Hari ini TikTok Shop Resmi Ditutup, Sejumlah Negara Ini Lebih Dulu Melarang Aplikasi TikTok Beredar

TikTok Shop Tutup Jualan 4 Oktober (Ist)

JAKARTA – Hari ini,  TikTok Shop, fitur aplikasi Sosial Commerce besutan raksasa teknologi China, ByteDance Technology Ltd bakal tutup operasi di Indonesia mulai pukul 17.00 WIB. Namun, sejumlah negara di Amerika Utara, Eropa dan Asia sudah lebih dulu memberlakukan pembatasan pada aplikasi ini sejak 2022.

Penutupan fitur TikTok Shop pada sosial media TikTok itu mundur satu hari dari batas waktu 7 hari, setelah diundangkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 yang mulai berlaku pada 26 September 2023. 

Disebutkan dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023 bahwa sebuah sosial media seperti TikTok dilarang menanamkan fitur e-commerce yang telah diimplementasikan ke dalam TikTok Shop. Pasalnya, penggabungan sosial commerce memberikan pukulan ekonomi telak terhadap pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam negeri.

Baca Juga:

Sebagai informasi, Permendag Nomor 31 Tahun 2023, merupakan revisi dari Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.  Dengan adanya aturan ini, TikTok hanya boleh promosi iklan saja, seperti halnya platform besutan Meta, yakni Instagram ads ataupun Facebook ads. 

"Prioritas utama kami adalah untuk menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, kami tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di dalam TikTok Shop Indonesia, efektif per tanggal 4 Oktober, pukul 17.00 WIB,” tulis pernyataan resmi TikTok, Selasa 03 Oktober 2023. 

“Kami akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana kami ke depan," tambah pernyataan TikTok. 

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan pihaknya tak ragu memberikan sanksi keras kepada TikTok jika masih melanggar ketentuan yang berlaku. "Ya, jelas dong (sanksi) kalau masih bandel. Tapi, sudah bersurat (TikTok) patuh ikuti aturan Indonesia," kata Zulhas sapaan akrannya kepada awak media di Jakarta Timur (03/10-2023).

Namun, sampai Selasa sore 03 Oktober 2023, TikTok urung juga mematauhi peraturan yang telah dibuat oleh akan pemerintah Indonesia. Menyikapi itu, Zulhas menyebut, pihaknya juga tidak melarang jika TikTok ingin beroperasi lagi dengan syarat mengajukan ijin ke instansi terkait sebagai sebuah e-commerce. "Karena kan dia (TikTok) bukan enggak boleh, kalau mau dibikin e-commerce kan tinggal mengajukan saja. Tapi nggak boleh satu (digabung)," jelasnya.

Pendapatan TikTok Periode 2017-2022

ByteDance merilis sosial media TikTok secara global pada 2017 lalu. Pada awal 2021, sosial media asal China ini membuat gebrakan baru dengan menggabungkan sosial media dan e-commerce yang kini dikenal sosial commerce TikTok Shop. Fitur tersebut telah tersedia di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Vietnam.

"TikTok Shop adalah solusi e-Commerce lengkap yang bisa meningkatkan angka penjualan dan pertumbuhan brand di TikTok. Di platform ini seller dapat menjual produknya langsung melalui In-feed Video, LIVE, dan tab Showcase. Selain itu, pelanggan juga bisa lebih mudah menemukan produk, melihat detailnya, dan membelinya, semuanya di TikTok,” keterangan melalui blog resminya. 

Melansir TikTok Report, pendapatan TikTok di tahun perdana meluncur mampu mencapai US$63 juta atau Rp979,51 miliar. Selang satu tahun kemudian, pendapatannya naik lebih dari 2 kali lipat, yakni tembus US$150 juta atau Rp2,33 triliun. (Asumsi kurs Rp15.547 per satu dolar). 

Pendapatan TikTok terus nanjak signifikan terutama ketika pandemi Covid-19, mencapai US$2,64 miliar atau Rp41,04 triliun pada tahun 2020. Popularitas platform ini terus meningkat, tercermin dari peningkatan pendapatannya menjadi US$4,69 miliar atau Rp72,91 triliun pada tahun 2021. 

Laporan 2022, TikTok telah mencatat pendapatan sebesar US$9,4 miliar atau Rp146,14 triliun. Bahkan, pada tahun ini, ByteDance menargetkan sekitar US$20 juta atau setara Rp297 miliar melalui penjualan merchandise di platform TikTok Shop secara global. Target ini merupakan empat kali lipat lebih tinggi dari gross merchandise value (GMV) TikTok pada tahun 2021, yang mencapai US$4,4 miliar setara Rp64,34 triliun).

Data dari Momentum Works, TikTok Shop mendominasi sekitar 13,2% pangsa pasar e-commerce di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2023. Persentase itu mengungguli beberapa platform e-commerce yang sudah lebih lama beroperasi seperti Amazon, Tiki, Blibli, Sendo, dan Bukalapak. Kemenangan itu tentu diperoleh melalui keunggulan fitur sosial media sekaligus e-commerce, sehingga pelanggan betah berlama-lama menggunakan sosial media ini. 

Baca Juga:

Sejumlah Negara Lebih Dulu Larang TikTok

Jika Indonesia, hanya melarang fitur TikTok Shop saja. Nyatanya, sejumlah negara di Amerika Utara, Eropa dan Asia telah menerapkan pembatasan pada aplikasi asal Cina itu. Hal ini akibat media sosial bentukan ByteDance ini diduga kuat menggunakan sosial media besutannya untuk alat propaganda, misalnya rumor berbedanya algoritma di sebuah negara.

Melansir laman Gadgets Now, setidaknya telah ada 18 negara di dunia yang melakukan pembatasan atau pelarangan total penggunaan TikTok, antara lain Afghanistan, Australia, Belgia, Kanada, Denmark, India, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Somalia, Taiwan, Britania Raya, Amerika Serikat, Pakistan, Uni Eropa, Prancis, Estonia, dan Austria. 

Sebagai contoh di Amerika Serikat, pada Maret 2023 lalu, pemerintah negeri paman sam itu meminta badan-badan federal untuk menghapus aplikasi TikTok dari telepon staf dan Gedung Putih. Kemudian, Pada tanggal 17 Mei 2023, Dewan Perwakilan Rakyat Montana mengeluarkan larangan terhadap TikTok, yang menyebabkan kemungkinan aplikasi tersebut menjadi ilegal jika pimpinan negara bagian tersebut menandatangani undang-undang tersebut. 

Nantinya, RUU ini akan mempunyai konsekuensi yang signifikan terhadap TikTok, termasuk larangan penggunaan sosial media ini oleh individu di seluruh negara bagian. Salah satu alasan pelarangan TikTok di Amerika dapat mengganggu keamanan nasionalnya.

Sementara di Afghanistan, kepemimpinan Taliban melarang warganya menggunakan TikTok sejak April 2022.  Pemerintahan Taliban menganggap TikTok sebagai sosial media sesat terhadap kaum muda, lantaran konten yang dijajakan tidak sesuai dengan hukum Islam.

Sedangkan Prancis juga menjadi salah satu negara Eropa yang melarang aplikasi TikTok dan juga Netflix. Namun larangan ini hanya berlaku bagi pegawai negeri. Larangan efektif terhitung sejak 24 Maret 2023 dan hanya berlaku untuk gadget yang digunakan untuk bekerja, bukan gadget pribadi.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 04 Oct 2023 

Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories