Kalyanamitra Gugat Pernyataan Menteri Agama: Abaikan Fakta dan Menyakiti Korban Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren

(null)

JAKARTA, WongKito.co  - Kalyanamitra menggugat pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar bahwa kasus kekerasan seksual di pondok pesantren dibesar-besarkan media saja.

Direktur Eksekutif Kalyanamitra, Ika Agustina menegaskan pernyataan tersebut berpotensi menormalisasi kekerasan yang terjadi, melukai korban yang belum mendapat keadilan dan menyesatkan publik karena mengaburkan realitas yang ada.  

"Fakta menunjukkan sebaliknya. Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) 2024 mencatat 573 kasus kekerasan di lembaga pendidikan, dengan 20%-nya terjadi di pesantren, hal  itu menjadi bukti bahwa lingkungan pesantren belum sepenuhnya menjadi ruang aman bagi anak untuk belajar," kata Ika dalam siaran pers yang diterima, Selasa (21/10/2025).

Baca Juga:

Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Agama per 4 Oktober 2025, jumlah santri di Indonesia 2025/2026 mencapai 1.378.687 orang. Dari total tersebut, 726.880 santri laki-laki dan 651.807 orang santri perempuan tersebar di berbagai provinsi di Indonesia (dataloka.or.id, 20/10/2025).

Data tersebut, menurut Ika menunjukkan bahwa pesantren masih menjadi pilihan  utama masyarakat. Kepercayaan publik ini seharusnya dijaga dengan sistem perlindungan yang efektif, bukan dengan pernyataan yang  merendahkan setiap kasus kekerasan.

Kalyanamitra mengecam sikap Kementerian Agama yang mengabaikan urgensi perlindungan santri atau peserta didik di pesantren, tambah dia.

Baca Juga:

Dia menegaskan setiap kasus kekerasan seksual adalah ancaman serius terhadap keselamatan, martabat, dan masa depan santri, tidak peduli jumlah atau lokasinya.

"Kami mendesak Kemenag untuk tidak bersikap defensif pada fakta yang ada dan mengambil langkah konstruktif untuk  segera menyusun  Standard Operational Procedure (SOP) dan pedoman wajib bagi seluruh lembaga pendidikan keagamaan untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual secara komprehensif. Pesantren harus menjadi ruang aman, bukan tempat kekerasan dibungkam atas nama reputasi," tegas Ika.(*)

Editor: Nila Ertina

Related Stories