Setara
8 Maret Hari Perempuan Sedunia, Simak Inilah Sejarah Pencetus Peringatannya
Hampir semua platform media baik mainstream maupun media sosial mempublikasikan peringatan International Women’s Day atau Hari Perempuan Sedunia 2024 pada Jumat (08/03/2024). Jika Anda perhatikan, tampilan Google di hari yang sama turut merayakannya dengan Google Doodle menarik.
Bahkan, peringatan Hari Perempuan Sedunia ramai diberitakan sejak beberapa hari sebelum hari H oleh kelompok aktivis atau organisasi masyarakat sipil yang beranggotakan feminis, media massa maupun organisasi lainnya.
Lalu, bagaimana sejarah Hari Perempuan Sedunia? Mengapa begitu spesial bagi perempuan hingga dirayakan 8 Maret setiap tahun? Hari Perempuan Sedunia lahir sebagai puncak gerakan para perempuan di New York, Amerika Serikat pada 8 Maret 1857.
Saat itu para buruh perempuan dari pabrik garmen melakukan unjuk rasa turun ke jalan untuk memprotes kondisi buruk yang mereka alami, mulai dari diskriminasi hingga tingkat gaji yang tidak setara dengan buruh laki-laki. Aksi unjuk rasa tersebut mendapat tindakan represif dari pasukan polisi yang menyerang untuk membubarkan para demonstran perempuan.
Baca Juga:
- Puluhan Organisasi Masyarakat Sipil Rayakan Hari Perempuan Internasional, Simak ini Tuntutannya
- Bikin Haru! Lagu Darah Juang Tutup Rangkaian Peluncuran Buku Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran
- Ingin Bukber Menu Internasional dan Potongan Harga 20 Persen di Harper Hotel Palembang, ini Syarat dan Ketentuannya!
Di tahun 1910, Hari Perempuan mulai diselenggarakan semua kaum perempuan sosialis dan feminis di seluruh negara. Beberapa bulan kemudian berbagai delegasi menghadiri penyelenggaraan Kongres Perempuan Sosialis di Kopenhagen dengan niatan untuk mengajukan Hari Perempuan sebagai suatu hari peringatan internasional.
Gagasan Solidaritas Internasional antara kelas pekerja yang tereksploitasi di seluruh dunia sudah lama disepakati sebagai prinsip sosialis, meskipun seringkali tanpa disadari. Saat itu Partai Sosialis Jerman berpengaruh besar pada gerakan sosialis internasional dan partai itu telah sering memperjuangkan dan mengadvokasi hak-hak perempuan termasuk tokoh-tokoh pemimpin seperti Clara Zetkin.
Konferensi tersebut berhasil dilaksanakan dengan dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara yang mewakili Serikat-Serikat Buruh, Partai-Partai Sosialis, Kelompok-Kelompok Perempuan Pekerja, dan termasuk tiga perempuan pertama yang terpilih dalam Parlemen Finlandia, yang mana semuanya menyambut saran Clara Zetkin dengan persetujuan bulat sehingga sebagai hasilnya dicapailah kesepakatan untuk Hari Perempuan Internasional.
Kemenangan penentuan hari perempuan internasional belumlah menjadi kemenangan sepenuhnya bagi perempuan yakni terbebas dari penindasan. Pun begitu sampai dengan hari ini, diskriminasi, eksploitasi, tindak kekerasan, dan segala bentuk penindasan lainnya masih membelenggu perempuan, terlebih perempuan miskin dan disabilitas.
Masih Minim Perlindungan Perempuan
Berdasarkan Catatan Tahunan dari Komnas Perempuan tahun 2023, diketahui masih minimnya perlindungan dan pemulihan. Selama 21 tahun memperlihatkan bahwa jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus kekerasan berbasis gender terus bertambah setiap tahunnya.
Sebanyak 339.782 dari total pengaduan tersebut adalah kekerasan berbasis gender (KBG), yang 3.442 di antaranya diadukan ke Komnas Perempuan. Kekerasan di ranah personal masih mendominasi pelaporan kasus KBG, yaitu 99% atau 336.804 kasus.
Pada pengaduan di Komnas Perempuan, kasus di ranah personal mencapai 61% atau 2.098 kasus. Untuk kasus di ranah publik, tercatat total 2.978 kasus dimana 1.276 di antaranya dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Sementara itu, kasus kekerasan di ranah negara hanya ditemukan di Komnas Perempuan, dengan peningkatan hampir 2 kali lipat, dari 38 kasus di 2021 menjadi 68 kasus di 2022.
Adapun catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumatera Selatan (Sumsel) diketahui, ada 408 kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Sumsel selama 2022. Jumlah korbannya mencapai 449 orang. Dari 408 kasus kekerasan di Sumsel, yang paling banyak terjadi di Palembang yakni 59 kasus dengan kasus terbanyak adalah kekerasan seksual.
