Ekonomi dan UMKM
Peluang Gandeng Bank dan Fintech Terbuka, Kripto Jadi Instrumen Keuangan
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengambil alih pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Langkah ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang mengatur peralihan pengawasan aset kripto ke OJK.
Dengan demikian, aset kripto kini diakui sebagai instrumen keuangan walaupun tidak berstatus sebagai alat transaksi yang resmi di Indonesia sesuai dengan peraturan Bank Indonesia (BI).
Akan tetapi, kini pedagang fisik aset kripto memiliki potensi untuk bekerja sama dengan industri keuangan lainnya seperti perbankan, fintech, dsb.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menegaskan bahwa peralihan ini dilakukan secara bertahap dan sistematis untuk memastikan stabilitas serta kelangsungan industri aset kripto di Indonesia.
Baca juga:
- IHSG pada 04 Februari 2025 Ditutup di 7.073,46
- Dukung Ketahanan Energi Nasional, Kilang Pertamina Plaju Sepanjang 2024 Berhasil Produksi 2.244 Juta Liter Diesel
- OJK Nilai Likuiditas Perbankan Mampu untuk Program 3 Juta Rumah?
"Kami mengapresiasi Bappebti yang telah melakukan proses transisi dengan baik. Dalam tiga minggu sejak peralihan, tidak ada disrupsi yang mengkhawatirkan. Ini menjadi modal awal yang baik untuk masuk ke fase pengembangan dan penguatan aset kripto," ujar Hasan dalam pembukaan Bulan Literasi Kripto (BLK) 2025 di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Tiga Fase Strategis OJK dalam Pengawasan Aset Kripto
OJK membagi proses pengawasan dan pengembangan aset kripto ke dalam tiga fase utama, yaitu fase peralihan, fase pengembangan, dan fase penguatan.
1. Fase Peralihan
Dalam tahap ini, OJK fokus memastikan transisi berjalan lancar tanpa mengganggu keberlanjutan ekosistem aset kripto. Salah satu langkah yang diambil adalah menerbitkan POJK 27 2024, yang mempertahankan sebagian besar regulasi sebelumnya dari Bappebti agar pelaku industri tetap memiliki kepastian hukum.
OJK juga telah menerbitkan surat penegasan perizinan kepada tiga Self-Regulatory Organizations (SRO), yaitu Bursa, Kliring, dan Kustodian, serta 16 penyelenggara perdagangan aset kripto pada 1 Februari 2025. Hasan menegaskan bahwa bagi entitas yang masih dalam proses perizinan di Bappebti, OJK akan melanjutkan prosedurnya tanpa mengulang dari awal.
2. Fase Pengembangan
Setelah peralihan berjalan stabil, OJK akan fokus pada pengembangan regulasi yang dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan industri aset kripto.
"Jika ada regulasi yang perlu disesuaikan untuk membuka peluang pengembangan, tentu akan kami akomodasi. Kami juga akan memastikan integrasi aset kripto dalam sistem keuangan nasional berjalan optimal," kata Hasan.
Dalam tahap ini, OJK akan memfasilitasi penerbitan aturan yang lebih fleksibel bagi industri, baik dalam bentuk regulasi OJK maupun peraturan yang dikeluarkan oleh SRO terkait operasional teknis di bursa, kliring, dan kustodian.
3. Fase Penguatan
Tahap akhir akan berfokus pada penguatan regulasi dan peningkatan kepercayaan investor serta konsumen terhadap industri aset kripto.
"Pada tahap ini, kami harapkan perdagangan aset kripto sudah berjalan normal dan bertumbuh dengan baik. Inovasi produk dan layanan baru juga akan terus didorong agar lebih sesuai dengan kebutuhan pasar," ujar Hasan.
Aset Kripto Berubah Status Menjadi Instrumen Keuangan
Salah satu perubahan mendasar dari peralihan ini adalah perubahan status aset kripto yang sebelumnya dikategorikan sebagai komoditas menjadi bagian dari instrumen keuangan. Perubahan ini diatur dalam Undang-Undang P2SK, yang menjadikan aset kripto sebagai bagian dari sistem jasa keuangan nasional.
Hasan menilai bahwa transformasi ini adalah evolusi penting bagi industri kripto di Indonesia. Dengan status baru ini, aset kripto tidak lagi hanya diperlakukan sebagai barang yang diperdagangkan, tetapi juga sebagai instrumen investasi yang dapat terintegrasi dengan produk keuangan lainnya.
“Kripto tentu tidak hanya dipandang sebagai barang yang diperdagangkan tapi sudah diakui sebagai bagian dari produk dan aset keuangan yang terintegrasi dengan produk dan layanan di sektor jasa keuangan lainnya sehingga kita harus maknai ini sebagai peluang yang berpotensi akan terus memengaruhi berbagai potensi pengembangan ke depannya lalu berbagai sinergi yang bisa kita lakukan dengan seluruh bidang dan sektor jasa keuangan lainnya. Jadi kalau teman-teman sebelumnya mungkin sungkan atau kurang punya kanal-kanal untuk bersinergi dengan perbankan, pasar modal, asuransi dana pensiun, lembaga keuangan non-bank lainnya, maka ayo bersama kami di OJK kita eksplorasi peluang-peluang pengembangan dan sinergi apa yang bisa kita lakukan ke depan,” papar Hasan.
Tantangan dan Harapan bagi Industri Kripto
Meskipun peralihan pengawasan telah berjalan relatif lancar, OJK menyadari bahwa ada tantangan besar yang harus dihadapi dalam membangun ekosistem aset kripto yang lebih aman, transparan, dan berkelanjutan. Salah satunya adalah memastikan kepatuhan pelaku industri terhadap tata kelola yang baik serta manajemen risiko yang ketat.
Hasan menekankan pentingnya peran semua pemangku kepentingan, termasuk asosiasi, SRO, dan para pedagang aset kripto, dalam mendukung ekosistem yang lebih kuat.
"Kami mendorong semua pihak untuk segera beradaptasi dengan regulasi baru. Partisipasi aktif dari industri akan sangat menentukan keberhasilan langkah ini," pungkasnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 04 Feb 2025