Ragam
Inilah Sejarah THR: Diinisiasi Masyumi, Diperjuangkan Organisasi Buruh Sayap PKI
JAKARTA - Menyambut hari raya Idul Fitri menjadi kewajiban bagi pengusaha untuk mengalokasikan dana khusus untuk tambahan pekerja dalam merayakan lebaran atau tunjangan hari raya (THR).
Sesuai dengan aturan ketenagakerjaan, THR itu dialokasikan berdasarkan lama kerja di perusahaan tersebut, namun biasanya perusahaan-perusahaan besar minimal memberikan satu bulan gaji untuk THR.
Bagi yang baru bekerja, biasanya diberikan THR berdasarkan kebijakan perusahaan, seperti bingkisan lebaran berupa sembako atau kue.
Hal itu, tentunya menjadi bentuk tanggung jawab pemberi kerja untuk pekerja sehingga bisa merayakan lebaran dengan suka cita.
Faktanya, tidak semua pengusaha yang melaksanakan kewajibannya tersebut, sehingga masih saja ditemukan pekerja menuntut pembayaran THR.
Lalu bagaimana sejarah awalnya THR di Indonesia, inilah ceritanya yang merupakan perjuangan dua partai besar di masa itu, yakni Masyumi dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca Juga:
- Jadwal Berbuka Puasa untuk Palembang, 15 April 2023
- Jaga Kinerja Layanan Gas Bumi, PGN Bukukan Laba Bersih Rp 4,84 Triliun
- Jaga Kinerja Layanan Gas Bumi, PGN Mencatat Laba Bersih Sebesar Rp 4,84 Triliun
THR awalnya muncul dari inisiasi Perdana Menteri Indonesia dari Masyumi, Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951. Kala itu THR masih bersifat terbatas untuk PNS dan bersifat sebagai persekot atau uang muka. Salah satu program Kabinet Soekiman memang meningkatkan kesejahteraan PNS atau pamong praja melalui sejumlah tunjangan.
Namun kebijakan ini kemudian membuat gejolak dari berbagai kalangan, terutama kaum buruh. Jafar Suryomenggolo dalam bukunya “Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950-an” menyatakan sepanjang 1951-1952 beum ada aturan resmi pemerintah menyangkut THR baik soal kepastiannya sebagai salah satu hak buruh maupun besarannya.
Buruh merasa ikut berhak memeroleh THR karena tekanan hidup mereka relatif lebih berat. Periode tahun 1950-an memang menjadi masa sulit dan penuh kemiskinan bagi buruh Indonesia. Everett Hawkins dalam artikelnya "Labour in Developing Economics" (1962) menyebut upah rendah dan harga bahan pokok yang melambung hingga 325% membuat buruh menjerit.
Kelompok buruh yang diorganisasi Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pun menggelar aksi besar-besaran hingga mogok kerja pada 1952. Organisasi sayap PKI itu mendesak pemerintah memberikan THR bagi buruh. Selain untuk memenuhi kebutuhan, buruh merasa berhak mendapatkan THR karena ikut berkontribusi terhadap perekonomian Nasional.
Baca Juga:
- 10 Kiat Turunkan Berat Badan dalam Sepekan ala Ade Rai
- Rangga Moela Ramaikan Trunk Show Jejak Aisyah di LRT Palembang
- bank bjb Gelar Bazar Fashion Baju Muslim DIGI Ramadhan 1444 H: Ramadhan Fashion Market
Perjuangan buruh mulai menuai hasil tahun 1954 saat Menteri Perburuhan Indonesia mengeluarkan surat edaran untuk menghimbau setiap perusahaan agar memberikan “Hadiah Lebaran” untuk para pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah. Tujuh tahun kemudian, pemerintah mewajibkan perusahaan memberikan “Hadiah Lebaran” kepada karyawan yang sudah bekerja minimal tiga bulan.
Istilah THR mulai populer tahun 1994 setelah Orde Baru mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Regulasi itu semakin menguatkan hak pekerja untuk mendapatkan THR.
Pada tahun 2016, pemerintah semakin memudahkan akses bagi pekerja untuk mendapatkan THR. Pekerja dengan minimal 1 bulan kerja bisa mendapatkan THR dengan hitungan proporsional. Aturan itu masih berlaku sampai sekarang.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 14 Apr 2023