KabarKito
Kecelakaan di Jalan Tol, Pakar UGM Sebut ada 4 Penyebab
YOGYAKARTA, WongKito.co- Maraknya terjadinya kecelakaan di jalan tol, menurut Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, Iwan Puja Riyadi paling tidak empat faktor yang menjadi penyebabnya.
“Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antarfaktor,” jelasnya, kemarin .
Empat faktor tersebut menurut Iwan adalah pengemudi, kendaraan, lingkungan jalan, dan cuaca. Faktor pengemudi yang bisa menjadi penyebab kecelakaan misalnya kondisi pengemudi yang mengantuk, tidak fokus, atau kelelahan, menyetir di bawah pengaruh obat-obatan, narkotika, atau alkohol, atau menyetir sambil melihat gawai baik handphone atau tablet.
- 2.179 Pelajar Ikuti Kompetisi Sains Nasional 2021
- IHSG Bergerak Konsolidatif, Berikut Rekomendasi 8 Saham Indosurya Awal Pekan Ini
- Anomali Cuaca Meningkatkan, 17 Kabupaten/Kota Sumsel Berstatus Siaga
Selain itu, kesalahan bisa terletak pada pengemudi yang belum fasih atau bahkan belum bisa menyetir, ataupun melakukan kesalahan bereaksi saat menyetir, baik panik atau reaksi yang terlalu lambat. “Hal yang penting adalah mengutamakan konsentrasi penuh sang pengemudi sebelum berkendara,” kata Iwan.
Ia menambahkan, seorang pengemudi yang berkendara di jalan bebas hambatan harus mampu mengontrol laju kendaraan, sebab selama ini banyak kecelakaan terjadi lantaran pengemudi melajukan mobilnya melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan sehingga kehilangan kendali.
Meski melaju di jalan bebas hambatan, bukan berarti seorang pengemudi bisa bebas melajukan kendaraannya melampaui batas kecepatan yang telah ditentukan.
“Batasan tersebut tentunya sudah melalui diperhitungkan agar aman saat dilintasi kendaraan. Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan dan bukan jalan di mana pengemudi dengan bebas memacu kecepatan,” ucapnya.
Pengemudi harus menyesuaikan kecepatan kendaraan dengan lajur yang dipilih, dan menggunakan lajur sesuai peruntukannya. Pengendara juga harus bisa memperkirakan dan menjaga jarak aman dengan kendaraan lain agar bisa menghindar jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan di depannya.
Ia juga mengingatkan bahwa bahu jalan di jalan tol tidak diperuntukkan sebagai tempat berhenti atau bahkan beristirahat. Pengemudi tidak seharusnya menepikan kendaraan atau berhenti di bahu jalan jika memang tidak sedang dalam kondisi darurat.
Selain faktor pengemudi, faktor kendaraan seperti kondisi mesin, rem, lampu, ban, dan muatan bisa menjadi penyebab kecelakaan, demikian halnya faktor cuaca berupa kondisi hujan, kabut, atau asap.
Di samping itu, terdapat faktor lingkungan jalan yang diantaranya berupa desain jalan seperti median, gradien, alinyemen, dan jenis permukaan, ataupun kontrol lalu lintas seperti marka, rambu, dan lampu lalu lintas.
Pembangunan jalan tol, terangnya, mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan, dan memenuhi kaidah jalan berkeselamatan. “Konsep desain jalan berkeselamatan adalah bahwa seluruh sistem lalu lintas jalan disesuaikan dengan keterbatasan atau kemampuan manusia sebagai pengguna jalan, tujuannya untuk mencegah terjadinya tabrakan yang melibatkan elemen infrastruktur jalan,” papar Iwan.
Mencegah Kecelakaan
Untuk mengurangi kejadian kecelakaan, pencegahan dan keselamatan lalu lintas dapat dilakukan melalui beberapa aspek, baik berupa aspek rekayasa, aspek pendidikan, dan aspek hukum.
- Dana Kereta Cepat Rp4,3 Triliun belum Cair, Ini Alasannya
- Kaitan Luhut, Lab GSI dan Test PCR
- Andika Perkasa Pilihan Jokowi Resmi jadi Panglima TNI
Pada aspek rekayasa, hal yang bisa dilakukan antara lain penyediaan dan pengembangan tempat istirahat, pemeliharaan jalan dan prasarananya, pemasangan rumble stripe, merapatkan jarak antar guide post, pemasangan marka, pemasangan warning light atau lampu flip flop, pemasangan rambu, dan pembatasan kecepatan.
Karena penyebab utama kecelakaan adalah manusia, menurutnya aspek memperbaiki perilaku pengendara sangat penting, yang dapat dimulai dari pendidikan di sekolah, melalui himbauan, dan juga pelatihan.
“Ujian keterampilan harus dilakukan di lapangan dan mengerti arti dari rambu-rambu lalu lintas. Surat Izin mengemudi (SIM) hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mampu dan terampil serta santun dalam mengendarai kendaraan, umur sesuai dengan ketentuan, dan kesehatan yang prima,” terangnya dikutip dari laman resmi UGM, Senin 8 November 2021.
Selain itu, perlu diadakan sosialisasi peraturan yang ada dan diberlakukan dengan arif serta seksana sehingga tidak terjadi pelanggaran lalu lintas. Masyarakat taat pada hukum bukan karena ada polisi tetapi atas kesadaran sendiri demi keselamatan, penegakan hukum juga harus dilakukan agar ada efek bagi pelanggar lalu lintas.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 09 Nov 2021