Ingatkan Pengembangan Wilayah Harus Berdasarkan Potensi yang Dimiliki

Ingatkan Pengembangan Wilayah Harus Berdasarkan Potensi yang Dimiliki (ist)

MUARADUA - Guna mengantisipasi dampak dari pengelolaan tata kelola/tata guna lahan di kawasan hutan, HaKI bekerja sama dengan HRNStiftung, menggelar Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Perencanaan Partisipatif Penatanagunaan Lahan Desa di Sekitar Kawasan Hutan Lindung (HL) Mekakau, Kecamatan Banding Agung, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumatera Selatan (Sumsel).

Kepala DLH OKU Selatan, Hermansyah menyampaikan, perencanaan partisipatif penatagunaan lahan desa satu modal penting untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terutama bagi masyarakat yang bersinggungan langsung dengan hutan lindung (HL), nantinya dapat diberdayakan untuk memelihara lingkungan dan hutan.

“Sehingga kawasan hutan bisa asri. Adanya penebangan hutan dengan liar dapat ditekan. Apalagi hutan merupakan kawasan tangkapan air, yang fungsinya menjaga stabilitas alam/lingkungan. Ketika musim kemarau air tidak kering, baru kemarau satu bulan sudah kesulitan mendapat air bersih. Begitu juga ketika musim penghujan tidak terjadi banjir,” katanya saat  menghadiri kegiatan yang mengusung tema ‘Bersama Kita Wujudkan Masyarakat Sejahtera, Hutan dan Daerah Tangkapan Air yang Lestari dan Berkelanjutan’ digelar selama dua hari (24-25 Oktober 2024) di Hotel Graha Banding Agung, Kabupaten OKU Selatan.

Baca Juga:

Seperti diketahui, pengembangan wilayah yang tidak mengacu pada perencanaan besar sebagai bagian dari perencanaan wilayah terpadu dan keberlanjutan, hanya akan menimbulkan ketimpangan perkembangan wilayah, kerusakan lingkungan, serta banyaknya korban dan kerugian harta benda jika terjadi bencana alam.

Di mana tata guna lahan sendiri merupakan salah satu faktor penentu lingkungan, utama dalam menjaga dan mengendalikan keseimbangan pengelolaan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi, menuju pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Hermansyah berharap, kegiatan Semiloka dan pendampingan oleh stake holder seperti yang HaKI-HRNS dan juga lainnya bukan hanya sekali atau singkat.

Melainkan jangka panjang hingga masyarakat mendapatkan inti dan menjadi kesadaran bersama. Apalagi Danau Ranau merupakan sumber kehidupan yang harus dijaga, baik bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat yang ada di hilir.

“Intinya Bumi dan Alam menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mewarisi anak cucu kita nantinya,” katanya.

Direktur Eksekutif HaKI Deddy Permana mengatakan, kegiatanyang bekerja sama dengan HRNS dilakukan melalui beberapa tahapan.

Selain sosialisasi, seminar, loka karya, dan pendampingan kepada masyarakat agar mendapat insight perihal pengelolaan dan penatagunaan lahan desa khususnya di sekitar kawasan HL dapat berjalan dengan baik.

“Kami berharap atas dukungan berbagai pihak, dapat berkolaborasi untuk menyelesaikan tantangan beberapa hal dengan melakukan langkah konkret sehingga menjadi triger jangka panjang terutama berkaitan dengan keberlangsung hutan yang tetap terjaga,” ujarnya.

Manajer Program dan Kampanye, Adisosyafri menambahkan, perencanaan tata guna lahan wilayah/desa merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan dan kesesuaian terkait rencana penggunaan lahan untuk konservasi, budidaya, termasuk fasilitas umum/sosial desa.

“Pada kegiatan ini, kita membuka wawasan masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan terkait peran dan fungsi mereka dalam penatagunaan lahan. Mereka juga dilibatkan untuk membuat sketsa peta partisipatif desa masing-masing yang nantinya akan menjadi acuan dalam penentuan batas antara desa satu dengan lainnya dan batas desa dengan kawasan hutan,” ujarnya.

Ia menyebut, adapun desa yang terlibat dalam kegiaan tersebut yakni, Desa Sumber Makmur, Desa Karang Indah, dan Desa Tanjung Indah, Kecamatan Banding Agung, Kabupaten OKU Selatan.

Menurutnya, peran partisipatif masyarakat desa sangat menentukan sebagai alas kebijakan peremcamaam dan penatagunaan kawasan desa.

Dari kegiatan tersebut, terdapat beberapa isu penting yang muncul pertama batas wilayah administrasi dari ketiga desa tersebut dengan desa-desa sepadannya dan dinilai masih sangat indikatif, masyarakat berkebun di dalam kawasan hutan lindung yang masih satu hamparan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Sejauh ini, antisipasi batas desa hanya berupa kesepakatan antas desa.

“Dari kondisi eksisting penggunaan lahan yang disketsakan (land-use) di samping penyelesaian tata batas, juga akan ditindaklanjuti dengan perencanaan lahan/tata ruang desa sebagai acuan masyarakat dalam penggunaan lahan desa yang lestari dan berkelanjutan,” katanya.

Pada kesemapatan ini, pemateri Semiloka menjabarkan situasi kondisi landscape HL/TNBBS sebagai kawasan daerah tangkap air (DTA), keberlangsungan ekositem di dalamnya, hingga peranan penting masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan lindung sebagai zona penyangga TNBBS dalam menghadapi perubahan iklim, serta ancana bencana ekologi.

Selain itu, bagaimana aspek yang bisa dilakukan dalam penyelesaian konflik tenurial di sekitar kawasan hutan lindung melalui Pengelolaan Perhutaan Sosial (PPS).

Pada program tesebut, ditekankan dalam beberapa hal, yakni penataan areal dan penyusunan rencana; pengembangan usaha; penanganan konflik tenurial; pendampingan; dan kemitraan lingkungan (selama ini masyarakat yang mengelola di hutan itu dianggap perambah. yetapi kalau sudah mendapat izin maka dianggap sebagai mitra.

Baca Juga:

Pastinya, semiloka perencanaan partisipatif penatanagunaan lahan desa di sekitar kawasan hutan lindung ini diharapkan dapat terwujudnya: terkomunikasikannya data/informasi terkini terkait potensi dan tantangan serta upaya-upaya para pihak dalam perlindungan dan pengelolaan landskap kawasan Hutan Lindung (HL) Mekakao termasuk sumber air/ Danau Ranau.

Meningkatnya pemahaman dan mendorong peran aktif semua pihak termasuk masyarakat desa (inisiasi forum multi-pihak) dalam upaya perlindungan dan pengelolaan landskap Kawasan Hutan Lindung (HL) Mekakao termasuk sumber air/ Danau Ranau.

Meningkatnya pemahaman dan pentingnya tata batas wilayah desa dan penyusunan perencanaan tata guna lahan desa (PTGLD) menuju pembangunan desa yang lestari dan berkelanjutan.

Adanya peta indikatif tata batas desa dan penggunaan lahan desa eksisting sebagai acuan lanjutan dalam penyusunan perencanaan tata guna lahan desa (PTGLD) berbasis masyarakat.(ril)

Bagikan

Related Stories