Disusul Kabupaten Lahat 51 kasus, Ogan Ilir 46 kasus, Musi Rawas 39, Pagaralam 36, Banyuasin 31, Ogan Komering Ilir 31, Ogan Komering Ulu 29. Kemudian, Muara Enim 24, Empat Lawang 15, Prabumulih 14, PALI 14, Musi Rawas Utara 7, Lubuklinggau 4, Musi Banyuasin 3, Ogan Komering Ulu Selatan 3, dan Ogan Komering Ulu Timur 2.
Sedangkan untuk jumlah korban 449 orang terbanyak dialami oleh anak perempuan dengan jumlah 219 orang, anak laki-laki 73 orang, laki-laki dewasa 3 orang dan perempuan dewasa 154 orang. Dari data yang diterima detikSumbagsel per semester, tercatat jumlah kekerasan di Sumsel dari Januari sampai Juli 2023 ada 376 orang, terdiri dari perempuan 111 orang, anak perempuan 202 orang, dan anak laki-laki 63 orang.
Perwakilan Solidaritas Perempuan Palembang, Yui Zahana menyebut, dalam kehidupan sosial setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya, serta berhak baik secara individu ataupun secara kolektif untuk ikut membangun masyarakat, bangsa dan negara. Negara juga mengatur setiap warganya memiliki kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
“Hal itu berarti bahwa semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan memiliki posisi yang sama dalam semua lini kehidupan. Akan tetapi, pada kenyataannya hingga saat ini posisi perempuan sebagai warga negara masih sering dinomorduakan,” ulas Yui di kantor Solidaritas Perempuan Palembang, Kamis (07/03/23).
Situasi tersebut, lanjutnya, tentu berdampak pada kehidupan perempuan terutama di desa maupun perkotaan yang dilatarbelakangi kuatnya budaya patriarki. Hingga saat ini perempuan masih mengalami penindasan yang berupa diskriminasi, kekerasan fisik, dan psikis, pelabelan atau cap, beban ganda, dan marginalisasi.
Perempuan Palembang Suarakan Kebebasan
Di Palembang, peringatan Hari Perempuan Sedunia atau IWD 2024 mengangkat tema Suara Kebebasan Perempuan. Massa dari berbagai elemen melaksanakan aksi dan mimbar bebas di depan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) sehari sebelum Hari Perempuan, yakni pada Kamis (07/03/2024). Rangkaian peringatan dilanjutkan esok harinya dengan menonton film, diskusi, dan panggung seni di Rumah Sintas pada Jumat (08/03/2024).
Koordinator Program Solidaritas Perempuan SP Palembang, Wira Santika menyebut, tema Suara Kebebasan Perempuan diusung tahun ini guna mendukung keberagaman, kesetaraan, dan inklusi di seluruh aspek masyarakat.
Menurutnya, perempuan berhak mendapatkan kesempatan untuk didengar.
Baca Juga:
- 8 Langkah Mengoptimalkan Pemasaran Digital
- Inilah Cerita Mahasiswi Asal Sumatera Utara Raih IPK Tertinggi Wisuda Itera ke-18
- Kilang Pertamina Plaju Sosialisasikan Penanggulangan Keadaan Darurat Untuk Stakeholder dan Masyarakat Sekitar
Untuk itu, di Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2024, pihaknya bersama jejaring menyerukan tema tersebut.
Solidaritas Perempuan Palembang, BEM FISIP UNSRI, GMKI, Aksi Kamisan Sriwijaya, Spora Institute, Kohati HMI Cabang Palembang, KOPRI PMII PC Palembang, AMPERA Memanggil, WALHI SumSel, Spektakel Klab, Sahabat Walhi, BEM FH Unsri, dan Diploma Unsri menuntut:
1. Tiada kemerdekaan tanpa kesetaraan perempuan
2. Suara perempuan layak didengarkan
3. Perlindungan perempuan di wilayah konflik
4. Laksanakan reforma agraria sepenuhnya
5. Jaminan kebebasan beragama, berideologi, berkeyakinan, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
6. Cuti menstruari, cuti melahirkan dan merawat anak, juga cuti bagi pendamping melahirkan tanpa syarat
7. Mendorong kebijakan dan perlindungan yang memastikan bahwa perempuan memiliki kebebasan untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa takut akan hukuman.
8. Menciptakan ruang yang inklusif bagi semua perempuan untuk berpartisipasi.
9. Mengambil langkah-langkah tegas untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi terhadap perempuan, serta memastikan akses mereka terhadap keadilan dan pemulihan.
10.Hentikan kekerasan dan perempasan sumber daya kehidupan perempuan
11.Stop kriminalisasi aktivis pembela HAM
12.Stop pemaksaan perkawinan
13.Stop kekerasan seksual di ruang lingkup pendidikan dan tempat kerja.(Yulia Savitri)