Anak Padi, Pasang Stiker Sosialisasi Bahaya PLTU Batubara

stiker sosialisasi bahaya batubara (ist)

LAHAT, WongKito.co - Relawan Anak Padi yang merupakan komunitas peduli lingkungan di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan memasang stiker pada sejumlah lokasi keramaian dan rumah penduduk yanag bermukim di kawasan PLTU Keban Agung Desa Kebur dan PLTU Banjarsari di Desa Gunung Kembang untuk menyosialisasikan betapa bahayanya sisa pembakaran batubara baik berupa Fly Ash maupun Bottom Ash (FABA).

Perwakilan Relawan Anak Padi, Reza mengungkapkan di daerah tersebut bukan hanya eksploitasi batubara yang semakin masif tetapi aktivitas dua PLTU sangat membahayakan masyarakat di kawasan tersebut.

"Bahaya yang ditimbulkan mulai dari akibat pembabatan hutan yang berdampak pada menurunnya produktivitas lahan pertanian dan pembakaran batubara di PLTU mengakibatkan pencemaran udara, tanah juga air," kata dia, Kamis (2/9/2021).

Dia menjelaskan dengan pemasangan stiker yang menyosialisasikan dampak FABA dan penambangan batubara akan membuat  masyarakat semakin sadar betapa bahaya terhadap tubuh dan lahan pertanian menjadi masalah yang dihadapi setiap waktu.

Saat ini, gangguan pernapasan atau ISPA menjadi salah satu permasalahan yang tergolong ringan dirasakan masyarakat. Namun, secara jangka panjang akibat menghirup udara yang tercemar juga akan berdampak pada kesehatan jantung dan hati serta gangguan pada pertumbuhan janin, ujar dia.

Reza juga mengharapkan kepada pemuda dan masyarakat dapat mendukung dalam kegiatan Anak Padi dengan bersama- sama menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan ekologi.

"Lingkungan yang tercemar akan menyebabkan kesehatan terganggu, maka biaya untuk berobat akan kita tanggung sendiri," tegas dia.

Sementara akibat eksploitasi batubara yang dilakukan setidaknya empat perusahaan di kawasan tersebut, kini masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dari pertanian. Karena lahan sudah tidak subur lagi.

Selain itu, warga juga mengaku kesulitan untuk mendapatkan air bersih karena air sungai desa mereka sudah tercemar limbah batubara.(*)

Editor: Nila Ertina

Related Stories