Belum Ada Aturan Jelas, Potensi Pajak E-commerce Hilang

Belum Ada Aturan Jelas, Potensi Pajak E-comme Hilangrce (Ist)

JAKARTA, Wongkito.co - Pemerintah hendaknya segera membuat aturan yang jelas tentang pajak e-commerce, mengingat potensi pajak yang di dapat negara dari sektor ini tergolong besar.

Tiktok salah satu aplikasi media sosial yang cukup terkenal di Indonesia, saat ini pengembangan bisnisnya di Indonesia cukup cerah, terbukti langkah - langkah yang diambil Chief Executive Officer (CEO) Shou Zi yang menemui sejumlah menteri kabinet Indonesia maju. Kamis 22 juni 2023.

Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menganggap sejumlah pertemuan yang dilakukan oleh CEO TikTok dengan para menteri tersebut menunjukkan bahwa Tiktok telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu sumber bisnis utamanya di Asia. Apalagi jumlah pengguna Tiktok, menurut Zi Chew, sudah mencapai 125 juta orang setiap bulannya, yang terbesar di Asia Tenggara. 

“Tiktok tentu melihat perkembangan bisnis Tiktok Shop yang tumbuh luar biasa di Indonesia. Ini menjadi peluang yang akan mereka garap, mengingat potensi bisnis e-commerce dan social commerce sangat besar dan terus bertumbuh. Banyak pelaku usaha yang mulai memanfaatkan transaksi lewat TikTok Shop karena dinilai murah hasilnya besar,” kata Nailul dalam penjelasannya.

Baca juga

Meskipun berpotensi menggerakkan sektor usaha di berbagai segmen di Indonesia, Nailul juga meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang fair bagi semua pelaku di industri e-commerce. Terutama berkaitan dengan regulasi perpajakan. Jangan sampai untuk bisnis melalui platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan Blibli dikenakan pajak, sementara penjualan lewat social commerce seperti Tiktok Shop justru melenggang tanpa pajak.   

“Selama ini transaksi melalui social commerce terkesan ‘cari aman’ karena belum adanya regulasi yang mengatur pungutan pajak secara menyeluruh. Dengan asumsi social commerce yang kerap dijadikan substitusi platform jual beli, seharusnya mereka berada di industri yang sama dengan e-commerce. Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan harus memastikan regulasi seperti pajak untuk ecommerce dan social commerce fair, diperlakukan di level field yang sama,” ujarnya.

Analis Mirae Asset Sekuritas Jennifer A Harjono mengatakan fenomena shoppertainment atau shopping entertainment yang diasosiasikan dengan social commerce menjadi semakin marak dengan kemudahan pengguna sosial media untuk mengakses barang lewat konten dan melakukan transaksi secara real time. Salah satu contoh yaitu Tiktok, platform social commerce terbesar yang menarik konsumen lewat kerja sama dengan influencer melalui fitur live shopnya.

"Karena terintegrasi dengan sosial media, Tiktok (social commerce) lebih mudah menyesuaikan behavior usernya lewat konten yang disajikan di for you page user untuk mentrigger keinginan belanjanya. Ini yang menjadikan Tiktok sebagai social commerce terbesar yang makin marak eksistensinya," ungkapnya.

Jennifer juga menyoroti harga produk yang ditawarkan Tiktok sangat rendah dengan pangsa pasar yang hampir serupa dengan Shopee. “Seharusnya transaksi melalui social commerce diatur setara dengan platform jual beli lainnya, mengingat platform ini juga meraup untung dan pasar yang serupa,” jelasnya.

Baca juga

Data pengguna TikTok berada di urutan kedua tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat yaitu sebesar 112,97 juta pengguna pada April 2023. Adapun TikTok yang semula fokus pada sosial media berbasis video, kini memperluas pasarnya ke social commerce dengan pangsa pasar yang sama dengan e-commerce. Sementara data Social Commerce 2022 oleh DSInnovate mencatat pasar social commerce di Indonesia telah mencapai mencapai angka US$8,6 miliar dengan estimasi pertumbuhan tahunan sekitar 55% dan diperkirakan menyentuh angka US$86,7 miliar pada 2028.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Justina Nur Landhiani pada 22 Jun 2023 

Editor: admin
Bagikan

Related Stories