Ahli: Profil Risiko Produk Tembakau Alternatif Lebih Rendah Daripada Rokok

Ahli: Profil Risiko Produk Tembakau Alternatif Lebih Rendah Daripada Rokok (null)

JAKARTA – Indonesia masih menghadapi tingginya prevalensi perokok dewasa. Pada tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas telah mencapai 28,27 persen atau sekitar 70, juta orang di Indonesia. Tingginya angka tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk menghadapi penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan merokok. Untuk itu, diperlukan upaya lain untuk mengurangi prevalensi perokok, seperti pendekatan pengurangan bahaya tembakau yang memanfaatkan produk tembakau alternatif.

Akademisi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. drg. Amaliya, M.Sc., menjelaskan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, dan kantong nikotin, memiliki peran potensial dalam membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya. Hal ini juga didukung oleh hasil kajian ilmiah Public Health England pada tahun 2018 berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products” yang menyimpulkan bahwa  produk tembakau alternatif memiliki paparan risiko sehingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.

Prof. Amaliya melanjutkan, beberapa jenis produk tembakau alternatif menggunakan sistem pemanasan, bukan melalui proses pembakaran seperti pada rokok. “Profil risiko produk tembakau alternatif lebih rendah daripada rokok karena tidak menghasilkan TAR. TAR adalah zat kimia dan partikel padat yang dihasilkan saat rokok dibakar,” ujarnya.

Selain lebih rendah risiko daripada rokok, produk tembakau alternatif juga terbukti setidaknya dua kali lebih efektif dibandingkan terapi pengganti nikotin (nicotine replacement therapies) dalam membantu perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya. Adanya potensi tersebut membuat sejumlah negara seperti Inggris, Jepang, dan Selandia Baru mendukung penggunaan produk tersebut sebagai upaya untuk menekan prevalensi merokok. Menurut Prof. Amaliya, Indonesia bisa berkaca dari negara-negara tersebut dalam mengurangi bahaya merokok.

“Selain menjalankan program pengendalian tembakau yang sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang pragmatis dan solutif yakni pengurangan risiko dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif,” jelas Prof. Amaliya.

Oleh karena itu, akses terhadap informasi yang akurat mengenai produk tembakau alternatif dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah sebagai opsi untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia.

Sementara itu, mantan Direktur Departemen Penyakit Kronis dan Promosi Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Robert Beaglehole, juga menyoroti solusi pendekatan pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif yang didukung kajian ilmiah untuk mengurangi bahaya merokok. “Pasalnya, langkah-langkah pengendalian merokok secara global tidak membuahkan hasil yang diharapkan sehingga memperparah tantangan bagi pemerintah,” katanya seperti dikutip dari prnewswire.com.

Robert menjelaskan pendekatan untuk mengurangi prevalensi perokok dewasa perlu memperhitungkan kemajuan teknologi abad ke-21 yang tersedia. Hal ini termasuk produk tembakau alternatif, yang merupakan produk inovasi teknologi untuk menghantarkan nikotin tanpa menghasilkan asap. “Dengan begitu, manfaat dari pendekatan produk tembakau alternatif dapat meminimalkan bahaya kesehatan pada perokok dewasa,” tutup Prof. Robert.

Bagikan

Related Stories