Inilah Tren e-Commerce di Indonesia: Dari Sejarah hingga Platform Kekinian

Ilustrasi e-commerce (Ilustrasi TrenAsia/Deva Satria.)

JAKARTA – Transformasi digital yang kini telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia, menjadikan Tren berbelanja di e-commerce atau perdagangan elektronik terus mengalami pertumbuhan. 

Beragam kelebihan ditawarkan  e-commerce  yang membuat aktivitas berbelanja lebih simpel, cepat, dan efisien ketimbang perdagangan konvensional. 

Dengan hanya bermodalkan telepon genggam dan internet saja, setiap orang bisa berbelanja tanpa harus lagi bersusah-payah meluangkan waktu, energi, dan ongkos untuk pergi ke toko fisik.

Tidak hanya itu, e-commerce juga mempermudah calon pembeli untuk mencari produk secara spesifik melalui kolom pencarian tanpa harus menghabiskan waktu hingga berjam-jam di pusat perbelanjaan untuk menemukan barang yang diinginkan. 

Baca Juga:

Kemudian, ketika calon pembeli hendak mencari produk tertentu, mereka akan disajikan beragam pilihan dari berbagai toko sehingga pembelian pun bisa disesuaikan dengan kebutuhan, jarak pengiriman, dan modal yang tersedia.

Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan, bukan hal yang aneh ketika e-commerce saat ini sudah menjadi entitas yang erat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat yang melek dengan platform digital.

Sejarah e-Commerce di Indonesia

e-Commerce di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1994, yakni saat Indosat berdiri dan menjadi penyedia jasa internet (internet service provider/ISP) komersil pertama di Indonesia.

Lahirnya jasa ini pun menjadi pendorong pemanfaatan internet di berbagai bidang, termasuk untuk bisnis online yang pada gilirannya bermuara menjadi ekosistem e-commerce yang dikenal khalayak luas dewasa ini.

Baca Juga:

Kemudian, pada tahun 1996, lahirlah Dyviacom Intrabumi atau D-Net yang disebut-sebut sebagai perintis platform jual-beli online

Meski demikian, pada saat itu, platform hanya sebatas menampilkan produk yang ditawarkan oleh pihak penjual sementara konsumen tetap harus melakukan transaksi secara tatap muka yang saat ini dikenal dengan istilah cash on delivery (COD).

Tren jual-beli online pun secara lambat-laun terus bertumbuh, dan pada tahun 1999, muncullah platform Kaskus yang terkenal dengan salah satu kanalnya yang bernama Forum Jual Beli (FJB).

Di tahun yang sama, PT Bhinneka Mentari Dimensi yang sebelumnya berbisnis di bidang distribusi mesin cetak berskala besar, produk teknologi informasi (information technology/IT), perancangan perangkat lunak (software), solusi penyuntingan video, dan pusat servis elektronik, bertranformasi menjadi ritel online untuk produk komputer.

Pada saat itu, Bhinneka.com masih menggunakan program yang sangat sederhan, dan bahkan para karyawannya pun masih buta dengan internet. 

Memasuki periode 2000-an, muncul Lippo Shop, platform perdagangan elektronik dari Lippo Group. Lalu, setahun kemudian, pemerintah pun mulai menyusun rancangan undang-undang e-commerce di Indonesia. 

Pada tahun 2003, Multiply Inc., perusahaan yang berpusat di Florida Amerika Serikat, meluncurkan platform multiply.com yang sebelumnya berfungsi sebagai jejaring sosial untuk berbagi foto, video, musik, dan blog.

Memasuki tahun 2005, diluncurkanlah situs jual-beli online Tokobagus yang berubah namanya menjadi OLX pada tahun 2014, dan pada tahun 2009, platform Tokopedia didirikan sebelum lahirnya Bukalapak pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, Blibli yang bernaung di bawah grup Djarum pun lahir.

Kemudian, pada tahun 2012, Lazada Group mulai mengoperasikan situs e-commerce mereka di Indonesia, dan Shopee pun mengikuti jejak yang sama pada 2015.

Regulasi e-Commerce di Indonesia

Setidaknya ada empat pilar yang mengatur perdagangan e-commerce di Indonesia, yang pertama adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang mengatur segala aktivitas jual-beli, termasuk yang berlangsung di platform online.

Peraturan perdagangn online diatur dalam Pasal 65 yang menyebutkan bahwa data yang disediakan oleh bisnis digital harus lengkap dan terverifikasi. Data yang dimaksud dalam konteks ini antara lain:

1. identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai produsen dan pelaku usaha distribusi,

2. persyaratan teknis barang yang ditawarkan,

3. persyaratan teknis atau kualifikasi jasa yang ditawarkan,

4. harga dan cara pembayaran barang atau jasa, dan

5. cara distribusi barang.

Dalam pilar ini, diatur pula penggunaan sistem elektronik yang memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Terkait dengan informasi dan data, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 73/M-Dag/Per/9/2015 menyebutkan bahwa pelaku bisnis yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di dalam negeri wajib mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.

Peraturan ini pun berlaku untuk produk-produk yang dijajakan di platform e-commerce yang beroperasi di Indonesia.

Kemudian, UU Perlindungan Konsumen pun berlaku untuk aktivitas jual-beli di platform e-commerce. Melalui UU ini, penjual diwajibkan untuk menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan dan memberikan informasi yang jelas atas produk yang dijajakan.

Pihak penjual pun wajib mengganti rugi apabila produk yang diterima konsumen tidak sesuai dengan kesepakatan transaksi. 

Meski UU ini memang lebih memberatkan fokusnya pada hak konsumen, namun perlindungan untuk penjual pun tetap diatur di dalamnya, di antaranya berkenaan dengan perlindungan hukum dari tindakan pembeli yang merugikan.

