Ragam
AEER: Pembangunan PLTU Batu Bara Ancaman Hilangnya Keanekaragaman Hayati. Berikut Catatan untuk Konferensi PBB
PALEMBANG, WongKito.co - Hingga kini, masih berlangsung Konferensi Keanekaragaman Hayati COP 15 (Fifteenth meeting of the Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara virtual di Kunming, Yunan, Tiongkok.
Menanggapi hal itu, Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) mengungkapkan pembangunan PLTU Batu Bara menjadi salah satu ancaman atas hilangnya keanekaragaman hayati sehingga konferensi yang berlangsung 11-15 Oktober tersebut diharapkan menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk mengatasi kehilangan keragaman hayati.
"Dengan COP 15 ini diharapkan target-target keanekaragaman hayati yang baru (The Post-2020 Global Biodiversity Framework) akan menggunakan format dan penulisan yang jelas serta mudah diukur. Selain itu, pertemuan itu mampu mendorong semua sektor untuk memulihkan planet kita kembali," kata Koordinator AEER Pius Ginting, dalam siaran pers, Selasa (12/10/2021).
Dia menjelaskan Indonesia dapat berkontribusi kepada tujuan global yakni mencapai tujuan Kesepakatan Iklim Paris, mengatasi kehilangan keragaman hayati, dan mengatasi kemiskinan (SDG).
Bentuk nyatanya, mengembangkan solusi berbasis alam lewat pembatalan PLTU yang belum dibangun dan penghentian dini PLTU yang paling merusak keragaman hayati, seperti disebutkan dalam kajian Perkumpulan AEER bersama LBH Pekanbaru, Yayasan Kanopi Hijau Indonesia dan Lembaga Tiga Beradik Jambi, ujarnya.
Pius menambahkan negara maju perlu melakukan dukungan finansial dan teknologi agar target sinergitas ini dicapai.
Banyak fakta menarik tentang hilangnya keanekaragaman hayati di dunia, tambah dia.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebutkan hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim adalah dua krisis yang berkaitan dengan erat satu sama lain. Kedua krisis tersebut memiliki dampak serupa pada kesejahteraan manusia dan perlu ditangani secara bersamaan dan segera.
Dimana melestarikan, mengelola, dan memulihkan ekosistem adalah kunci keberhasilan penanganan krisis-krisis tersebut.
PBB juga telah melaporkan terdapat 20 target keanekaragaman hayati Aichi (Aici biodiversity targets) yang dibagi menjadi 60 elemen untuk mempermudah proses pemantauan kemajuan. Dari jumlah tersebut, hanya tujuh elemen yang telah tercapai, 38 menunjukkan kemajuan dan 13 tidak menunjukkan kemajuan. Sedangkan kemajuan dari dua elemen tidak diketahui.
Sementara laporan dari IPBES (The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services) menyatakan bahwa satu juta spesies tumbuhan dan hewan di dunia sedang menghadapi kepunahan.
Menurut kelompok peneliti yang dipimpin oleh Elizabeth Green, Target Aichi gagal, sebagian, karena format mereka membuat kemajuan sulit diukur.
Sementara konferensi ini akan melihat adopsi kerangka keanekaragaman hayati global pasca-2020, yang akan memberikan visi strategis dan peta jalan global untuk konservasi, perlindungan, restorasi, dan pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang berkelanjutan untuk dekade berikutnya.(ert)
*