KabarKito
Diterapkan di Kawasan Elit Menteng, Ayo Mengenal Koperasi Perumahan
JAKARTA - Publik belakangan ini dibuat tercengang oleh kemunculan sebuah rumah flat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Bukan sekadar rumah susun biasa, bangunan empat lantai ini menawarkan hunian nyaman dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar, bahkan nyaris tak masuk akal jika melihat lokasi dan kondisi properti.
Kawasan elit, seperti Menteng yang dikenal dengan harga tanah selangit masih ada tempat tinggal yang terjangkau. Saat ini, harga tanah di kawasan tersebut bisa menembus angka Rp100 juta per meter persegi.
Di sisi lain, flat yang dibangun benar-benar di luar dugaan. Dengan harga hanya Rp 380 juta, warga bisa mendapatkan unit seluas 40 meter persegi. Bila dibandingkan dengan harga tanah Menteng, nominal itu bahkan hanya cukup untuk membeli sekitar 3,8 meter persegi lahan. Tak heran jika banyak orang dibuat heran sekaligus penasaran: bagaimana mungkin hunian semurah itu bisa berdiri di jantung kota?
Jawabannya adalah karena rumah flat Menteng dibangun melalui pengelolaan koperasi.
Baca Juga:
- Menanam Kesadaran Sejak Dini, Dari Tangan Kecil untuk Bumi yang Besar: Cerita Seru Sanitary Camp Hari Kedua di Desa Muara Maung
- Kuda Lumping: Tetap Eksis di Tengah Arus Modernisasi Pedesaan
- BRI Dorong Generasi Urban Lebih Aktif lewat BRImo SIP Padel League
Melihat ramainya antusias masyarakat terkait rumah flat Menteng, Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop) Ferry Juliantono mendorong masyarakat untuk ikut mulai mempertimbangkan koperasi sebagai solusi alternatif dalam membangun hunian, di tengah harga tanah dan rumah yang terus melambung setiap tahunnya.
Menurut Ferry, sistem koperasi bisa menjadi jalan keluar bagi komunitas warga, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan, untuk membangun perumahan secara mandiri dan berkelanjutan. Ia mencontohkan proyek rumah flat di Menteng, Jakarta Pusat, yang dibangun oleh komunitas warga berbasis koperasi. Inisiatif ini, menurutnya, menunjukkan bagaimana masyarakat bisa mengorganisasi diri secara kolektif untuk mewujudkan hunian layak di tengah kota.
“Mereka berhak untuk mendirikan koperasi dalam kepentingan apapun, termasuk dalam konteks komunitas masyarakat. Sehingga, Kemenkop akan bersinergi dengan Kementerian Perumahan,” kata Ferry, dikutip dari siaran pers resmi Kemenkop, Kamis 17 Juli 2025.
Melalui skema koperasi, lanjutnya, masyarakat bisa mengelola seluruh proses pembangunan perumahan, mulai dari pengadaan lahan, konstruksi rumah, hingga pengelolaan kawasan hunian. “Jadi, ada pendekatan baru yang bisa membantu memecahkan masalah pengadaan tanah, pembangunan rumahnya, dan cara pengelolaan masyarakat,” imbuhnya.
Ferry menilai bahwa koperasi perumahan merupakan terobosan yang dapat mempercepat upaya pemerintah dalam menyediakan rumah bagi masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Untuk mendukung inisiatif tersebut, Kemenkop siap memberikan pembinaan dan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pengurus koperasi.
“Kemenkop mempunyai Lembaga Pengelola Dana Bergulir atau LPDB yang siap membantu koperasi-koperasi perumahan yang dibangun oleh komunitas-komunitas warga,” terang Ferry.
Lebih dari sekadar berperan sebagai pengembang (developer), Ferry menyebut koperasi perumahan ke depan juga bisa menjadi bagian dari rantai pasok sektor perumahan. Peran tersebut mencakup pengelolaan bahan baku, penyediaan tenaga kerja lokal, hingga menciptakan skema pembiayaan gotong royong yang berbasis solidaritas komunitas.
Dalam sistem ini, koperasi akan bertindak sebagai pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas properti yang dibangun. “Sementara biaya pembangunan disepakati secara transparan dan kolektif oleh para anggota koperasi menggunakan mekanisme simpanan wajib,” jelasnya.
Ferry juga menyinggung pentingnya regulasi yang mendukung pengembangan koperasi perumahan ke depan. “Akan kita review dan kita koperasikan. Kita akan sinergi dan kolaborasi dengan Kementerian Perumahan,” ungkapnya.

Apa Itu Koperasi?
Koperasi adalah organisasi ekonomi yang dimiliki dan dijalankan secara bersama oleh orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama. Tujuan utama koperasi bukan semata-mata mencari keuntungan, melainkan meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui prinsip tolong-menolong dan keadilan.
Di Indonesia, koperasi memiliki akar kuat sejak era pergerakan nasional. Tokoh seperti Bung Hatta memperjuangkan koperasi sebagai bentuk ekonomi kerakyatan yang mandiri dan adil. Prinsip koperasi yang dijalankan adalah demokratis (satu anggota satu suara), terbuka bagi siapa saja, dan mengedepankan partisipasi aktif anggota dalam pengambilan keputusan.
Jenis-Jenis Koperasi di Indonesia
Secara umum, koperasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan kegiatan usahanya:
- Koperasi Simpan Pinjam: menyediakan layanan keuangan bagi anggota, seperti tabungan dan kredit.
- Koperasi Konsumen: menjual barang kebutuhan sehari-hari kepada anggotanya.
- Koperasi Produsen: beranggotakan para produsen seperti petani atau pengrajin untuk meningkatkan nilai jual produk.
