Panggungharjo: Teladan Desa Inklusif Memberdayakan Difabel Berbasis Komunitas

Jumat, 04 Juli 2025 18:55 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

1750922612153.webp
Pertandingan sepak bola penyandang disabilitas di Desa Panggungharjo, Bantul, DIY. (ist/panggungharjo.desa.id)

JAKARTA, WongKito.co - Siapa bilang penyandang disabilitas tidak bisa berdaya? Desa Panggungharjo di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, membuktikan sebaliknya. Desa ini menjelma sebagai role model desa inklusif yang membuka ruang sebesar-besarnya bagi kaum difabel untuk berkembang dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi, sosial, hingga budaya.

Dengan pendekatan yang tidak hanya menyentuh aspek kesejahteraan, tetapi juga menyentuh akar dari masalah stigma dan diskriminasi, Panggungharjo menjadi cerita sukses pemberdayaan disabilitas yang patut ditiru desa-desa lain di seluruh Indonesia.

Desa yang Menolak Membiarkan Difabel Terpinggirkan

Panggungharjo bukan sekadar desa yang "ramah difabel". Lebih dari itu, desa ini menjadikan inklusi sebagai bagian dari sistem pembangunan. Pemerintah desa sadar bahwa penyandang disabilitas bukan objek belas kasihan, melainkan subjek pembangunan yang punya hak yang sama untuk berdaya dan mandiri.

Salah satu langkah konkret yang luar biasa adalah keberanian desa ini untuk mengalokasikan dana desa khusus untuk penyandang disabilitas. Pada 2021, sekitar Rp200 juta digelontorkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) – dari total Rp5,1 miliar – untuk mendukung difabel di desa mereka. Alokasi ini digunakan untuk dua kategori utama:

  • Difabel dengan ketergantungan tinggi diberikan bantuan tunai rutin setiap bulan.
  • Difabel non-ketergantungan diberikan akses pelatihan kewirausahaan seperti membatik, memasak, dan membuat kerajinan, serta didorong mengelola usaha secara mandiri.

Langkah ini bukan hanya simbolis, tapi menjadi bukti nyata bahwa desa bisa berperan aktif mengangkat martabat warganya yang difabel.

Lahirnya Diff Com: Difabel and Friends Community

Tak berhenti di pendanaan, lahirlah komunitas Diff Com (Difabel and Friends Community). Komunitas ini menjadi ruang kolektif bagi difabel dan masyarakat umum untuk berkumpul, berkesenian, dan memberdayakan diri melalui aktivitas produktif.

Diff Com bukan sekadar komunitas kreatif. Ia adalah wujud nyata gerakan sosial berbasis kesetaraan. Di sinilah warga difabel dilatih mengekspresikan diri lewat musik, teater, dan seni rupa. Beberapa pertunjukan mereka bahkan menarik perhatian lintas komunitas dan akademisi. Dengan seni, stigma runtuh. Dengan seni, keberanian dan harga diri difabel dibangun kembali.

Program Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RSBM)

Pada Juli 2017, Panggungharjo ditunjuk oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dan Korea Disabled people’s Development Institute (KODDI) sebagai desa percontohan dalam proyek "Desa Kreatif" berbasis Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RSBM).

Program ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas penyandang disabilitas secara menyeluruh – dari mental, sosial, hingga ekonomi. Pendekatannya bersifat holistik, tidak hanya memberikan pelatihan, tetapi juga melibatkan keluarga dan lingkungan sekitar untuk ikut serta dalam proses rehabilitasi dan pemberdayaan.

Sejumlah pelatihan seperti menjahit, membuat kerajinan kayu, tata boga, dan batik disediakan. Tak hanya itu, hasil karya para difabel bahkan sudah dipasarkan secara komersial melalui kegiatan pameran lokal dan online, membuka peluang pemasukan yang menjanjikan.

Pembangunan Infrastruktur Ramah Disabilitas

Selain pemberdayaan ekonomi, Panggungharjo juga serius dalam hal aksesibilitas fisik. Beberapa fasilitas desa sudah dirancang agar bisa diakses oleh penyandang disabilitas. Contohnya:

  • Balai latihan kerja dengan jalur akses landai.
  • Kamar mandi khusus difabel.
  • Penataan ruang publik yang mempertimbangkan kebutuhan pengguna kursi roda.

Ini menjadi bukti nyata bahwa inklusi bukan hanya jargon. Panggungharjo sadar bahwa fisik dan fasilitas yang tidak ramah difabel akan menciptakan penghalang partisipasi.

Perdes Difabel: Menuju Legalitas Hak Penyandang Disabilitas

Pada 2021, bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), pemerintah desa dan warga mengikuti pelatihan legal drafting untuk menyusun Peraturan Desa (Perdes) tentang Disabilitas.

Tujuan penyusunan Perdes ini adalah memberikan landasan hukum yang kuat bagi perlindungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas di tingkat desa. Harapannya, seluruh kebijakan, program, dan anggaran desa bisa terus berpihak dan terstruktur, serta menjamin keberlanjutan agenda inklusif desa.

Meski saat itu Perdes masih dalam tahap penyusunan, langkah ini menunjukkan betapa seriusnya desa membangun sistem yang menjamin hak difabel secara formal dan administratif.

Pendampingan Berkelanjutan: Kader RSBM dan Gerakan Warga

Satu hal yang membuat pendekatan Panggungharjo unik adalah semangat gotong royong yang hidup dalam keseharian warganya. Melalui skema RSBM, para kader pendamping disabilitas dibentuk dan diberi pelatihan untuk memahami psikologi, sosial, dan ekonomi difabel.

Pendampingan ini tidak hanya bersifat formal, tapi juga sangat personal. Kader membantu keluarga difabel memahami cara merawat dan memberdayakan anggota keluarga mereka dengan empati dan efektif. Pendampingan juga menjangkau rumah-rumah, memfasilitasi asesmen kebutuhan individu, dan mencocokkan bantuan dengan kebutuhan spesifik.

Pengakuan dan Inspirasi Nasional

Inisiatif luar biasa ini tak luput dari perhatian nasional. Banyak pihak, mulai dari Kementerian Sosial, lembaga donor internasional, hingga akademisi dari berbagai perguruan tinggi, mengunjungi Panggungharjo untuk belajar langsung tentang praktik pemberdayaan difabel berbasis komunitas ini.

Kepala Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi, menyampaikan bahwa pendekatan inklusif yang mereka lakukan bukan semata-mata proyek sosial, tetapi bagian dari visi desa untuk menjadi ruang hidup yang bermartabat bagi semua.

“Kami percaya, setiap manusia punya potensi. Tugas negara – termasuk di level desa – adalah memastikan potensi itu bisa tumbuh. Bukan dengan mengasihani, tapi dengan memberdayakan,” ungkap Wahyudi.

Menuju Desa Tanpa Stigma

Langkah Panggungharjo adalah bukti nyata bahwa inklusi disabilitas bisa dimulai dari tingkat paling dasar: desa. Dengan keberanian alokasi anggaran, pembangunan sistem legal, penguatan komunitas seni, hingga pendampingan berbasis rumah, desa ini menyuarakan satu hal: difabel bukan beban, tapi bagian dari kekuatan masyarakat.

Gerakan ini bukan semata tentang difabel, tapi tentang membangun budaya desa yang lebih adil, setara, dan beradab. Saat banyak tempat masih mendiskusikan "apa itu inklusi", Panggungharjo sudah mempraktikkannya.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 26 Juni 2025.