PLTU Batu Bara: Antara Energi dan Risiko Kesehatan Masyarakat

Selasa, 04 Februari 2025 21:49 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

Ilustrasi
Ilustrasi (Ist)

Oleh : Wulandari Dwi Safitri, Reza Yuliana *

Editor: Najmah, Nila

 

Dua Wajah PLTU Batu Bara


Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara masih menjadi tulang punggung pasokan energi listrik di Indonesia, menyumbang lebih dari 60% kebutuhan listrik nasional. Namun, di balik kontribusinya yang besar, tersimpan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. 

Polusi udara yang dihasilkan oleh PLTU batu bara telah dikaitkan dengan peningkatan kasus penyakit pernapasan, gangguan jantung, bahkan kematian dini. Di tengah urgensi transisi energi global, Komisi VII DPR RI perlu mendorong pemerintah untuk melakukan kajian komprehensif. Tidak hanya dampak lingkungan, tetapi juga implikasi ekonomi dan sosial jika Indonesia mengurangi atau bahkan meninggalkan ketergantungan pada batu bara. Bagaimanapun, batu bara bukan sekadar sumber energi, melainkan juga penopang ribuan lapangan kerja dan pendapatan negara. Lantas, bagaimana Indonesia bisa menyeimbangkan antara kebutuhan energi, perlindungan lingkungan, dan stabilitas ekonomi? Inilah pertanyaan krusial yang menuntut jawaban segera.

Baca Juga:


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh World Health organization (WHO), emisi dari PLTU batu bara mengandung zat berbahaya seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikulat halus (PM2.5). Partikulat halus ini dapat masuk ke dalam sistem pernapasan manusia, meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, dan bahkan kanker paru-paru. Sebuah studi oleh Greenpeace Indonesia menemukan bahwa polusi udara dari PLTU batu bara berkontribusi terhadap ribuan kematian dini setiap tahunnya di Indonesia. Polusi dari PLTU batu bara tidak hanya menyebabkan kematian dini, tapi juga cacat seumur hidup. Universitas Harvard menemukan bahwa paparan jangka panjang terhadap zat-zat berbahaya dari PLTU dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular dan menurunkan kualitas hidup masyarakat secara drastis. Ini adalah warisan buruk yang akan kita tinggalkan untuk generasi penerus.

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral sendiri mengungkapkan bahwa Emisi dari PLTU batu bara juga memiliki kandungan logam berat seperti merkuri dan arsenik yang dapat mencemari atmosfer. 

Selain merusak kualitas udara, polutan ini juga berkontribusi terhadap terjadinya hujan asam yang berdampak buruk pada ekosistem, termasuk degradasi kualitas tanah dan sumber daya air. Selain itu, pembangunan dan operasional PLTU turut mengganggu ekosistem laut dan pesisir, menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perairan dan mengancam keberlanjutan kehidupan laut.

 Penelitian menunjukkan bahwa limbah dan emisi dari PLTU dapat meningkatkan toksisitas bahan pencemar di perairan, yang berdampak negatif pada ekosistem akuatik. Tidak hanya itu, PLTU batu bara juga merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca di Indonesia. Pembakaran batu bara menghasilkan karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global dan pemanasan suhu bumi.


Keberadaan PLTU batu bara tidak hanya merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga membebani perekonomian lokal. Polusi udara dari PLTU memicu peningkatan biaya kesehatan, mengurangi daya beli, dan menurunkan kualitas hidup warga sekitar. Selain itu, kerusakan lingkungan akibat pencemaran udara dan limbah PLTU memerlukan biaya rehabilitasi ekosistem yang besar, yang sering kali tidak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan atau pemerintah. Akibatnya, masyarakat dan pemerintah daerah harus menanggung beban ganda: biaya kesehatan yang membengkak dan pemulihan lingkungan yang mahal. Dampaknya, ekonomi lokal semakin terpuruk, sementara PLTU terus meninggalkan jejak kerusakan yang tak terhindarkan.


Berapa harga yang harus kita bayar untuk listrik dari batu bara? Selain kesehatan dalam berbagai penelitian dan uraian di atas yang terancam, kita juga harus menanggung kerugian ekonomi yang sangat besar. Greenpeace Indonesia mencatat, dampak kesehatan dari PLTU batu bara merugikan Indonesia hingga Rp351 triliun per tahun. Apakah kita rela terus mengorbankan kesehatan dan ekonomi kita demi batu bara?

