Ragam
FPL-WCC Palembang Ajak Kawal Pembahasan RUU TPKS, Desak DPR Lakukan ini
PALEMBANG, WongKito.co - Forum Pengada Layanan (FPL) mengajak masyarakat, korban atau penyitas, pendamping dan media untuk terus mengawal pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang telah disahkan menjadi salah satu prolegnas prioritas oleh DPR RI.
"Kami menuntut DPR untuk melakukan pembahasan secara optimal," kata Direktur Women's Crisis Center (WCC) Palembang, Yesi Ariyani, dalam siaran pers yang diterima belum lama ini.
WCC Palembang salah satu anggota dari FPL yang beranggota puluhan organisasi progresif di Indonesia.
Yesi menjelaskan sejumlah catatan krusial dari FPL antara lain, poin menimbang, pasal asas yang memasukan iman, takwa dan ahlak mulia, hukum acara yang tidak mencerminkan kekhususan dari kasus kekerasan seksual, menyeragamkan kewajiban lembaga layanan pemerintah dan masyarakat.
Baca Juga:
- Rasio Penggantian Cadangan Migas RI Lampaui Seratus Persen Tahun 2021
- Harga Telur di Palembang Turun, Ayam Potong Bertahan Mahal
- Status DKI Jakarta akan Direvisi, Ibu Kota Negara Pindah ke Kaltim
Lalu memangkas lima bentuk-bentuk kekerasan seksual dari 11 bentuk, juga belum mempertimbangkan kerentanan kelompok perempuan yang mengalami kekerasan seksual seperti perempuan dengan HIV/AIDS, perempuan yang dilacurkan, perempuan yang dipaksa kawin dengan modus penculikan yang mengatasnamakan budaya (kawin tangkap) dan korban aborsi paksa, ujar dia.
Karena itu, FPL mendesak:
1. DPR harus melakukan perbaikan substansi draft RUU TPKS yang belum mengakomodir semua elemen kunci, diantaranya memasukan lima (5) bentuk kekerasan seksual mulai dari perkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan pemaksaan perkawinan sebagai bentuk Kekerasan Seksual, serta menghilangkan pasal asas iman, takwa dan ahlak mulia karena tidak sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011 dan beberapa hal yang masih perlu dirumuskan secara seksama.
2. DPR dan Pemerintah melakukan pembahasan secara terbuka dan harus memastikan pelibatan masyarakat, korban/penyintas dan pendamping di setiap tahapan pembahasan.
3. DPR untuk mengkonsolidasikan kebutuhan semua pihak, khususnya korban agar RUU TPKS yang dihasilkan komprehensif dan mampu memenuhi rasa keadilan bagi korban, sehingga kompromi politik dalam proses legislasi dapat dihindarkan.
4. Pimpinan DPR RI, Pimpinan Partai Politik serta ketua Fraksi DPR RI terus mengawal proses pembahasan RUU TPKS, sehingga tujuan RUU untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari kekerasan seksual dapat terwujud.
Untuk itu Forum Pengada Layanan (FPL) juga mengajak masyarakat, korban/penyintas, pendamping dan media untuk terus mengawal substansi RUU TPKS yang mengakomodir 6 elemen kunci, yaitu: pembahasan 11 jenis tindak pidana kekerasaan seksual harus benar-benar dilakukan sesuai dengan tuntutan, Hukum Acara (Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, dan Pemidanaan), Hak Korban, Keluarga korban, saksi, ahli dan pendamping korban, Pencegahan, Peran Serta Masyarakat dan
Koordinasi dan Pengawasan.
Keempat tuntutan tersebut, tambah Yesi diharapkan bisa menjadi acuan DPR dalam membahas RUU TPKS, dan bisa selesai dengan segera sesuai dengan tuntutan masyarakat, korban dan organisasi perempuan serta prodemokrasi, ujar dia.(ril)