Ekonomi dan UMKM
2021 Surplus Perdagangan RI Tembus Rp505,72 Triliun, Tertinggi dalam 5 Tahun
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2021 mencatat surplus sebesar US$35,34 miliar setara Rp505,72 triliun (asumsi kurs Rp14.310 per dolar Amerika Serikat). Surplus perdagangan ini merupakan yang tertinggi sejak 2016.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan surplus perdagangan tahun 2021 meningkat 63,46% dibandingkan dengan tahun 2020 yang tercatat sebesar US$21,62 miliar.
"Tren ini bisa terus kita pertahankan sehingga tentu saja berdampak kepada rencana pemerintah terkait pemulihan ekonomi bisa tercapai dengan cepat," kata Margo, dalam konferensi pers, Senin, 17 Januari 2021.
Baca Juga :
- Begini Besarannya, Pertamina Temukan Sumber Migas Baru di Jambi
- Bank Mandiri Sinergikan Layanan dengan InJourney, Dukung Pemulihan Pariwisata
- Siap Tampil Di IIMS 2022, Mobil Cina Chery Balik Lagi Ke Indonesia
Dengan capaian ini, Indonesia kembali mencetak surplus perdagangan dua tahun beruntun. Sebelumnya, defisit perdagangan terjadi dua tahun berturut yakni pada 2018 defisit sebesar US$8,70 miliar dan 2019 menyusut menjadi US$3,59 miliar.
Bahkan, pada 2016, surplus perdagangan Indonesia tercatat hanya mencapai US$9,48 miliar, kemudian pada tahun berikutnya naik tipis menjadi US$11,84 miliar.
"Kalau dibandingkan dengan tahun 2019, bahkan tahun 2016, neraca perdagangan 2021 merupakan yang paling tinggi lima tahun terakhir ini," ungkap Margo.
Ekspor Melonjak
Margo menjelaskan total ekspor Indonesia sepanjang 2021 mencapai US$231,54 miliar, meningkat 41,88% dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar US$163,19 miliar. Jumlah ini terdiri dari ekspor minyak dan gas (migas) sebesar US$12,28 miliar dan ekspor nonmigas mencapai US$219,27 miliar atau naik 41,52% dari tahun 2020.
Sektor penyumbang terbesar terhadap ekspor nonmigas pada tahun lalu adalah industri yang mencapai 76,49%. Industri pengolahan tumbuh 35,11% menjadi US$177,10 miliar dari tahun 2020 sebesar US$131,08 miliar.
Sementara itu, hasil tambang tumbuh 92,15% menjadi US$37,92 miliar dari US$19,73 miliar pada tahun 2020. Kontribusinya mencapai 16,38% terhadap ekspor nonmigas.
Selanjutnya, untuk ekspor pertanian hanya tumbuh 2,85% menjadi US$4,23 miliar dari US$4,11 miliar pada 2020. Kontribusinya hanya 1,83% terhadap ekspor.
Sementara itu, nilai impor selama tahun 2021 mencapai US$196,20 miliar, meningkat 38,59% dari tahun 2020 sebesar US$141,57 miliar. Sedangkan impor nonmigas mencapai US$170,67 miliar, naik 34,05% dibandingkan tahun 2020 sebesar US$127,31 miliar.
Impor terbesar berupa bahan baku penolong senilai US$147,38 miliar meningkat 42,80% dari 103,21 miliar tahun 2020, kemudian barang modal US$28,63 miliar meningkat 20,77% dari 23,70 miliar. Terakhir, impor barang konsumsi mencapai US$20,10 miliar, naik 37,73% dari US$14,66 miliar pada 2020.
"Peran golongan bahan baku penolong sebesar 75,12 persen dari total impor tahun 2021, barang modal 14,59 persen dan konsumsi 10,29 persen," terang Margo.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 17 Jan 2022