Ekonomi dan UMKM
Imbas Larangan Ekspor Batu Bara, Surplus Neraca Perdagangan Januari 2022 Turun ke Rp13,3 Triliun
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan bulan Januari 2022 mencapai US$930 juta setara Rp13,3 triliun (kurs Rp14.300 per US$). Surplus perdagangan ini melanjutkan tren positif kinerja tahun lalu, namun mengalami penurunan karena dipicu kebijakan pelarangan ekspor batu bara selama Januari 2022.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Setianto mengatakan total ekspor pada bulan Januari mencapai US$19,16 miliar sedangkan impor mencapai US$18,23 miliar. Nilai ekspor tumbuh 25,31% year on year (yoy) sedangkan impor meningkat 36,77% yoy.
"Neraca perdagangan kita mencatat surplus selama 21 bulan beruntun," kata Setianto dalam konferensi pers virtual di Youtube BPS, Selasa, 15 Februari 2022.
Baca Juga :
- Menguat 223 Saham Menghijau, IHSG Dibuka Bangkit ke 6.753
- Nilai Tukar Rupiah Berpotensi Bergerak Fluktuatif di Rp14.300 per USD
- Pakar UI Beri Kiat agar Startup Sukses
Dibandingkan bulan Desember 2021, neraca perdagangan Januari 2022 turun 8,82%. Pada Desember, surplus perdagangan mencapai US$1,02 miliar.
Negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat yang mencapai US$1,96 miliar, kemudian diikuti Filipina sebesar SU$537,8 juta dan India US$428,8 juta.
Sementara negara yang mengalami defisit terbesar adalah China yang mencapai US$2,23 miliar, disusul Thailand sebesar US$430,2 juta dan Australia US$233,6 juta.
Impor Migas Masih Besar
Setianto mengurai nilai impor minyak dan gas bumi (migas) meningkat sangat tajam pada Januari yaitu mencapai US$2,23 miliar, naik 43,66% sedangkan impor nonmigas sebesar US$16 miliar, atau naik 35,86%.
Sementara itu, nilai ekspor Januari 2022 turun 14,29% dibanding ekspor Desember 2021. Dibanding Januari 2021 nilai ekspor naik sebesar 25,31%.
Ekspor migas mencapai US$900 juta, turun 17,59% quarter to quater (qtq) atau naik 1,96% yoy. Sedangkan ekspor nonmigas Januari 2022 mencapai US$18,26 miliar, turun 14,12% dibanding Desember 2021, dan naik 26,74% dibanding Januari 2021.
Secara umum, defisit migas hingga Januari 2022 mencapai US$1,33 miliar, turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$2,28 miliar.
Setianto menambahkan, nilai ekspor nonmigas untuk semua sektor mengalami penurunan secara bulanan. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai US$380 juta (-5,79%), industri pengolahan US$15,71 miliar (-7,91%), dan pertambangan dan lainnya mencapai US$2,17 miliar (-42,88%).
Penurunan terbesar ekspor nonmigas Januari 2022 terhadap Desember 2021 terjadi pada komoditas bahan bakar mineral sebesar US$2.008,3 juta (61,79%).
Selain itu, terjadi penurunan ekspor komoditas batu bara, lemak dan minyak hewan/nabati, timah dan barang daripadanya, serta mesin dan perlengkapan elektrik, kayu dan barang dari kayu.
Sebaliknya, ekspor komoditas yang meningkat adalah bijih logam, perak, dan abu, logam mulia dan perhiasan permata, bahan kimia anorganik, alas kaki dan logam tidak mulia lainnya.
Secara umum, industri nonmigas menyumbang 95,30% terhadap ekspor Indonesia sedangkan migas sebesar 4,70%.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 15 Feb 2022