- Koperasi Jasa: menyediakan jasa, misalnya transportasi, pendidikan, atau perumahan.
- Koperasi Pemasaran: membantu anggota memasarkan produk ke pasar yang lebih luas.
Di antara berbagai jenis itu, koperasi perumahan termasuk dalam koperasi jasa, meski praktik dan bentuk hukumnya bisa berbeda-beda.
Apa Itu Koperasi Perumahan?
Koperasi perumahan adalah bentuk koperasi yang bertujuan menyediakan hunian layak, terjangkau, dan dikelola secara kolektif untuk para anggotanya. Dalam sistem ini, anggota koperasi secara bersama-sama mengumpulkan dana atau aset, kemudian menggunakannya untuk membeli lahan, merancang bangunan, dan membangun tempat tinggal.
Model koperasi perumahan bisa bermacam-macam, tergantung struktur hukum, kepemilikan, dan prinsip tata kelola. Ada yang modelnya seperti menyewa jangka panjang unit rumah milik koperasi, ada juga yang berbasis kepemilikan bersama (co-ownership) atas bangunan. Dalam praktiknya, koperasi perumahan tidak hanya membangun rumah, tapi juga mengatur biaya pemeliharaan, layanan dasar, dan kehidupan sosial antarwarga.
Mengapa Koperasi Perumahan Masih Jarang di Indonesia?
Meski potensinya besar, koperasi perumahan belum menjadi model dominan dalam sistem perumahan Indonesia. Sebagian besar hunian di kota masih bergantung pada pengembang swasta atau program kredit dari perbankan, yang cenderung mengedepankan kepemilikan individual dan orientasi pasar.
Beberapa tantangan utama yang membuat koperasi perumahan masih minim antara lain pertama, belum ada payung hukum khusus. Meski koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tidak ada regulasi yang secara spesifik mengatur koperasi perumahan sebagai entitas pembangunan fisik dan kepemilikan hunian. Akibatnya, banyak koperasi perumahan yang harus "menyesuaikan diri" ke dalam koperasi jasa atau konsumen, meskipun aktivitas utamanya adalah penyediaan tempat tinggal.
Kedua, sulit mengakses pembiayaan dan lahan. Proyek kolektif tanpa aktor pengembang besar sering kali kesulitan mengakses pinjaman perbankan atau program subsidi. Selain itu, lahan di kota besar sudah sangat mahal dan lebih mudah dikuasai oleh pemain bermodal besar.
Ketiga, kurangnya dukungan kebijakan. Pemerintah lebih fokus pada program-program pembangunan rumah subsidi atau KPR FLPP yang menyasar perumahan individual, sementara pendekatan kolektif belum mendapatkan insentif atau skema dukungan yang layak. Padahal, koperasi bisa menjadi solusi nyata bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang ingin tetap tinggal di pusat kota, dekat dengan pekerjaan, sekolah, dan layanan publik.
Belajar dari Dunia
Berbeda dari Indonesia, di banyak negara koperasi perumahan bukanlah hal asing. Justru di sanalah sistem ini berkembang dan terbukti mampu menyediakan hunian yang layak, terjangkau, dan adil bagi warganya.
Di Kanada, koperasi perumahan (housing co-ops) sudah menjadi bagian dari sistem nasional. Anggota tidak membeli unit secara pribadi, melainkan menjadi bagian dari komunitas yang mengelola hunian secara demokratis. Setiap anggota memiliki suara dalam pengambilan keputusan, dari pemilihan pengurus hingga anggaran tahunan. Mereka membayar iuran bulanan, bukan cicilan bank, dan tidak diperkenankan menjual unit secara spekulatif.
Baca Juga:
- Posko Rumah Merdeka: PLTU Sumsel I Ancam Sumber Ekonomi Masyarakat Sekitar
- Intip Yuk Sinopsis dan Tempat Nonton The Nice Guy, Drakor Baru Sarat Emosi dan Konflik
- Anak Muda Wajib Tahu! Begini Cara Bedakan Sejarah Asli dan Hoaks
Di Jerman, konsep Baugruppen memungkinkan sekelompok warga yang biasanya dari latar belakang kelas menengah dan progresif untuk merancang dan membangun rumah bersama. Pemerintah kota menyediakan lahan dan dukungan teknis, sementara kelompok tersebut mengatur segalanya dari perencanaan hingga pengelolaan. Karena tak ada pengembang di tengah proses, biaya bisa ditekan hingga 20–30%.
Swiss dan Norwegia juga menjadikan koperasi sebagai aktor utama dalam penyediaan perumahan sewa. Di kota Zurich, lebih dari seperempat perumahan berada di bawah koperasi yang dikelola nirlaba dan dibatasi dari praktik jual-beli spekulatif.
Di Uruguay, koperasi perumahan tumbuh dari semangat rakyat. Organisasi FUCVAM (Federación Uruguaya de Cooperativas de Vivienda por Ayuda Mutua) telah membangun lebih dari 25.000 unit rumah dengan sistem gotong royong. Pemerintah memberikan bantuan dana dan pelatihan, sedangkan warga menyumbang tenaga dalam pembangunan, memperkuat solidaritas dan rasa memiliki.
Model di berbagai negara ini menunjukkan bahwa koperasi perumahan bukan sekadar alternatif, tetapi bisa menjadi fondasi sistem perumahan nasional. Dengan dukungan kebijakan, insentif fiskal, dan partisipasi warga, model ini mampu mengurangi ketimpangan kepemilikan, menjaga keberagaman kota, dan mendorong kehidupan komunitas yang lebih inklusif.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Ananda Astri Dianka pada 18 Jul 2025