Lalu, ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 yang secara khusus mengatur aktivitas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). 

Dalam peraturan tersebut, dikatakan bahwa PMSE dapat dilakukan antara sesama pelaku usaha, pelaku usaha dengan konsumen, instansi penyelenggara negara dengan pelaku usaha, atau individu dengan individu. 

Di dalam aturan ini juga disebutkan bahwa penjual wajib memiliki izin usaha dari kementerian atau lembaga yang sesuai dengan bidang yang dijalankan, termasuk untuk pelaku usaha di e-commerce

Selain itu, pelaku bisnis juga harus memenuhi ketentuan perundang-undangan terkait ekspor-impor untuk aktivitas jual-beli lintas negara.

Pangsa e-Commerce Lokal di Indonesia dan Asia Tenggara

Menurut survei iPrice, Singapura menjadi negara di Asia Tenggara dengan pangsa e-commerce lokal terbanyak per kuartal I-2022.

Singapura tercatat di peringkat pertama dengan pangsa e-commerce lokal yang mencapai 98% dari keseluruhan plaform yang beroperasi di negara tersebut. 

Baca juga:

Hasil survei itu juga mengungkapkan bahwa pencatutan Singapura di peringkat pertama dalam hal ini bukanlah hal yang mengejutkan.

Pasalnya, Singapura memiliki dua perusahaan unicorn untuk bidang e-commerce yang turut menjadi pemimpin pangsa pasar, yaitu Shopee dan Lazada.

Sementara itu, Indonesia berada di posisi ketiga dengan pangsa e-commerce lokal sebesar 54%.

e-Commerce dan Anak Muda 

Hasil riset Kredivo mengemukakan, transaksi belanja online selama tahun 2021 didominasi anak muda di rentang usia 26-35 tahun dengan persentase 45%, dan 28% untuk rentang usia 18-25 tahun. Sementara itu, kelompok konsumen usia 36-45 tahun sebesar 23%, dan 5% untuk rentang umur 46-55 tahun. 

Mari lihat grafik di bawah ini:

Menurut survei Alvara Research Center yang yang dilakukan pada Maret 2022, Shopee dinobatkan sebagai platform e-commerce paling populer di kalangan anak muda. 

Anak perusahaan dari Sea Group itu menjadi pilihan utama untuk responden dari kalangan generasi Z dengan persentase 69,9%, dan 64,2% dari generasi milenial. 

Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan 1.529 responden dari generasi milenial dan Z di seluruh Indonesia dengan menggunakan metode pengambilan sampel acak multitahap (multistage random sampling).

e-Commerce dan Hubungannya dengan Media Sosial

Transformasi digital tidak hanya mendorong pergeseran preferensi belanja masyarakat, tetapi juga mengakselerasi penggunaan media sosial online yang saat ini seolah-olah menjadi corong suara yang membebaskan siapapun untuk berekspresi.

Platform-platform e-commerce pun memanfaatkan pertumbuhan adopsi media sosial untuk memperluas jangkauannya di masyarakat sekaligus mendongkrak tingkat penjualan. 

Bahkan, di samping digital marketing atau pemasaran digital, saat ini dikenal juga istilah social media marketing yang merujuk pada konsep pemasaran di jejaring sosial dunia maya.

Survei iPrice menunjukkan bahwa per kuartal I-2022, Tokopedia menjadi platform e-commerce dengan tingkat keterlibatan (engagment) tertinggi di Facebook dan Twitter, yakni sebesar 146.427.

Tokopedia diikuti oleh Bukalapak dengan tingkat keterikatan sebesar 117.291, Shopee 96.344, dan Lazada 11.926. 

Dalam riset ini diungkapkan pula bahwa masyarakat Indonesia memiliki antusiasme yang lebih tinggi terhadap topik-topik perkembangan e-commerce lokal di media sosial ketimbang platform internasional. 

Produk yang Paling Banyak Dibeli di e-Commerce

Kredivo dan Katadata Insight Center (KIC) merilis studi yang menganalisis data dari 16 juta sampel transaksi e-commerce lima platform terbesar di Indonesia sepanjang tahun 2021.

Dari studi tersebut, ditemukan bahwa pulsa dan voucher menjadi produk dengan jumlah transaksi terbesar, yakni 23,4%. 

Pulsa dan voucher diikuti oleh fesyen dan aksesoris dengan proporsi transaksi sebesar 17,3%, kesehatan dan kecantikan 13,9%, alat rumah tangga 10,5%, makanan 7,7%, olahraga/mainan/hobi 6,6%, gawai dan aksesoris 6,4%, otomotif 4,5%, perlengkapan anak dan bayi 3,7%, alat kantor dan belajar 2,6%, elektronik 2%, komputer dan aksesoris 1,3%, dan perjalanan 0,1%. 

e-Wallet Menjadi Pilihan Utama untuk Transaksi e-Commerce

Berdasarkan survei Kredivo dan KIC, e-wallet atau dompet digital menjadi instrumen yang paling sering digunakan untuk transaksi e-commerce.

Menurut survei tersebut, 53% responden mengaku paling sering menggunakan e-wallet saat mereka berbelanja secara online.

Survei ini dilakukan dengan melibatkan 3.500 responden yang tersebar di seluruh Indonesia dan dilakukan pada akhir kuartal I-2022.

10 e-Commerce dengan Pengunjung Terbanyak per Kuartal I-2022

Menurut riset iPrice, Tokopedia menjadi platform yang merajai ekosistem e-commerce di Indonesia pada kuartal I-2022 dengan rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 157,2 juta kali. Angka tersebut naik 5,1% dari kuartal IV-2021 yang mencatat 149,6 juta kunjungan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 05 Aug 2022 


Related Stories