KabarKito
Gugatan Kabut Asap Ditolak, Belasan Warga Penggugat 3 Perusahaan Kayu Pertimbangkan Banding
PALEMBANG, WongKito.co - Pengadilan Negeri (PN) Palembang menyampaikan tidak menerima gugatan belasan korban kabut asap terhadap tiga perusahaan kayu (PT Bumi Mekar Hijau, PT Bumi Andalas Permai, dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries).
Putusan niet ontvankelijke verklaard (NO) ini diunggah melalui laman e-Court PN Palembang, Kamis (03/07/2025), setelah agenda pembacaan putusan sempat ditunda selama dua pekan sejak 19 Juni 2025 lalu.
Merespon putusan tersebut, elemen masyarakat yang mengatasnamakan diri Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA) menggelar aksi tabur bunga dan menggelar spanduk bertuliskan kekecewaan di depan eks Museum Tekstil Palembang, Jumat (04/07/2025) pagi. Dengan berpakaian serba hitam, para peserta aksi mengisyaratkan gugurnya keadilan bagi korban kabut asap.
“Gugatan warga ditolak, karena itu hari ini kami respon dengan aksi dan pernyataan banding,” ujar Cobra dari Perkumpulan Rawang mewakili ISSPA.
Pihaknya menilai, putusan PN Palembang ini mengabaikan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, serta mengerdilkan ruang perjuangan warga untuk mencari keadilan.
“Di tengah penetapan status siaga darurat asap oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, putusan ini seakan menyanggah komitmen aparat penegak hukum dan pemerintah dalam memerangi karhutla dan kabut asap. Tentunya putusan hakim sangat mengecewakan, tapi ini tidak akan menurunkan semangat kami untuk terus berjuang sampai menang,” ucap Muhkamat Arif, salah satu dari sebelas penggugat.
- NTP Sumsel Juni 2025 Turun Sebesar 2,10 Persen
- Menguat 4 Poin, GOTO dan BUKA Kompak Pimpin Penguatan LQ45
- Rasa Enak dan Lembut, Begini Resep Bolu Tape Singkong
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Belgis Habiba menegaskan, gugatan yang diajukan para korban adalah ekspresi sah warga negara yang dijamin konstitusi dan undang-undang, untuk menuntut pertanggungjawaban atas penderitaan yang mereka alami akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Menurutnya, para penggugat adalah masyarakat yang jelas-jelas terdampak kabut asap akibat kebakaran lahan gambut dari konsesi para tergugat. Mereka telah menanggung kerugian materil dan imateril, dan kini harus menerima kabar buruk yang menyesakkan ini. Adapun penggugat intervensi, yakni Greenpeace, juga berhak menuntut pemulihan lingkungan hidup yang rusak akibat aktivitas pengeringan gambut oleh para tergugat.
"Pengadilan seperti mengabaikan keterangan para saksi dan ahli, serta fakta bahwa bahaya kebakaran lahan gambut dan kabut asap masih mengintai Sumatera Selatan,” kata Belgis dalam keterangannya.
Dia mengatakan, putusan ini dijatuhkan di tengah meningkatnya risiko karhutla, di mana Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan baru saja menetapkan status Siaga Darurat Asap. Dengan tidak menerima gugatan ini, Majelis Hakim justru melemahkan komitmen negara dalam melakukan mitigasi dan menanggulangi krisis asap yang berulang tiap tahun.
Tim kuasa hukum penggugat, Ipan Widodo menyatakan, akan mempelajari putusan resmi yang hingga hari ini belum diterbitkan. Pihaknya tengah mempertimbangkan upaya hukum banding.
“Kami percaya ada hak masyarakat Sumatera Selatan atas udara yang bersih dan sehat yang harus terus diperjuangkan. Jika majelis hakim malah membiarkan perusahaan perkebunan penghasil kabut asap untuk lepas dari tanggung jawab atas kabut asap yang mereka hasilkan, maka dampak buruk kabut asap akan terus menghantui warga Sumatera Selatan,” kata Ipan.
- 11 Fakta Menarik Tentang Gunung Rinjani
- Perempuan Dusun Sei Sembilang Hadapi Dampak Berlapis Perubahan Iklim
- Taman Kota Baturaja: Ruang Kehidupan di Jantung OKU
Dia menjelaskan, merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 tahun 2017, seharusnya putusan Majelis Hakim mencerminkan prinsip penting dalam sistem peradilan: bahwa keadilan substantif, yang berkaitan dengan esensi dan tujuan hukum untuk mewujudkan keadilan sejati bagi masyarakat, harus lebih diutamakan dibanding keadilan formal, yang hanya melihat aturan prosedural atau teknis dalam hukum acara.
Putusan NO ini mengindikasikan krisis keberpihakan yudisial terhadap hak atas lingkungan hidup di tengah darurat iklim. Maka dari itu, (ISSPA) mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk mengevaluasi penanganan gugatan ini dan meningkatkan perhatian terhadap putusan-putusan serupa yang berpotensi memperburuk krisis ekologis nasional. (*)