Alami Kerugian hingga Rp 1,82 Triliun, ini Penjelasan Bos Kimia Farma

Alami Kerugian, ini Penjelasan Bos Kimia Farma (ist)

JAKARTA - Sepanjang 2023,  Emiten farmasi BUMN, PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) harus menghadapi kenyataan pahit dengan membengkaknya kerugian ke level Rp1,82 triliun, meningkat drastis dari kerugian tahun sebelumnya sebesar Rp126,02 miliar.

Meskipun dari segi pendapatan sepanjang 2023, emiten dengan kode saham KAEF sebenarnya mencatatkan pertumbuhan penjualan dari posisi tahun sebelumnya sebsar Rp9,23 triliun menjadi Rp9,96 triliun. 

Direktur Utama Kimia Farma, David Utama, menyatakan bahwa meskipun kerugian meningkat, perusahaan berhasil menurunkan liabilitas sepanjang tahun 2023. 

“Hal ini menunjukkan bahwa fundamental bisnis KAEF masih kuat,’’ jelasnya melalui keterbukaan informasi dikutip pada Selasa, 18 Juni 2024. 

Baca Juga:

Lantas apa yang membuat kerugian Kimia Farma membengkak? David bilang, besarnya kerugian yang dialami oleh perseroan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu dari sisi operasional dan non-operasional.  

Dari sisi operasional, kata David, penurunan laba bersih KAEF salah satunya dipengaruhi inefisiensi operasional, di mana kapasitas 10 pabrik yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis perusahaan. "Sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi, perusahaan berencana mengoptimalkan fasilitas produksi dengan mengurangi jumlah pabrik dari 10 menjadi 5," ujarnya.

Selain itu, Harga Pokok Penjualan (HPP) tahun 2023 mencapai Rp 6,86 triliun, naik 25,83% secara tahunan (Year-on-Year/YoY). Menurutnya, kenaikan HPP ini lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan penjualan yang hanya sebesar 7,93%. 

“Peningkatan HPP disebabkan oleh belum optimalnya portofolio produk sesuai rencana awal, fluktuasi harga bahan baku, dan perbedaan tren obat untuk terapi yang mempengaruhi pencapaian penjualan,” ujarnya. 

Selain itu, beban keuangan perusahaan pada tahun 2023 naik 18,49% (YoY) menjadi Rp 622,82 miliar, dipicu oleh kebutuhan modal kerja dan kenaikan suku bunga. "Ke depannya, perusahaan akan melakukan restrukturisasi keuangan untuk mengurangi beban keuangan," tambahnya.

Faktor Non-Operasional

Sementara itu, faktor non-operasional yang turut menyebabkan kerugian adalah dugaan pelanggaran integritas di anak usaha PT Kimia Farma Apotek (KFA).  Hal ini berdampak pada pendapatan, HPP, dan beban usaha, yang secara signifikan berkontribusi terhadap kerugian tahun 2023.

Menurut David, beban usaha tahun 2023 juga mengalami peningkatan dominan di KFA, yang tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. ‘’Menindaklanjut hal ini, KAEF bersama Kementerian BUMN dan PT Bio Farma (Persero) melakukan pembenahan di KFA,’’ kata David.

Saat ini Manajemen KAEF mengaku tengah menelusuri lebih lanjut atas dugaan tersebut melalui audit investigasi yang dilakukan oleh pihak independen. Ke depannya Perseroan akan menyampaikan hasil audit investigasi atas dugaan tersebut kepada pemegang saham dan otoritas pasar modal.

“Manajemen KAEF tidak akan memberikan toleransi apabila dugaan terkait persoalan integritas dimaksud terbukti dan akan mengambil tindakan tegas kepada pihak-pihak yang terlibat,’’ tegasnya.

Utang Bank Jatuh Tempo 

Berdasarkan laporan keuangannya, jumlah liabilitas jangka pendek dan panjang Kimia Farma sepanjang 2023 tercatat sebesar Rp11,19 triliun. Jumlah memang turun sedikit dari Rp11,79 triliun pada akhir tahun sebelumnya. 

Baca Juga:

Namun, utang bank jangka pendek yang harus dilunasi dalam satu tahun emiten BUMN ini menembus Rp5,37 triliun. Nominal tersebut hampir menyamai jumlah aset lancar KAEF yang dapat dijual cepat, yaitu sebesar Rp5,88 triliun.

Secara kesuluruhan jumlah aset lancar dan tidak Kimia Farma sepanjang 2023 berada di level Rp17,58 triliun. Sementara itu, jumlah ekuitas KAEF sepanjang 2023 hanya di level Rp6,39 triliun, yang menguap besar dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp8,00 triliun. 

Di sisi lain, kemampuan emiten bersandikan KAEF dalam menjalankan bisnis sepanjang 2023 juga menimbulkan pertanyaan usai mencetak arus kas operasi minus Rp364 miliar. Angka ini berbalik dari posisi positif pada periode akhir 2022 sebesar Rp403 miliar. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 17 Jun 2024 

Bagikan

Related Stories