BucuKito
Bukit Serelo : Si Menawan yang Terganggu karena Eksploitasi Batu Bara
Oleh: Fathul Salbani Ihsan*
KABUT tipis masih menyelimuti pagi di pedesaan lingkar tambang, di kawasan Merapi, Kabupaten Lahat ketika siluet Bukit Serelo tampak berdiri gagah di kejauhan. Bentuknya yang menyerupai jempol raksasa menjulang ke langit membuat masyarakat setempat menjulukinya “Bukit Telunjuk Tuhan”.
Bagi warga Lahat, Bukit Serelo bukan sekadar bentang alam, ia adalah simbol kebanggaan dan identitas daerah yang bahkan tercantum dalam lambang kabupaten.
Bukit Serelo bukan hanya simbol keindahan, tetapi juga menyimpan kisah panjang yang melekat dalam sejarah dan budaya mereka. Banyak legenda lokal yang lahir dari bentuk unik bukit ini, dipercaya sebagai “penunjuk Tuhan” yang mengingatkan manusia agar selalu menjaga keseimbangan dengan alam. Bukit tersebut juga kerap menjadi latar berbagai kegiatan adat dan ritual masyarakat setempat yang sarat makna spiritual. Bukit Serelo adalah penjaga alam sekaligus saksi bisu perjalanan hidup mereka.
"Saya senang sekali bisa berkunjung kesini, biasanya hanya lihat di Instagram sekarang bisa liat langsung," ungkap Reva salah satu pengunjung dari Palembang, belum lama ini.
Baca Juga:
- Aplikasi BRImo Semakin Diminati, Transaksi Harian Capai Rp25 Triliun
- Saham KDTN dan BAIK Pimpin Top Gainers, IHSG Menguat ke 8.412
- Harga Emas Antam Melonjjak, Cek Daftar Lengkapnya
Namun di balik pesona itu, ancaman kian nyata. Aktivitas tambang batu bara di sekitar kawasan Bukit Serelo mulai meninggalkan jejak yang meresahkan. Debu, suara mesin berat, hingga kerusakan vegetasi menjadi pemandangan baru yang menodai keasrian alam di sekitarnya.
Lubang-lubang tambang terbuka di sekitar kawasan, meninggalkan hamparan tanah gersang dan genangan air berwarna pekat. Setiap kali hujan deras turun, air lumpur mengalir ke sungai-sungai kecil yang melintasi permukiman warga.
Jaga Lanskap Alam
Warga yang bermukim bersebelahan dengan sungai bercerita, disaat musim hujan biasanya terjadi banjir bercampur lumpur, sedangkan musim kemarau air sungai kering.
Di kawasan Bukit Serelo juga terdapat Taman Wisata Alam Isau-Isau yang didalamnya terdapat sekolah gajah Sumatera. Taman ini terletak di kaki Bukit Serelo yang pariwisatanya juga terancam begitu juga dengan keberadaan gajah yang ikut terancam.
“Sayang sekali objek wisata yang harusnya ramai pengunjung malah ramai alat berat,” ujar Jupio pengunjung dari Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).
Dia mengungkapkan rasa kagum melihat bentang alam karya sang pencipta, tetapi di sisi lain, manusia merusak lanskap alam tersebut.

Sementara Ketua Yayasan Anak Padi, Sahwan mengungkapkan akibat aktivitas pertambangan batu bara, akses menuju TWA Isau-Isau rusak dan berdebu.
“TWA ini jadi destinasi wisata edukasi alam yang jadi kebanggaan masyarakat Lahat, tapi semakin kesini semakin memprihatinkan,” kata dia
Kunjungan ke Bukit Serelo bukan sekadar perjalanan wisata, tetapi juga bentuk dukungan nyata bagi warga Lahat yang terus menyuarakan pentingnya menjaga lanskap alam. Dengan datang dan menghargai alamnya, kita ikut menjaga agar si menawan Bukit Serelo tetap berdiri kokoh bukan hanya di foto, tapi juga di hati generasi mendatang.
Baca Juga:
- Fluktuasi Harga Bahan Pangan di Pasar Tradisional Palembang, MBG Disebut jadi Pemicu
- Potret Pekerja Perempuan: Upah Timpang, Rentan Pelecehan, Minim Hak Maternitas
- Cerita Inspiratif UMKM Tekstil Ramah Lingkungan Asal Bekasi Bangkit dari Kegagalan Berkat BRI
Harapan kini tertuju pada pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan agar mampu mengambil keputusan yang bijak menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kelestarian alam. Sebab, menjaga Bukit Serelo berarti menjaga warisan dan masa depan Lahat itu sendiri.
Pemerintah diharapkan tidak menutup mata terhadap ancaman yang kian nyata ini. Sudah saatnya kebijakan yang diambil berpihak pada kelestarian alam, bukan hanya keuntungan sesaat. Bukit Serelo terlalu berharga untuk dibiarkan hilang di balik debu tambang.
Bukit Serelo, si menawan kebanggaan masyarakat Lahat, kini berdiri di persimpangan: antara kelestarian alam dan kepentingan ekonomi. Pertanyaannya, akankah “Telunjuk Tuhan” itu tetap gagah menunjuk ke langit, atau perlahan tenggelam di balik debu tambang?.
*Mahasiswa Prodi Jurnalistik UIN Raden Fatah Palembang, Angkatan 2023

