Pakar Minta Pemerintah Wujudkan Komitmen Konservasi Air

Senin, 18 Agustus 2025 17:22 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

IMG-20250818-WA0011.jpg
Forum "Konservasi Air dalam Rangka Beradaptasi dengan Perubahan Iklim" di Indowater Expo & Forum 2025, yang digelar Ikatan Alumni Teknik Lingkungan ITB (IATL ITB) dan Napindo di JIExpo Kemayoran, Jumat (15/8). (ist)

JAKARTA, WongKito.co – Konservasi sumber daya air menjadi strategi krusial dalam upaya menjaga ketersediaan air akibat dampak perubahan iklim yang kini menjadi tantangan serius terhadap pengelolaan air.  Karena itu, pemerintah diminta untuk mewujudkan komitmen dalam hal konservasi air demi beradaptasi dengan perubahan iklim.

Pakar Sumber Daya Air, Firdaus Ali mengatakan, krisis iklim sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2018. Namun, langkah konkret pemerintah belum terlihat optimal. 

“Indonesia gagal dalam mencapai target-target yang telah disusun, yang kami ingatkan berkali-kali," ujarnya dalam Forum "Konservasi Air dalam Rangka Beradaptasi dengan Perubahan Iklim" di Indowater Expo & Forum 2025, yang digelar Ikatan Alumni Teknik Lingkungan ITB (IATL ITB) dan Napindo di JIExpo Kemayoran, Jumat (15/8).

Menurutnya, kalau tidak kerja keras, tidak kerja cerdas, tidak mengerahkan semua resources, tidak kolaborasi, maka Indonesia tidak akan bergerak jauh, dan untuk itu, harus ada komitmen kuat dari pemerintah. Sementara terkait anggaran, pemerintah diminta blak-blakan jika memerlukan bantuan.

"Indonesia harus menunjukkan (kalau) kita butuh bantuan (dari) siapa saja, jangan sombong, jangan belagu," seru Firdaus Ali, yang juga menjabat sebagai wakil presiden Asia Water Council.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Dewi Chomistriana mengatakan, persoalan biaya dan kapasitas sumber daya manusia kerap dikeluhkan pemerintah kota/kabupaten dalam hal pengelolaan air. Padahal, ketersediaan air di seluruh Indonesia hingga tahun 2024 mengalami defisit 220,98 meter kubik. 

Khusus air minum, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian PPN/BAPPENAS untuk memudahkan pendanaan. "Ke depan, akan dipisahkan betul alokasi anggaran air minum dan sanitasi sehingga lebih dapat diprioritaskan lagi," jelas Dewi.

Terkait dampak perubahan iklim terhadap pengelolaan sumber daya air, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian PPN/BAPPENAS, Dadang Jainal Mutaqin, mengungkap sejumlah permasalahan yang dihadapi saat ini.

"12,7 juta hektare lahan kritis mengalami penurunan fungsi sebagai pengatur tata air di
Indonesia, 100 juta penduduk dan 325 kabupaten/kota berisiko tinggi terpapar banjir, dan lebih dari 8 juta orang menderita dan mengungsi karena bencana selama tahun 2024," papar Dadang.

Dia melanjutkan, konservasi sumber daya air diperlukan sebagai jawaban untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan mengantisipasi ancaman kondisi krisis air bersih, banjir, ataupun kekeringan akibat peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, serta cuaca ekstrem. Situasi ini tidak hanya mengancam ketahanan air nasional, tetapi juga memperbesar risiko kegagalan pencapaian pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

"Implementasi konservasi sumber daya air yang berhasil memerlukan kolaborasi antar
pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, akademisi, sektor swasta, hingga masyarakat lokal," jelasnya.

Upaya ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 6 tentang air bersih dan sanitasi layak. Akademisi  Universitas Indonesia, Tri Edhi Budhi Soesilo, yang hadir sebagai penanggap dalam forum tersebut, menekankan pentingnya 3K dalam pengelolaan sumber daya air. "Ada 3K yang harus dijaga: Kuantitas, Kualitas, dan Kontinuitas," katanya. 

Budhi mengatakan, kontinuitas menjadi penting, mengingat dari sekian banyak regulasi, implementasinya banyak yang mandeg di tengah jalan. “Tidak perlu menambah regulasi, yang perlu itu adalah diawasi, dikerjakan atau tidak. Yang penting itu regulasinya dikerjakan dengan amanah”. (*)