KemenPPPA Apresiasi Proses Hukum AG, Berjalan Sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak

KemenPPPA Apresiasi Proses Hukum AG, Berjalan Sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (kemenpppa.go.id)

JAKARTA, WongKito.co - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi aparat penegah hukum (APH) yang menjalankan proses peradilan kasus tindak pidana penganiayaan berat dan direncanakan yang melibatkan Anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) AG (15) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Deputi Perlindungan Khusus Anak, KemenPPPA, Nahar mengatakan pihaknya mengapresiasi APH yang telah menjalankan proses hukum yang cepat terhadap AKH dan sesuai dengan ketentuan undang-undang SPPA.
 

“Kami akan terus melakukan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan,” tegas Nahar dalam keterangannya, menanggapi jalannya proses penegakan  hukum terhadao AKG AG, Kamis (6/4).

Baca Juga:

Seperti diketahui publik, AG (15) diduga ikut serta dan terlibat dalam kasus tindak penganiayaan berat yang direncanakan oleh tersangka MDS (20) dan SL (19) terhadap korban CDO (17) pada 20 Februari 2023. Polda Metro Jaya telah menahan dan menetapkan MDS dan SL sebagai tersangka, sementara AG ditahan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS).

Nahar mengungkapkan, proses hukum terhadap AG berjalan dengan cepat sesuai dengan UU SPPA dengan pembatasan waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) bahwa penahanan untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang 8 (delapan) hari.

Adapun penahanan untuk kepentingan penututan, Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari dan dapat diperpanjang 5 (lima) hari. Sedangkan penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan diperpanjang paling lama 15 (lima belas) hari sebagaimana tercantum pada Pasal 35 ayat (1) dan (2).

“Penanganan proses hukum kasus tindak pidana penganiayaan berat yang direncanakan ini sepenuhnya kami serahkan dan percayakan kepada APH dalam menjatuhkan hukuman yang sesuai. Kami mengimbau kepada seluruh pihak yang terlibat untuk tetap mengikuti prinsip kepentingan terbaik bagi anak,” ujar Nahar.

Setelah sidang tuntutan, melalui kuasa hukumnya, AG telah membacakan nota pembelaan (pledoi) pada Kamis (6/4) dan putusan pada Senin (10/4) mendatang. AG dijerat dengan Pasal 355 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

“Kami akan terus mengawal dan turut hadir dalam setiap jalannya proses hukum dan sidang terhadap AKH untuk memantau implementasi sistem peradilan pidana anak serta memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, dengan memastikan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak melalui upaya pemenuhan hak anak berkonflik dengan hukum untuk memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang obyektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum benar-benar diwujudkan sebagaimana ditegaskan dalam pasal 3 huruf h UU SPPA,” tegas Nahar.

Baca Juga:

Menurut dia menjelang pembacaan putusan, semua bukti, laporan Litmas PK Bapas, laporan sosial pekerja sosial, fakta persidangan, dan kewenangan dalam memutus perkara diharapkan tetap dapat memperhatikan masa depan anak, termasuk pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum dapat tidak dihadiri Anak, tetap merahasiakan identitas Anak dalam amar putusan atau cukup dengan menggunakan inisial, dan karena kasus ini juga terkait anak maka pemenjaraan/pembatasan kebebasan bagi anak disamping putusannya paling lama 1/2 dari maksimum pidana penjara  yang diancamkan terhadap orang dewasa, juga diingatkan bahwa minimum khusus pidana penjara tidak berlaku bagi anak.

“Kami juga mengajak semua pihak untuk terus berdoa dan mengupayakan agar anak korban segera pulih seperti sediakala dan hak-haknya sebagai anak korban dapat dipenuhi, antara lain pelayanan kesehatan, pendidikan, rehabilitasi medis dan sosial, jaminan keselamatan, serta kemudahan mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara termasuk dapat diusulkan mendapatkan ganti rugi (restitusi) dari pelaku (khususnya pelaku utama), juga hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutur Nahar.(*)


Related Stories