Ragam
Intip Yuk Mengapa Emas Jadi Pilihan Aman Saat Dolar Melemah dan Inflasi Tinggi?
JAKARTA - Harga emas terus menunjukkan tren kenaikan secara terus menerus. Bagi banyak orang, emas bukan sekadar perhiasan atau komoditas, melainkan simbol kekayaan sekaligus penyimpan nilai yang dipercaya sejak ribuan tahun lalu.
Fenomena ini tidak terlepas dari kombinasi faktor ekonomi, geopolitik, hingga psikologis yang membuat emas sering dianggap “mengalahkan” mata uang fiat seperti dolar Amerika Serikat (AS).
Setiap kali dunia dilanda ketidakpastian, baik resesi, krisis keuangan, hingga konflik geopolitik, emas selalu menjadi pilihan utama. Investor global lebih suka meninggalkan aset berisiko seperti saham dan obligasi, lalu beralih ke emas yang diyakini lebih aman.
Perang di Ukraina, konflik di Timur Tengah, hingga ketegangan AS-China menjadi bukti nyata bagaimana gejolak dunia mendorong harga emas terus mendaki.
BACA JUGA:
- Teater "Amin dalam Amin": Kolaborasi Seni-Jurnalisme di Isu Transisi Energi Berkeadilan, Ramaikan Fesmed AJI
- KCIF2025: Bahas Masa Depan Feminisme dan Aktivisme Feminis di Tengah Krisis Internal dan Eksternal
- Telkomsel Hadirkan Program Surprise Deal Nelpon, Berikan Ribuan Menit Hemat Nelpon
Hubungan Terbalik dengan Dolar
Dilansir dari laman Ensiklopedia Britanica, Senin, 15 September 2025, emas memiliki sederet keunggulan dibandingkan alat tukar lain. Pada abad ke 21 sekarang, harga emas sangat erat kaitannya dengan pergerakan dolar AS. Emas diperdagangkan dalam denominasi dolar, sehingga ketika nilai dolar melemah, emas justru menjadi lebih murah bagi investor dari luar AS.
Kebijakan moneter Bank Sentral AS (The Fed), terutama penetapan suku bunga, sangat memengaruhi dinamika ini. Saat suku bunga rendah, daya tarik emas meningkat karena imbal hasil aset lain relatif lebih kecil.
Faktor lain yang membuat emas istimewa adalah kemampuannya melindungi kekayaan dari inflasi. Tidak seperti mata uang kertas yang bisa terus dicetak pemerintah, emas memiliki pasokan terbatas. Saat inflasi melonjak dan nilai mata uang melemah, emas menjadi “pelindung daya beli” yang diandalkan banyak investor.
Permintaan emas tidak hanya datang dari investor, tetapi juga bank sentral, industri, hingga sektor perhiasan. Negara-negara seperti China, India, dan Rusia aktif menambah cadangan emas untuk mengurangi ketergantungan pada dolar. Sementara itu, pasokan dari tambang emas sangat terbatas dan memerlukan biaya besar, sehingga kelangkaan ini semakin memperkuat harga.
Kebijakan Moneter Global
Lingkungan suku bunga rendah dan kebijakan stimulus ekonomi di banyak negara memperkuat posisi emas. Ketika pemerintah menggelontorkan uang dalam jumlah besar, kekhawatiran terhadap inflasi di masa depan semakin mendorong masyarakat mencari perlindungan pada emas.
Meski dolar masih menjadi mata uang cadangan dunia, nilainya bergantung pada kepercayaan terhadap pemerintah AS yang saat ini masih memegang peran sebagai negara adidaya. Emas berbeda, benda ini memiliki nilai intrinsik, langka, dan tidak bisa diciptakan semaunya. Sejak berakhirnya sistem gold standard pada tahun 1971, dolar telah banyak kehilangan nilainya terhadap emas.
Pada akhirnya, emas bukan sekadar investasi. Ia adalah bagian dari budaya, simbol status sosial, dan warisan yang tak lekang oleh waktu. Bagi generasi tua, emas adalah cara menyelamatkan kekayaan; bagi generasi muda, emas adalah diversifikasi cerdas di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Emas tetap menjadi aset “tak pernah mati”, melintasi zaman, melawan inflasi, dan menjaga kepercayaan di tengah dunia yang terus berubah.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 15 Sep 2025