiratkan bahwa tas tersebut tampak terlalu penuh hiasan hingga dianggap “menyakitkan” untuk dilihat.

Namun kini, ita-bag justru menjadi simbol kebanggaan dan bentuk dedikasi. Para penggemar bahkan saling berlomba memamerkan ita-bag paling mencolok, menjadikannya semacam “mata uang sosial” di dalam komunitas penggemar.

Baca Juga:

Menurut lembaga riset Jepang, Oshikatsu Soken, jumlah orang yang aktif melakukan oshikatsu mencapai sekitar 13,84 juta per Januari 2025, meningkat 2,5 juta dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan tercepat terjadi pada perempuan usia 31 hingga 34 tahun, dengan kenaikan partisipasi sebesar 8,2 poin persentase menjadi 30,4%.

Total pengeluaran tahunan dari seluruh pelaku oshikatsu diperkirakan mencapai 3,5 triliun yen (sekitar 33 triliun won), dengan rata-rata pengeluaran individu sebesar 250.000 yen per tahun. Sekitar 80% responden mengaku menghabiskan lebih banyak uang dibandingkan tahun sebelumnya.

Sebuah laporan dari biro periklanan Hakuhodo menunjukkan bahwa pelaku oshikatsu mengalokasikan 37% dari pendapatan mereka yang dapat dibelanjakan dan 39% waktu luang mereka untuk kegiatan ini.

Lebih Banyak Uang, Lebih Berarti

Kantor Kabinet Jepang mencatat bahwa pekerja di bawah usia 30 tahun mengalami kenaikan gaji sebesar 4,2% tahun lalu—tertinggi dibanding kelompok usia lainnya.

Surat kabar bisnis Nippon Keizai Shimbun (Nikkei) menyebut tren ini sebagai salah satu pendorong berkembangnya budaya oshikatsu, terutama karena sejumlah pegawai baru kini memperoleh gaji awal lebih dari 300.000 yen.

Seorang penggemar pria berusia 20-an mengaku telah menghabiskan 200.000 yen dalam enam bulan untuk permainan dan barang-barang karakter.

Sementara itu, seorang karyawan wanita di tahun ketiganya bekerja mengatakan bahwa ia mengeluarkan sekitar 100.000 yen setiap bulan untuk DVD idola dan boneka idola. Keduanya menyebut kenaikan gaji sebagai alasan utama di balik pengeluaran tersebut.

Baca Juga:

Data survei Nikkei pada Maret menunjukkan bahwa partisipan oshikatsu berusia di bawah 40 tahun menghabiskan sekitar 200.000 yen per tahun, hampir tiga kali lipat dari mereka yang berusia 40-an.

Namun, peningkatan pendapatan bukan satu-satunya faktor. Para peneliti mengungkapkan bahwa media sosial juga memainkan peran penting dalam cara anak muda menjalani aktivitas oshikatsu.

“Para penggemar aktif membagikan acara yang mereka hadiri dan barang-barang yang mereka beli,” ujar peneliti Hirose Ryo dari NLI Research Institute. “Mereka cenderung mencari pengakuan dari orang lain.”

Melampaui Barang

Ekonomi oshikatsu saat ini tidak lagi terbatas pada pembelian merchandise. Para penggemar juga mengeluarkan uang untuk perjalanan, akomodasi, dan makanan.

Natsuo Abe (nama samaran), seorang ibu rumah tangga berusia 30-an dari Fukuoka, melakukan perjalanan oshikatsu selama dua malam ke Chiba demi mendukung grup K-Pop ZEROBASEONE. Ia memperkirakan total pengeluaran sekitar 100.000 yen, mencakup tiket pesawat, penginapan, dan pembelian barang.

Chiaki, penggemar asal Shanghai, datang ke Jepang untuk liburan selama seminggu guna menghadiri acara yang sama. “Saya mulai mengikuti oshikatsu saat tinggal di sini tiga tahun lalu,” ujarnya. “Karena sudah enam bulan sejak kunjungan terakhir, saya juga berencana pergi ke Kyoto dan menginap di penginapan tradisional.”

Seiring meningkatnya perjalanan yang berkaitan dengan fandom, risiko pembatalan juga ikut naik, mendorong munculnya asuransi oshikatsu. Jika konser atau acara penggemar dibatalkan karena cuaca buruk atau artis sakit, penggemar dapat memperoleh penggantian biaya seperti transportasi dan penginapan.

Menurut Oshikoko, lembaga yang memantau tren oshikatsu, sekitar 20% penggemar pernah mengalami pembatalan semacam ini, dan 30% di antaranya mengaku mengalami kerugian hingga 30.000 yen sebagai denda.

Perusahaan asuransi MyInsurance meluncurkan produk asuransi oshikatsu pada 2020, dan sejak itu telah menerbitkan lebih dari 1 juta polis.

Dari Hobi Menjadi Budaya Arus Utama

Perusahaan-perusahaan besar pun mulai ikut ambil bagian. Sejak 2021, perusahaan kereta JR Tokai telah menyediakan paket perjalanan khusus oshikatsu, termasuk kereta api eksklusif bagi penggemar yang menghadiri konser idola.

“Generasi MZ menghargai pembentukan hubungan melalui minat yang sama,” ujar peneliti Hirose.

Kini, JR Tokai menggelar sekitar 100 paket perjalanan oshikatsu setiap tahun, dengan jumlah peserta yang meningkat dua kali lipat menjadi 10.000 orang pada tahun 2024.

Kepala lembaga riset Oshikatsu Soken Dada Natsuho menyatakan, pertumbuhan terbesar berasal dari pria dan wanita usia awal 30-an. “Oshikatsu kini bukan lagi sekadar hobi. Ini adalah identitas budaya dan ekonomi baru,” ungkapnya.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Distika Safara Setianda pada 8 Juni 2025.