Garuda Indonesia Rugi Rp10,3 Triliun, Biaya Operasional Tinggi jadi Alasan

Pesawat Airbus A330-300 milik maskapai penerbangan BUMN PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).) (Airbus.com.)

JAKARTA - Biaya operasional yang tinggi menjadi alasan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) masih mencatat rugi pada kuartal III-2021  yang mencapai Rp10,3 triliun. 

Maskapai penerbangan nasional ini meraup total pendapatan sebesar US$568 juta setara Rp8,05 triliun hingga September 2021. Sementara beban operasional mencapai US$1,29 miliar setara Rp18,3 triliun (asumsi kurs Rp14.180 per dolar AS). Nilai kerugian bruto perseroan hingga kuartal III-2021 mencapai Rp10,25 triliun.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengakui beban operasional dengan pendapatan yang diperoleh perseroan selama sembilan bulan tahun ini begitu timpang.

"Perseroan masih mencatatkan kerugian kegiatan operasional yang disebabkan oleh struktur biaya perseroan yang sebagian besar bersifat tetap/fixed, yang tidak sebanding dengan penurunan signifikan atas revenue perseroan," ujar Irfan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 16 November 2021.

Dia mengatakan dampak pandemi COVID-19 yang menggebuk Indonesia sejak awal tahun 2020 sangat kuat sehingga perusahaan demikian terimbas. Di sisi lain, perusahaan juga masih memiliki utang yang kian menggunung.

Penumpang Turun Drastis

Irfan menerangkan salah satu dampak yang paling kuat diderita maskapai penerbangan nasional, tak terkecuali Garuda Indonesia adalah penurunan jumlah penumpang sejak tahun lalu.

Pada periode sebelum pandemi, jumlah penumpang Garuda Indonesia bisa mencapai 19,41 juta orang per tahun.

Sementara, jumlah penumpang hingga September 2021 sebanyak 2,3 juta pax atau hingga akhir tahun diproyeksikan sebanyak 3,3 juta saja

"Jumlah penunpang tahun ini hanya 17 persen dari jumlah pax tahun 2019 sebelum pandemi merebak," katanya.

Belum lama ini, perusahaan juga melaporkan bahwa jumlah kerugian akibat penurunan penumpang mencapai US$898,66 juta atau setara Rp 12,74 triliun pada semester I-2021. Kerugian tersebut naik 26,29% dibandingkan pada semester I-2020.

Meski demikian, Irfan optimistis bahwa seiring membaiknya penanganan pandemi, maskapai akan kembali ke jalur pemulihan.

"Seiring dengan kondisi pandemi yang saat ini mulai terkendali dan dengan diperlonggarnya kebijakan mobilitas masyarakat pasca PPKM Darurat diterapkan, maka diharapkan kondisi ini dapat mendorong peningkatan revenue bagi perseroan melalui peningkatan jumlah penumpang," paparnya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 16 Nov 2021 

Bagikan

Related Stories