 

Melirik PLTU Batu Bara  di Sumatera
Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Pulau Sumatera, meskipun krusial dalam memenuhi kebutuhan energi regional, menimbulkan kekhawatiran signifikan terkait dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Studi kasus PLTU Suralaya di Banten, meskipun secara geografis berada di luar Sumatera, memberikan gambaran jelas mengenai potensi dampak lintas batas dari emisi PLTU skala besar terhadap kualitas udara, bahkan hingga ke wilayah Jakarta. Di Sumatera sendiri, PLTU seperti PLTU Ombilin di Sumatera Barat dan PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara menjadi sorotan. Laporan masyarakat sekitar mengindikasikan adanya peningkatan keluhan gangguan pernapasan dan penurunan produktivitas pertanian yang diduga berkaitan dengan paparan abu batu bara. Namun, kajian epidemiologis dan data kuantitatif yang secara komprehensif mengkaji dampak kesehatan spesifik dari PLTU di Sumatera masih terbatas, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami secara komprehensif risiko yang terkait dengan operasional PLTU batu bara di wilayah ini.

 

Efisiensi dan keberlanjutan: Pembelajaran dari praktik terbaik PLTU
Keberhasilan uji coba 100% biomassa cangkang kelapa sawit di PLTU Tembilahan pada tahun 2022 oleh PT PLN (Persero) merupakan langkah awal yang menjanjikan dalam mengurangi ketergantungan pada batu bara. Namun, ketersediaan informasi publik yang terbatas mengenai perkembangan implementasi selanjutnya menimbulkan pertanyaan tentang масштабирование dan keberlanjutan solusi ini. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia memerlukan pendekatan yang transparan dan bertanggung jawab, termasuk memastikan bahwa sumber biomassa diperoleh secara berkelanjutan dan tidak berkontribusi pada deforestasi atau masalah lingkungan lainnya.


Beberapa negara telah bergerak cepat untuk memitigasi dampak buruk PLTU batu bara, menunjukkan komitmen kuat dalam melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Tiongkok, misalnya, telah memimpin dengan menerapkan teknologi "ultra-supercritical" yang mampu memangkas emisi polutan secara drastis, membuktikan bahwa efisiensi dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan].

 Sementara itu, negara-negara Eropa seperti Jerman dan Inggris telah menutup sebagian besar PLTU batu bara mereka, beralih ke energi terbarukan seperti angin dan surya yang lebih ramah lingkungan. Indonesia pun bisa mengambil inspirasi dari langkah-langkah progresif ini. Dengan mengadopsi teknologi hijau dan mempercepat transisi menuju energi bersih, Indonesia tidak hanya bisa mengurangi dampak negatif PLTU batu bara, tetapi juga memposisikan diri sebagai pemain kunci dalam peta energi global yang berkelanjutan.

Kesimpulan


Meskipun PLTU berbahan bakar batu bara masih menjadi tulang punggung kelistrikan di Indonesia, konsekuensi negatifnya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan tidak dapat lagi diabaikan. Kita tidak bisa terus bergantung pada sumber energi kotor yang merugikan kesehatan generasi ini dan generasi mendatang. Oleh karena itu, diperlukan tindakan transformatif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Maka hal yang terpenting yang perlu segera di lakukan oleh pemerintah antara lain adalah: 1). Mempercepat transisi energi yang berkeadilan dengan meningkatkan investasi pada energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, hidro, dan panas bumi dan melibatkan masyarakat.2). Memperketat regulasi emisi PLTU batu bara dan menerapkan carbon pricing untuk mendorong industri beralih ke energi bersih. 3). Memberikan insentif bagi pengembangan teknologi energi terbarukan dan efisiensi energi.

Baca Juga:


Di satu sisi Industri pun perlu memiliki kasadaran dan tanggung jawab bersama untuk mengatasi permasalahan ini. Antara lain dengan melakukan; 1). Berinvestasi dalam teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) untuk mengurangi emisi dari PLTU batubara yang masih beroperasi. 2). Secara bertahap beralih ke sumber energi terbarukan dalam kegiatan operasional. 3) Meningkatkan efisiensi energi untuk mengurangi konsumsi batu bara.
Kita adalah bagian dari solusi. Setiap tindakan kecil yang kita lakukan, dari memilih transportasi umum hingga memilah sampah, berkontribusi pada masa depan energi yang lebih bersih. Mari kita bersatu, sebagai individu, komunitas, dan bangsa, untuk menuntut perubahan. Saatnya kita memilih energi yang tidak hanya menerangi rumah kita, tetapi juga menjaga kesehatan kita dan bumi kita. Jadilah agen perubahan, mulai hari ini.

*Mahasiswa FKM Unsri dan Aktivis Yayasan Anak Padi

Sumber:

 https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ambient-(outdoor)-air-quality-and-health]

 https://www.greenpeace.org/indonesia/publikasi/1223/hasil-penelitian-harvard-ancaman-maut-pltu-batu-bara-indonesia/

https://www.esdm.go.id/id/berita-unit/direktorat-jenderal-ketenagalistrikan/komitmen-pemerintah-indonesia-dalam-penanganan-merkuri-dari-pltu-batubara@

 https://lampung.antaranews.com/berita/292325/greenpeace-pltu-timbulkan-kerugian-kesehatan-rp351-triliun
  https://ekonomi.bisnis.com/read/20171207/44/716259/china-akan-bangun-pembangkit-listrik-efisien-dan-rendah-emisi-di-indonesia