KatoKito
Bung Karno dan Kedaulatan Pangan Indonesia
Oleh: Fuad Kurniawan*
BANGSA agraris adalah sebutan untuk negara atau masyarakat yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian utama di bidang pertanian. Ini mencakup berbagai aktivitas, mulai dari bercocok tanam (padi, jagung, sayuran, buah-buahan), perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, teh), peternakan (sapi, ayam, kambing), hingga perikanan darat dan Tangkap, pengelolahan hasil perikanan.
Indonesia adalah salah satu contoh negara yang dikenal sebagai bangsa agraris. Hal ini didukung yaitu lahan yang luas dan subur karna Indonesia memiliki tanah vulkanik yang kaya hara, curah hujan yang cukup, dan iklim tropis yang mendukung pertumbuhan beragam jenis tanaman. Kedua Keanekaragaman hayati. Kekayaan flora dan fauna yang memungkinkan budidaya berbagai komoditas pertanian dan perkebunan. Ketiga, mayoritas penduduk pedesaan: sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan, bergantung pada sektor pertanian untuk penghidupan mereka.
Bung Karno memahami betul sebagai bangsa argaris kebijakan politik pangan ini menjadi dasar penting dalam mewujukan Trisakti yaitu mandiri dalam ekonomi dapat terwujud. Pada peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (sekarang IPB) pada 27 April 1952, Bung Karno menyampaikan pidato penting berjudul "Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati". Dalam pidato tersebut, beliau secara tegas menyatakan urgensi ketahanan pangan dan kebutuhan Indonesia untuk berhenti mengimpor beras.
Baca Juga:
- Yuk Nikmati, Surprise Deal Nelpon Telkomsel Harga Super Hemat
- Cek 5 Destinasi Kuliner Legendaris di Jakarta yang Masih Eksis Hingga Sekarang
- Intip Yuk Profil Song Young Kyu, Aktor Korea yang Meninggal Dunia di Usia 55 Tahun
Gagasan kedaulatan pangan Bung Karno tidak terlepas dari ajaran Marhaenisme, di mana kesejahteraan akan muncul jika dilakukan bersama-sama, tanpa pertentangan kelas. Petani, kaum pekerja, rakyat miskin, dan intelektual bersinergi dalam semangat gotong royong demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh warga Indonesia.
Dalam pandangan Bung Karno, sektor pertanian merupakan bagian penting dari strategi pembangunan semesta berencana dan kaum petani (Marhaen) adalah tulang punggung kedaulatan pangan. Beliau berupaya memuliakan kaum petani dan menjadikan pertanian sebagai prioritas dalam pembangunan. Ini juga mencakup gagasan untuk menerapkan reforma agraria sejati, di mana rakyat mendapatkan lahan untuk menunjang pertanian.
Di sektor industri nasional pada tahun pada tahun 1959, dibawah pemerintahan Soekarno, didirikanlah PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) dengan tujuan utama membangun pabrik pupuk di Palembang. Ini menunjukkan komitmen serius negara terhadap industri pupuk. Soekarno sendiri yang melakukan peletakan batu pertama pembangunan Pabrik Pusri I pada tanggal 14 Agustus 1961. Ini menandakan dimulainya era industri pupuk modern di Indonesia.
Kemudian Pabrik Pusri I mulai beroperasi dua tahun kemudian, dan diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 4 Juli 1964. Pabrik ini memiliki kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton per tahun. Pupuk adalah instrumen krusial untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mencapai swasembada pangan.
Kemudian, Bung karno sadar betul bawah keanekaragaman pangan yang ada di Indonesia sangat erat kaitanya dengan kebudayan dalam pengelolan pangan di setiap daerah maka dari itu beliau mencanangan proyek mengumpulkan seluruh resep makanan dari Sabang sampai Merauke, yang kemudian terwujud dalam buku Mustikarasa. Buku ini bukan sekadar kumpulan resep, melainkan juga berisi keterangan nutrisi untuk memberikan pengetahuan kepada para ibu dalam mencukupi kebutuhan gizi keluarga. Ini menunjukkan perhatian Bung Karno pada diversifikasi pangan, tidak hanya bergantung pada beras, serta pentingnya gizi seimbang.
Konteks Hari Ini
Menelaah gagasan Bung Karno soal pangan tidak hanya bisa bersandar pada gagasan semata namun juga harus diadopsi dalam perkembangan zaman dan situasi global saat ini, situasi hari ini di tengah perang dagang maka sudah saatnya Indonesia mengambil peluang emas dalam membangun industry pangan yaitu dengan konsep:
Pertama Swasembada sebagai Prinsip utama, hal ini dilakukan dengan memetakan sumber potensi pangan ditiap provinsi atau prioritas produksi domestik.
Kedua Perlindungan Lahan Pertanian, pemerintah menerapkan sistem perlindungan lahan pertanian yang sangat ketat untuk mencegah konversi lahan subur menjadi penggunaan lain (industri atau permukiman) baik dalam Perpres, Pergub, atau perbub untuk mendukung lahan pertanian berkelanjutan.
Baca Juga:
- Data Kemiskinan di Indonesia Ilusi Statistik dengan Metode Usang
- Mengenal Kearifan Lokal tentang Harimau Sumatra dari Aceh hingga Lampung
- Ingin Wisata ke Pulau Kelagian Kecil, Surga Tersembunyi di Lampung Selatan, Cek Biaya yang Mesti Disiapkan Yuk!
Ketiga, investasi besar-besaran dalam riset dan pengembangan teknologi pertanian (R&D) Kemudian, bioteknologi, varietas unggul (misalnya padi hibrida), dan teknik budidaya modern untuk meningkatkan produktivitas per unit lahan dan juga dorongan mekanisasi alat pertanian pra tanam, pascapanen yang murah masal dan mudah diakses oleh petani.
Keempat, dukungan subsidi dan harga, pemerintah memberikan berbagai subsidi kepada petani, termasuk subsidi langsung, subsidi benih, dan subsidi pembelian mesin pertanian. Selain itu, ada program harga pembelian minimum untuk komoditas strategis seperti beras dan gandum untuk menjamin pendapatan petani dan mendorong produksi.
Kelima, mensinergikan Badan Usaha Milih Nasional (BUMN) di sektor pangan (Peternakan,Perikanan, Pertanian) berkobalorasi dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Koperasi Desa Merah Putih sebagai pemasok dasar pangan nasional.
Ekosistem pangan ini mendorong penataan hulu dan hilirisasi pangan sehingga terbangun jalur dagang antar provinsi sesuai dengan potensi pangan.
Diharapkan dengan tata Kelola yang baik dan berkelanjutan Gagasan Besar Bung Karno bisa diimplementasikan dalam situasi hari ini.
*Pengagum Bung Karno